MAMI nilai stabilitas rupiah jadi titik balik sentimen investor
14 Agustus 2024 21:57 WIB
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menyampaikan pemaparannya dalam acara MAMI Market Update: Wind of Change di Jakarta, Rabu (14/8/2024). ANTARA/Uyu Septiyati Liman
Jakarta (ANTARA) - Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menilai bahwa kestabilan nilai tukar rupiah akan menjadi kunci titik balik sentimen investor terhadap pasar modal dalam negeri.
Dalam acara MAMI Market Update: Wind of Change di Jakarta, Rabu, Katarina Setiawan mengatakan bahwa pihaknya memperkirakan posisi rupiah akan berada di kisaran Rp15.400 hingga 16.000 per dolar AS pada akhir tahun.
Ia menyatakan bahwa kestabilan nilai tukar rupiah tersebut merupakan dampak dari ekspektasi positif pasar akan adanya pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
“Perubahan ekspektasi The Fed di bulan Juli membuat tekanan terhadap rupiah mulai reda, dan investor asing mulai mencatat pembelian bersih di pasar saham dan obligasi (setelah tiga bulan berturut-turut mencatat penjualan bersih),” ujarnya.
Katarina menyampaikan bahwa tekanan terhadap rupiah yang mereda juga diindikasikan oleh rata-rata imbal hasil lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menurun.
Menurutnya, meredanya tekanan terhadap rupiah dan kembalinya arus dana asing ke pasar domestik dapat menjadi faktor pendukung bagi Bank Indonesia (BI) untuk turut memangkas suku bunganya.
Pemangkasan tersebut juga diperlukan mengingat kini tingkat konsumsi domestik cenderung melemah, meskipun inflasi domestik telah turun hingga di bawah kisaran target.
Namun, Katarina memperkirakan bahwa besaran pemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh BI akan lebih konservatif dibandingkan besaran pemangkasan suku bunga The Fed.
“Hal ini dilakukan untuk memperlebar selisih suku bunga dengan Amerika Serikat demi menjaga stabilitas rupiah. Hingga akhir 2025, pasar memperkirakan BI rate akan turun 100 basis poin (bps) dan suku bunga The Fed turun sebesar 150 bps,” ucapnya.
Walaupun terdapat sinyal positif penurunan suku bunga BI dan The Fed, ia mengimbau investor agar tetap memperhitungkan sejumlah faktor risiko.
Misalnya, kemungkinan eskalasi mendadak kondisi geopolitik dunia, khususnya di Timur Tengah, risiko resesi di Amerika Serikat, serta dampak kebijakan fiskal domestik dari pemerintahan baru.
Baca juga: MAMI prediksi penurunan suku bunga The Fed untungkan pasar modal Asia
Baca juga: MAMI sebut besar kemungkinan suku bunga The Fed turun pada September
Baca juga: Ekonom: Pasar perkirakan bunga Fed turun 75-100 bps di sisa tahun ini
Dalam acara MAMI Market Update: Wind of Change di Jakarta, Rabu, Katarina Setiawan mengatakan bahwa pihaknya memperkirakan posisi rupiah akan berada di kisaran Rp15.400 hingga 16.000 per dolar AS pada akhir tahun.
Ia menyatakan bahwa kestabilan nilai tukar rupiah tersebut merupakan dampak dari ekspektasi positif pasar akan adanya pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
“Perubahan ekspektasi The Fed di bulan Juli membuat tekanan terhadap rupiah mulai reda, dan investor asing mulai mencatat pembelian bersih di pasar saham dan obligasi (setelah tiga bulan berturut-turut mencatat penjualan bersih),” ujarnya.
Katarina menyampaikan bahwa tekanan terhadap rupiah yang mereda juga diindikasikan oleh rata-rata imbal hasil lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menurun.
Menurutnya, meredanya tekanan terhadap rupiah dan kembalinya arus dana asing ke pasar domestik dapat menjadi faktor pendukung bagi Bank Indonesia (BI) untuk turut memangkas suku bunganya.
Pemangkasan tersebut juga diperlukan mengingat kini tingkat konsumsi domestik cenderung melemah, meskipun inflasi domestik telah turun hingga di bawah kisaran target.
Namun, Katarina memperkirakan bahwa besaran pemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh BI akan lebih konservatif dibandingkan besaran pemangkasan suku bunga The Fed.
“Hal ini dilakukan untuk memperlebar selisih suku bunga dengan Amerika Serikat demi menjaga stabilitas rupiah. Hingga akhir 2025, pasar memperkirakan BI rate akan turun 100 basis poin (bps) dan suku bunga The Fed turun sebesar 150 bps,” ucapnya.
Walaupun terdapat sinyal positif penurunan suku bunga BI dan The Fed, ia mengimbau investor agar tetap memperhitungkan sejumlah faktor risiko.
Misalnya, kemungkinan eskalasi mendadak kondisi geopolitik dunia, khususnya di Timur Tengah, risiko resesi di Amerika Serikat, serta dampak kebijakan fiskal domestik dari pemerintahan baru.
Baca juga: MAMI prediksi penurunan suku bunga The Fed untungkan pasar modal Asia
Baca juga: MAMI sebut besar kemungkinan suku bunga The Fed turun pada September
Baca juga: Ekonom: Pasar perkirakan bunga Fed turun 75-100 bps di sisa tahun ini
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: