Jakarta (ANTARA News) - Penyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yaitu Hambit Bintih dijatuhi vonis 4 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan dan Cornelis Nalau diputus penjara 3 tahun denda Rp150 juta subsider 3 bulan karena terbukti memberikan suap Rp3 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa I Hambit Bintih dan terdakwa II Cornelis Nalau Antun secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan sebagaimana dakwaan pertama dari pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Hambit Bintih selama 4 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan dan terdakwa II Cornelis Nalau Antun pidana penjara 3 tahun denda Rp150 juta subsider 3 bulan," kata ketua majelis hakim Suwidya dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Hambit adalah bupati terpilih kabupaten Gunung Mas yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Cornelis adalah keponakan Hambit sekaligus bendahara tim sukses Hambit.

Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Hambit Bintih 6 tahun denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dan Cornelis Nalau Antun dipenjara selama 6 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Meski pemberian uang Rp3 miliar di rumah Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013 belum selesai karena petugas KPK menangkap basah Akil, Hambit Bintih dan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, namun hakim menilai perbuatan memberikan kepada Akil selaku hakim sudah selesai.

"Sebelum uang Rp3 miliar diserahkannya sehingga perbuatan tidak selesai karena faktor-faktor di luar terdakwa, tindak pidana terdakwa I, terdakwa II dan Chairun Nisa berdasarkan KUHP dipidana dengan sama dengan tindak pidana jadi unsur memberi dan menjanjikan sesuatu telah terbukti," tambah hakim.

Pemberian uang tersebut dilakukan agar perkara permohonan gugatan pilkada kabupaten Gunung Mas yang diajukan oleh dua pasang calon bupati Gunung Mas yaitu Jaya Samaya Monong-Daldin dan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy ditolak Akil sehingga Hambit Bintih dan Arton S Dohong tetap dinyatakan sebagai pemenang seperti dalam putusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Gunung Mas.

"SMS antara Akil Mochtar dan Chairun Nisa semakin menguatkan pemikiran terdakwa 1 bahwa untuk memenangkan sengketa pilkada harus memberikan uang, sehingga terdakwa 1 sejak awal ingin memberikan uang ke Akil dan meminta Chairun Nisa mendekati Akil agar majelis hakim di MK menetapkan terdakwa ditetapkan sebagai pemenang, sehingga unsur mempengaruhi terbukti," tambah hakim.

Sedangkan mengenai perbuatan Cornelis yang menjadi penyedia uang Rp3 miliar, majelis hakim yang terdiri atas Suwidya, Matheus Samiadji, Gosyen Butar-butar, Sofyaldi dan Alexander Marwata tersebut menilai bahwa unsur bersama-sama tetap terbukti.

"Terdakwa II Hambit Bintih menyetujui untuk memberikan uang Rp3 miliar sebagaimana disampaikan Chairun Nisa, meski terdakwa 2 tidak tahu peruntukan uang untuk Akil Mochtar tapi memberikan uang Rp3 miliar menjadi unsur turut serta melakukan telah terpenuhi menurut hukum," ungkap hakim.

Namun hakim mencatat bahwa Cornelis tidak terlalu signifikan karena hanya menyediakan uang untuk mengurus sengketa, tidak diajak bicara mengenai memenangkan gugatan dan hanya ingin membantu Hambit yang sangat dihormatinya.

Faktor-faktor yang memberatkan vonis kepada keduanya adalah tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi dan Hambit sebagai bupati tidak memberikan contoh sebagai kepala daerah.

"Hal-hal yang meringankan adalah kedua terdakwa berlaku sopan, kooperatif, berterus terang dan menyelasi perbuatannya, keduanya juga menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah, terdakwa 1 sebagai aparat birokrasi selama bertahun-tahun berjasa mengembangkan Gunung Mas dan terdakwa 2 sebagai pengusaha bertanggung jawab untuk para karyawannya," tambah hakim.

Atas vonis tersebut, Cornelis menerimanya, sedangkan Hambit masih berpikir-pikir.

Sedangkan tim jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin oleh Pulung Rinandoro menyatakan akan pikir-pikir.(*)