Jakarta (ANTARA) - Riba adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada praktik pengambilan keuntungan tambahan dari suatu transaksi pinjaman atau jual beli yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Dalam bahasa Arab, kata "riba" berarti "kelebihan" atau "tambahan".

Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang dibebankan kepada orang yang meminjam harta seseorang akibat dari pengunduran janji pembayaran daripada batas waktu yang telah ditetapkan.

Sementara itu, menurut Ibnu Katsir, menolong seseorang dengan tujuan mendapat keuntungan bahkan sampai mencekik dan menghisap darah (mengeruk dan memanfaatkan sehabis-habisnya) orang yang ditolong juga disebut sebagai riba.

Secara umum riba diartikan sebagai pengambilan keuntungan dari utang atau transaksi secara tidak adil yang dapat merugikan pihak lain.

Riba dianggap sebagai salah satu dosa besar dalam Islam dan dilarang keras dalam Al Quran serta hadis Nabi Muhammad SAW.

Larangan riba dalam Al Quran
  • "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Q. S. Al-Baqarah: 275-276).
  • “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu. kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Q. S Al-Baqarah: 278-279).
  • “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan. dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (Q. S. Ali Imran: 130-131).

Baca juga: Ulama Aceh ingatkan masyarakat tidak halalkan riba
Baca juga: MUI tetapkan pinjol haram karena riba, mengancam, dan membuka aib

Larangan riba dalam Al Quran tidak turun langsung, melainkan melalui empat tahap, yaitu;

Tahap pertama

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar ia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q. S. Ar-Ruum : 39)

Allah SWT ingin menunjukkan bahwa pemikiran manusia yang beranggapan bahwa mereka tengah menolong sesama tapi di belakangnya ingin mendapatkan keuntungan adalah salah. Cara itu dulunya dipakai oleh manusia untuk menambah harta mereka dan memperkaya diri.


Tahap kedua

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Maka, disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (Q. S. An-Nisaa’: 160-161)

Allah ingin menyampaikan bahwa apa yang telah diperbuat daripada riba itu merupakan sesuatu yang buruk.


Tahap ketiga

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.” (Q. S. Ali Imran : 130).

Allah SWT menyampaikan bahwasanya riba menyebabkan tindak kezhaliman yang berlipat ganda, terutama akan membuat sengsara bagi si peminjam yang harus dikejar waktu serta tambahan daripada pinjamannya.


Tahap keempat

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q. S. Al-Baqarah: 278-279)

Pada tahap akhir ini, Allah telah menyatakan bahwa setiap rangkaian kegiatan dan perdagangan yang diiringi dengan riba, secara langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak, besar maupun kecil, apapun jenis pertambahan yang didapat oleh si pemberi pinjaman atau si penjual, hukumnya adalah haram.

Baca juga: Anti riba dan dijamin halal, ini 5 langkah investasi di reksa dana syariah
Baca juga: Sukuk jadi solusi investasi tanpa riba di masa kini

Larangan riba dalam hadis
  • Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Jauhilah tujuh perkara mubiqat (yang mendatangkan kebinasaan). Para sahabat lalu bertanya apakah tujuh perkara itu, wahai Rasulullah? Rasulullah SAW lalu menjawab menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan dibenarkan syariat, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan petempuran, melontarkan tuduhan zina terhadap wanita baik-baik yang lengah lagi beriman.” (H. R. Bukhari dan Muslim)
  • Dari Samurah bin Jundab RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Pada suatu malam aku melihat dua orang laki-laki membawaku keluar sampai ke tanah suci. Kami berjalan bersama hingga kami sampai di sebuah sungai darah. Di sungai itu berdiri seorang laki-laki dan di tengah sungai ada seorang laki-laki. Di depannya terdapat batu-batu. Lalu laki-laki yang berada di sungai tadi berusaha keluar. Setiap kali ia hendak keluar dari sungai, maka laki-laki itu melemparkan baut ke dalam mulutnya sehingga ia kembali ke tempatnya semula. Setiap kali ia hendak keluar, laki-laki itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga ia kembali ke tempat semula. Aku bertanya, apa ini? Mereka berkata, laki-laki yang engkau lihat di sungai tadi wahai Rasulullah adalah pemakan riba.” (H. R. Bukhari)
  • Dari Jabir bin Abdilla RA; “Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya. Rasulullah lalu berkata mereka seluruhnya sama.” (H.R. Muslim)

Praktik riba ini tidak hanya berdampak buruk pada individu yang terlibat dalam transaksi tersebut, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Riba dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, memperlebar kesenjangan sosial dan merusak tatanan kehidupan yang adil.

Oleh karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjauhi riba dan mendorong umatnya untuk menjalankan transaksi dengan cara yang adil dan sesuai dengan syariat.

Sebagai alternatifnya, Islam memperkenalkan konsep-konsep seperti mudharabah (kerjasama bagi hasil), musyarakah (kemitraan) dan qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga). Konsep-konsep ini memungkinkan adanya transaksi keuangan yang adil dan menguntungkan semua pihak tanpa adanya unsur eksploitasi.

Baca juga: Hukum waris menurut Islam
Baca juga: Hukum tukar cincin nikah dalam Islam