Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan mengalami inflasi sekitar 4,9 hingga 5,3 persen selama 2014.

"Inflasi 2014 diperkirakan sebesar 4,9-5,3 persen tahun ke tahun atau kembali ke lintasan normal inflasi berdasarkan historis beberapa tahun terakhir," demikian Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta Triwulan IV-2013 BI yang diterima di Jakarta, Rabu.

Prakiraan itu didasarkan pada asumsi tidak adanya kenaikan harga energi yang signifikan terutama harga bahan bakar minyak (BBM) serta kondisi cuaca yang kondusif pascamusim penghujan awal tahun 2014.

Meskipun demikian tetap terdapat risiko inflasi yang bersumber dari keterbatasan pasokan pangan dan gangguan distribusi yang perlu direspon baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Salah satu risiko peningkatan inflasi adalah terkait dengan bankir pada triwulan IV--2013 dan triwulan I--2014.

Inflasi di kelompok inti juga memiliki potensi untuk meningkat sejalan dengan peningkatan harga komoditas global serta "pass-through" dari depresiasi nilai tukar yang belum sepenuhnya dilakukan pelaku usaha.

Selain itu peningkatan biaya produksi sebagai dampak dari penyesuaian upah pekerja, tarif listrik dan gas untuk industri juga menjadi faktor risiko di 2014.

Meskipun demikian, ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan dalam enam bulan ke depan atau setelah usainya Pemilu 2014.

Tren moderasi tingkat inflasi Jakarta diyakini akan mendukung pencapaian target inflasi nasional selama 2014 yaitu sebesar 4,5 plus minus satu persen.

Sementara itu pada triwulan-IV 2013, inflasi Jakarta tercatat mencapai 0,88 persen (triwulan ke triwulan) atau 8,00 persen (tahun ke tahun).

Tekanan inflasi pada triwulan itu bersumber dari inflasi komponen diatur pemerintah (administered price) yaitu kenaikan harga elpiji 12 kg (komoditas bahan bakar rumah tangga) pada Desember 2013. (*)