Jakarta (ANTARA) - Warisan merupakan pemberian maupun peninggalan dari orang yang telah meninggal dunia. Di Indonesia, pembagian warisan diatur oleh hukum yang berlaku, salah satunya hukum waris Islam.

Pelaksanaan pembagian warisan untuk masyarakat beragama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang. Hukum waris islam banyak diterapkan bagi penganut agama islam, dan jika berperkara di Pengadilan Agama.


Pengertian warisan dalam Islam

Dalam Islam, harta warisan sebagai salah satu jalan yang diperbolehkan guna meraih harta kekayaan. Warisan berupa peninggalan harta yang ditinggalkan oleh pewaris yang telah meninggal dunia, baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Hukum waris Islam merupakan aturan yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Hal ini berdasarkan Pasal 171 KHI. Hukum waris dalam Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadist Rasulullah SAW, kemudian para ahli hukum. Islam menetapkan suatu sistem pewarisan, harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris berpindah menjadi hak milik ahli warisnya baik dari pihak anak-anak maupun keluarga dekatnya. Harta tersebut dibagikan secara adil sesuai ajaran Islam.


Ayat Al-Quran tentang hukum waris

Dalam Al-Quran, ada beberapa ayat yang mengatur dan menyebutkan soal waris.

Mengenai cara pembagian waris menurut Islam, penjelasannya tertuang dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 11, melansir dalam laman NU Online:

"Allah mensyariatkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan).

Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
(QS. An Nisa: 11)

Baca juga: Pembagian warisan dalam Islam
Baca juga: Apakah main saham haram dalam Islam?
Rukun pembagian warisan dalam Islam

Dalam Islam, pembagian warisan terdapat tiga rukun waris yang memiliki peran penting.

Sebab, jika tidak dipenuhi salah satu rukun tersebut, harta waris tidak bisa dibagikan kepada para ahli waris, meliputi:

1. Muwarrits

Muwarrits adalah orang yang akan mewarisi hartanya kepada seseorang tertentu setelah menghembuskan nafasnya yang terakhir atau dinyatakan meninggal dunia.

2. Warits atau ahli waris

Warits adalah kumpulan dari individu yang berhak untuk mendapatkan harta warisan berdasarkan bagian-bagian yang telah disepakati.

Adanya ahli waris sejak detik pewaris menghembuskan nafas terakhir dan disyaratkan ahli waris masih hidup.

Penentuan ahli waris dilakukan berdasarkan nasab atau hubungan darah dan pernikahan dengan pewaris.

3. Mawriits atau harta warisan

Mawriits meliputi aset-aset berharga yang ditinggalkan oleh pewaris setelah kematiannya dan dibagikan sesuai dengan prinsip syariah.

Walaupun sedikit, seperti hanya meninggalkan baju yang dipakai pewaris saat menghembuskan nafas terakhir, berarti sudah memenuhi rukun pewarisan.

Baca juga: Hukum tukar cincin nikah dalam Islam
Baca juga: Hukum ziarah kubur dalam Islam

Syarat pembagian warisan dalam Islam

Sebelum melakukan pembagian warisan, terdapat syarat bagi ahli waris yang berhak mendapatkan warisan menurut hukum waris Islam, meliputi:

1. Pewaris telah meninggal dunia

Pembagian warisan hanya diberikan setelah pewaris atau pemilik harta meninggal dunia. Hukum waris Islam berlaku saat pembagian harta warisan dimulai setelah proses kematian.

Kepastian ini bisa didapatkan melalui kondisi fisik atau non fisik. Dengan memperhatikan kondisi badan yang sudah kaku, dingin dan tidak bernyawa atau menurut vonis dokter sudah dinyatakan meninggal.


2. Penerima warisan masih hidup dan beragama Islam

Ahli waris atau penerima warisan masih hidup ketika orang yang akan diwarisi hartanya meninggal.
​​​​​​​
Selain itu penerima waris haruslah beragama Islam. Hal ini mengacu pengaplikasian konsep maqashid al-syariah dalam agama Islam tidak mengenal adanya pewarisan kepada orang yang berbeda agama.

Namun, terdapat pengecualian untuk anak kandung yang beragama non-muslim. Harta pewaris masih bisa diwariskan kepada anak kandung yang tidak beragama Islam melalui wasiat wajibah yang menekankan pemberian harta kepada keturunan sendiri.


3. Terbukti memiliki hubungan darah

Penerima warisan atau ahli waris harus mempunyai hubungan darah dengan pewaris yang telah meninggal dunia.

Hubungan ini mencakup anggota keluarga seperti anak-anak, cucu, orang tua, dan saudara kandung. Dari hubungan darah ini, pembagian besar warisan pun bisa ditentukan nantinya.


4. Mengetahui kematian pewaris

Penerima waris harus mengetahui meninggalnya pewaris atau pemilik harta bertujuan untuk mendapatkan haknya terhadap harta yang diwariskan.

Hal ini lantaran syarat pembagian warisan menurut Islam ditetapkan untuk memastikan prosesnya berjalan secara transparan dan adil.


5. Persetujuan terhadap wasiat

Jika terdapat wasiat yang ditinggalkan, maka ahli waris perlu mencapai kesepakatan untuk melaksanakannya.

Wasiat biasanya terbatas hingga sepertiga dari harta yang ditinggalkan untuk ahli waris.

Baca juga: Pengertian talak dan perbedaan talak satu, dua dan tiga
Baca juga: Menelisik hukum nikah siri dalam Islam dan negara

Kelompok ahli waris

Berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam (KHI), pembagian ahli waris terdapat kelompok yang terdiri:

1. ​​​​​​Pembagian harta warisan menurut hubungan darah
  • Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek
  • Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek

​​​​​​​2. Pembagian harta warisan menurut hubungan perkawinan: duda atau janda


Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Kelompok ahli waris pengganti di atur pada Pasal 185 KHI, berbunyi: Ahli waris yang mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewarisnya, maka kedudukannya bisa digantikan oleh anaknya dari ahli waris tersebut (kecuali orang yang terhalang hukum).

Selain itu, ahli waris juga bisa tidak mendapatkan warisan apabila telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris, memfitnah pewaris, dan menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat pewaris.

Baca juga: Hukum menikah dalam perspektif Islam
Baca juga: Tujuan pernikahan dalam Islam