Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Badan Kesbangpol berharap Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menghargai kekhususan yang dimiliki Aceh dengan membebaskan peserta Paskibraka asal Aceh menggunakan hijab saat upacara berlangsung nantinya.

"Aceh punya kekhususan yang harus dihargai oleh semua pihak. Kami yakin, BPIP memahami hal tersebut, dimana ini merupakan bagian dari toleransi dan nilai-nilai Pancasila," kata Kabid Bina Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa Kesbangpol Aceh, Munarwansyah, di Banda Aceh, Rabu.

Dirinya juga meminta BPIP untuk konsisten dengan aturan awal, di mana anggota Paskibraka putri dibebaskan mengenakan hijab hingga tugas utama mereka pada 17 Agustus dilaksanakan.

"Harapan kita ya seperti itu, BPIP komit saja dengan aturan awal yang sudah ditetapkan," ujarnya.

Baca juga: Polemik jilbab BPIP diminta tinjau ulang SK standar pakaian Paskibraka

Sebagai informasi, Dzawata Maghfura Zuhri merupakan Paskibraka putri asal Aceh yang berkesempatan menjadi salah satu anggota pasukan pengibar bendera pusaka di hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kemudian, beredar informasi bahwa seluruh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) diharuskan melepas jilbab, termasuk delegasi asal Aceh.

Aturan ini berbeda dengan tahun lalu yang mengizinkan anggota Paskibraka perempuan mengenakan hijab.

Sementara itu, Kepala Kesbangpol Aceh, Dedy Yuswadi, memastikan anggota Paskibraka putri asal Aceh Dzawata Maghfura Zuhri yang sebelumnya tidak mengenakan jilbab saat acara pengukuhan pasukan Paskibraka di IKN telah mengenakan hijabnya kembali.

"Alhamdulillah, tadi pagi saat gladi resik Dzawata sudah mengenakan hijabnya kembali," kata Dedy.

Dalam kesempatan ini, Pj Gubernur Aceh, Bustami berharap semua pihak untuk menghargai kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

"Kita minta semua pihak menghargai kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam UU Pemerintahan Aceh," kata Bustami.

Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI asal Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menyatakan bahwa dugaan pemaksaan membuka hijab bagi Paskibraka merupakan kebijakan yang sangat diskriminatif.

"Tak ada toleransi untuk kebijakan semacam itu (diskriminatif) di Indonesia yang mayoritas masyarakat nya Islam," kata Illiza.

Karena itu, dirinya mendesak Menpora, Dito Ariotedjo untuk mengusut tuntas dugaan paksaan membuka hijab bagi Paskibraka.

Ia mengaku juga sudah berkomunikasi langsung dengan Menpora, dan mempertanyakan kebenaran dugaan paksaan membuka hijab tersebut.

"Sudah saya hubungi Menpora, mas Dito sedang cek kebenaran pemberitaan Paskibraka putri dipaksa buka hijab," demikian Illiza.