Jakarta (ANTARA) - Riba merupakan istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada praktik pengambilan keuntungan tambahan atas sebuah transaksi pinjam meminjam ataupun jual beli yang tidak dibenarkan oleh syariat.

Secara harafiah, riba merupakan kosakata bahasa Arab yang artinya "kelebihan" atau "tambahan".

Menurut pendapat Syeikh Muhammad Abduh, riba meliputi penambahan yang dibebankan kepada seseorang akibat pengunduran janji pembayaran dari batas waktu yang ditetapkan atas peminjaman harta.

Sedangkan Ibnu Katsir menyebut tindakan menolong seseorang dengan tujuan mendapat keuntungan bahkan hingga mencekik dan menghisap darah (mengeruk dan memanfaatkan sehabis-habisnya) orang yang ditolong juga tergolong sebagai riba.

Secara umum riba diartikan sebagai pengambilan keuntungan dari utang atau transaksi secara tidak adil yang dapat merugikan pihak lain.

Riba dianggap sebagai salah satu dosa besar dalam Islam dan dilarang keras dalam Al Quran serta hadis Nabi Muhammad SAW.

Islam membedakan riba ke dalam empat jenis, yakni sebagai berikut:

1. Riba Fadhl

Terjadi ketika ada pertukaran barang-barang sejenis namun dengan kualitas atau kuantitas yang berbeda, yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak secara tidak adil.

Contoh: menukar emas dengan emas, tetapi dengan berat yang berbeda, atau menukar makanan dengan makanan, tetapi dalam jumlah yang tidak sama.

Riba fadhl dilarang karena menciptakan ketidakadilan dalam transaksi.

Baca juga: Riba: Pengertian dan hukumnya dalam Islam
Baca juga: Ulama Aceh ingatkan masyarakat tidak halalkan riba

2. Riba Qordhi

Jenis riba yang paling umum dan paling sering dijumpai. Ini terjadi ketika ada penundaan pembayaran dalam suatu transaksi pinjaman, sehingga pemberi pinjaman mengenakan tambahan bunga atau penambahan atas penundaan tersebut.

Contoh: si A mau meminjamkan uang Rp 200.000,- pada si B dengan syarat si B harus membayar sebesar Rp 210.000,- saat mengembalikan nanti.

Kelebihan Rp 10.000,- itu adalah riba.

3. Riba Yadi
​​​​​​​

Riba yang terjadi ketika seseorang melakukan jual beli dengan akad barang dan timbangan sama, namun sebelum terjadi serah terima si penjual dan pembeli telah terlebih dahulu berpisah.

Contoh: si A menjual singkong yang belum dipanen (masih di dalam tanah) kepada si B.

4. Riba Nasi’ah
​​​​​​​

Disebut riba nasi’ah jika melakukan akad jual beli namun si pembeli menerima barangnya di kemudian hari (ada jeda waktu).

Contoh: si A menjual padi kepada si B sejak musim tanam, lalu si B akan mengambilnya saat musim panen nanti.


Itulah jenis-jenis riba yang ada dalam ajaran Islam dan sifatnya dilarang karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang merugikan.

Larangan riba ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis dan dampaknya sangat merugikan baik secara individu maupun sosial.

Oleh karena itu, umat Islam diharapkan untuk menjauhi riba dan menjalankan transaksi keuangan sesuai dengan prinsip keadilan yang diajarkan oleh syariat Islam.

Baca juga: Warisan: pengertian dan jenis hukumnya
Baca juga: Hukum waris menurut Islam