Brasil, Kolombia usulkan pemilihan ulang untuk Venezuela
16 Agustus 2024 09:16 WIB
Aparat penegak hukum Venezuela menangkap lebih dari 2.000 pengunjuk rasa di tengah kerusuhan massal yang dimulai setelah pemilihan presiden 28 Juli 2024. ANTARA/HO-Anadolu/aa. (Handout Anadolu)
Bogota (ANTARA) - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da SIlva dan Presiden Kolombia Gustavo Petro pada Kamis (15/8) mengusulkan digelarnya pemilihan umum baru di Venezuela sebagai sebuah solusi untuk mengatasi krisis di negara Amerika Selatan tersebut.
Usulan tersebut, yang juga didukung oleh Presiden AS Joe Biden pada Kamis, muncul di tengah pertanyaan tentang pemilihan kembali Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Nicolas Maduro dinyatakan sebagai pemenang pemilihan umum Venezuela pada 28 Juli oleh otoritas pemilihan yang dikendalikan pemerintah di tengah tuduhan oposisi atas kecurangan yang meluas.
Pemimpin oposisi Maria Corina Machado dengan cepat menolak seruan untuk pemilihan umum baru.
"Akan ada pemilihan umum kedua, tetapi jika Maduro tidak menyukai hasilnya, apa yang akan kita lakukan? Ketiga? Keempat? Kelima, sampai Maduro menyukai hasilnya?" tanya Machado ketika berbicara kepada media di Chile dan Argentina.
"Dengan mengusulkan untuk mengabaikan apa yang terjadi pada 28 Juli, bagi saya, adalah kurangnya rasa hormat kepada rakyat Venezuela yang telah memberikan segalanya dan yang menyatakan kedaulatan rakyat," tambah Machado.
Machado memperingatkan bahwa "jika Maduro memperpanjang penderitaan ini selama beberapa bulan lagi, kita bisa melihat gelombang migrasi terbesar dalam sejarah Venezuela." Dia menunjukkan bahwa "3, 4 atau 5 juta warga Venezuela akan menyeberangi perbatasan."
Machado mengatakan pihak oposisi bersedia menawarkan jaminan dan perlindungan kepada mereka yang berkuasa, menekankan bahwa pihaknya tidak berusaha untuk memulai "proses balas dendam."
Baca juga: Machado ajak rakyat Venezuela tolak hasil pilpres 28 Juli
Brasil dan negara tetangga Kolombia telah mencari solusi untuk krisis di Venezuela sejak pemilihan umum disengketakan.
Otoritas pemilihan negara Venezuela menyatakan Maduro sebagai pemenang dengan 51 persen suara, meski belum merilis hasil penghitungan suara.
Pihak oposisi mengatakan penghitungan rinci menunjukkan lawan Maduro, Edmundo Gonzalez, menerima 67 persen suara dan telah mengunggah salinan hasil penghitungan suara yang dipindai di sebuah situs web.
Pemilihan umum tersebut telah dikecam secara luas oleh negara-negara dan pengamat internasional, termasuk Carter Center di AS dan PBB.
Pejabat Amerika mengatakan data yang tersedia menunjukkan Gonzalez mengalahkan Maduro.
Para pemimpin oposisi menyerukan kepada warga Venezuela untuk turun ke jalan pada 17 Agustus untuk menuntut agar pemerintah mengakui Gonzalez sebagai pemenang pemilu.
Keraguan tentang transparansi proses pemilu Venezuela telah memicu protes di seluruh negeri yang mengakibatkan 25 orang tewas, 192 orang terluka, dan lebih dari 2.000 orang ditahan.
Sumber: Anadolu
Baca juga: WSJ : AS tawarkan 'amnesti' ke Maduro atas sejumlah tuduhan pada 2020
Baca juga: AS bantah perpanjang amnesti untuk Maduro
Usulan tersebut, yang juga didukung oleh Presiden AS Joe Biden pada Kamis, muncul di tengah pertanyaan tentang pemilihan kembali Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Nicolas Maduro dinyatakan sebagai pemenang pemilihan umum Venezuela pada 28 Juli oleh otoritas pemilihan yang dikendalikan pemerintah di tengah tuduhan oposisi atas kecurangan yang meluas.
Pemimpin oposisi Maria Corina Machado dengan cepat menolak seruan untuk pemilihan umum baru.
"Akan ada pemilihan umum kedua, tetapi jika Maduro tidak menyukai hasilnya, apa yang akan kita lakukan? Ketiga? Keempat? Kelima, sampai Maduro menyukai hasilnya?" tanya Machado ketika berbicara kepada media di Chile dan Argentina.
"Dengan mengusulkan untuk mengabaikan apa yang terjadi pada 28 Juli, bagi saya, adalah kurangnya rasa hormat kepada rakyat Venezuela yang telah memberikan segalanya dan yang menyatakan kedaulatan rakyat," tambah Machado.
Machado memperingatkan bahwa "jika Maduro memperpanjang penderitaan ini selama beberapa bulan lagi, kita bisa melihat gelombang migrasi terbesar dalam sejarah Venezuela." Dia menunjukkan bahwa "3, 4 atau 5 juta warga Venezuela akan menyeberangi perbatasan."
Machado mengatakan pihak oposisi bersedia menawarkan jaminan dan perlindungan kepada mereka yang berkuasa, menekankan bahwa pihaknya tidak berusaha untuk memulai "proses balas dendam."
Baca juga: Machado ajak rakyat Venezuela tolak hasil pilpres 28 Juli
Brasil dan negara tetangga Kolombia telah mencari solusi untuk krisis di Venezuela sejak pemilihan umum disengketakan.
Otoritas pemilihan negara Venezuela menyatakan Maduro sebagai pemenang dengan 51 persen suara, meski belum merilis hasil penghitungan suara.
Pihak oposisi mengatakan penghitungan rinci menunjukkan lawan Maduro, Edmundo Gonzalez, menerima 67 persen suara dan telah mengunggah salinan hasil penghitungan suara yang dipindai di sebuah situs web.
Pemilihan umum tersebut telah dikecam secara luas oleh negara-negara dan pengamat internasional, termasuk Carter Center di AS dan PBB.
Pejabat Amerika mengatakan data yang tersedia menunjukkan Gonzalez mengalahkan Maduro.
Para pemimpin oposisi menyerukan kepada warga Venezuela untuk turun ke jalan pada 17 Agustus untuk menuntut agar pemerintah mengakui Gonzalez sebagai pemenang pemilu.
Keraguan tentang transparansi proses pemilu Venezuela telah memicu protes di seluruh negeri yang mengakibatkan 25 orang tewas, 192 orang terluka, dan lebih dari 2.000 orang ditahan.
Sumber: Anadolu
Baca juga: WSJ : AS tawarkan 'amnesti' ke Maduro atas sejumlah tuduhan pada 2020
Baca juga: AS bantah perpanjang amnesti untuk Maduro
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: