Warga Tatar Krimea akan tentukan pilihan ikut Ukraina atau Rusia
26 Maret 2014 07:38 WIB
Seorang perempuan berjalan melewati poster seruan turut memberikan suara dalam referendum Krimea pada 16 Maret 2014 untuk menentukan pilihan untuk bergabung dengan Rusia atau Ukraina. Setelah referendum itu, Krimea menyatakan bergabung dengan Rusia. (REUTERS)
Simferopol, Krimea (ANTARA News) - Warga Tatar, penduduk asli Krimea, sedang mempertimbangkan untuk melakukan referendum sendiri mengenai apakah mereka akan menjadi bagian dari Ukraina atau Rusia, kata pemimpin minoritas Muslim Tatar Krimea, Refat Chubarov.
Chubarov, ketua majelis utama Tatar Krimea, mengatakan kepada Reuters pada Selasa (25/3) bahwa 250 anggota badan itu akan mengadakan rapat pada Sabtu guna memperdebatkan masa depan komunitas yang meliputi 300.000 orang itu pada saat pencapolokan Krimea oleh Rusia.
"Dalam kurun waktu tiga minggu kami telah menemukan diri kami sendiri dalam situasi de facto yang sama sekali beda," kata Chubarov dalam satu wawancara.
"Warga Tatar Krimea seharusnya menentukan masa depan mereka sendiri. Tak seorang pun bertanya kepada kami, warga Tatar Krimea ... dalam kondisi apa kami ingin hidup," kata dia.
"Kami akan melihat pilihan untuk mengadakan referendum sendiri."
Warga Tatar Krimea sangat curiga pemerintah Rusia akan mengikuti langkah penguasa Soviet tahun 1944 dengan melakukan deportasi massal terhadap leluhur mereka ke Asia Tengah.
Warga Tatar yang keturunan Turki dan beraliran muslim Sunni mulai kembali ke Krimea dua dekade lalu dan jumlah mereka sekitar 15 persen dari dua juta penduduk di semenanjung itu. Mereka berjanji akan setia kepada Ukraina.
Penguasa baru Krimea yang didukung Moskow, sepertinya siap menghadapi tantangan dari dalam atas referendum di semenanjung itu untuk bergabung dengan Rusia bulan ini.
Chubarov (57) tak menggubris referendum 16 Maret yang diboikot oleh warga Tatar, dan menyebut langkah itu dilaksanakan di bawah todongan senjata dengan bantuan tentara Rusia.
Ketika mencaplok Krimea, Moskow menyebut hak orang-orang untuk menentukan nasib sendiri. Chubarov, seorang ali sejarah, mengatakan hal sama hendaknya berlaku bagi warga Tatar.
"Kami lebih sedikit dari etnis Rusia dan etnis Ukraina, tapi ini tanah kami, kami tidak punya tempat lain di luar Krimea," kata Chubarov.
Chubarov lahir di Uzbekistan, tempat orangtuanya dideportasi saat anak-anak. Keluarganya kembali ke Krimea tahun 1968 sebagai bagian dari kelompok kecil Tatar yang diijinkan kembali oleh otoritas Soviet di bawah tekanan internasional.
Warga Tatar Krimea tersebar di Semenanjung Laut Hitam dengan konsentrasi lebih banyak di kota bersejarah Bakhchisaray, dan beberapa distrik di Simferopol, ibu kota provinsi itu.
Chubarov mengatakan dia takut warga Tatar mungkin mencari paspor Rusia untuk menghindari kesusahan-kesusahan, kendati undang-undang Ukraina tak mengizinkan dwi kewarganegaraan.
"Orang-orang mungkin dipaksa menjadi warga negara negara itu karena situasi yang memaksa mereka, dan juga menjadi warga negara yang tak dapat membela mereka," kata dia.
(Uu.M016)
Chubarov, ketua majelis utama Tatar Krimea, mengatakan kepada Reuters pada Selasa (25/3) bahwa 250 anggota badan itu akan mengadakan rapat pada Sabtu guna memperdebatkan masa depan komunitas yang meliputi 300.000 orang itu pada saat pencapolokan Krimea oleh Rusia.
"Dalam kurun waktu tiga minggu kami telah menemukan diri kami sendiri dalam situasi de facto yang sama sekali beda," kata Chubarov dalam satu wawancara.
"Warga Tatar Krimea seharusnya menentukan masa depan mereka sendiri. Tak seorang pun bertanya kepada kami, warga Tatar Krimea ... dalam kondisi apa kami ingin hidup," kata dia.
"Kami akan melihat pilihan untuk mengadakan referendum sendiri."
Warga Tatar Krimea sangat curiga pemerintah Rusia akan mengikuti langkah penguasa Soviet tahun 1944 dengan melakukan deportasi massal terhadap leluhur mereka ke Asia Tengah.
Warga Tatar yang keturunan Turki dan beraliran muslim Sunni mulai kembali ke Krimea dua dekade lalu dan jumlah mereka sekitar 15 persen dari dua juta penduduk di semenanjung itu. Mereka berjanji akan setia kepada Ukraina.
Penguasa baru Krimea yang didukung Moskow, sepertinya siap menghadapi tantangan dari dalam atas referendum di semenanjung itu untuk bergabung dengan Rusia bulan ini.
Chubarov (57) tak menggubris referendum 16 Maret yang diboikot oleh warga Tatar, dan menyebut langkah itu dilaksanakan di bawah todongan senjata dengan bantuan tentara Rusia.
Ketika mencaplok Krimea, Moskow menyebut hak orang-orang untuk menentukan nasib sendiri. Chubarov, seorang ali sejarah, mengatakan hal sama hendaknya berlaku bagi warga Tatar.
"Kami lebih sedikit dari etnis Rusia dan etnis Ukraina, tapi ini tanah kami, kami tidak punya tempat lain di luar Krimea," kata Chubarov.
Chubarov lahir di Uzbekistan, tempat orangtuanya dideportasi saat anak-anak. Keluarganya kembali ke Krimea tahun 1968 sebagai bagian dari kelompok kecil Tatar yang diijinkan kembali oleh otoritas Soviet di bawah tekanan internasional.
Warga Tatar Krimea tersebar di Semenanjung Laut Hitam dengan konsentrasi lebih banyak di kota bersejarah Bakhchisaray, dan beberapa distrik di Simferopol, ibu kota provinsi itu.
Chubarov mengatakan dia takut warga Tatar mungkin mencari paspor Rusia untuk menghindari kesusahan-kesusahan, kendati undang-undang Ukraina tak mengizinkan dwi kewarganegaraan.
"Orang-orang mungkin dipaksa menjadi warga negara negara itu karena situasi yang memaksa mereka, dan juga menjadi warga negara yang tak dapat membela mereka," kata dia.
(Uu.M016)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: