Jakarta (ANTARA News) - Uang pengganti atau "diyat" untuk membebaskan tenaga kerja wanita Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi, masih kurang Rp10 miliar dari yang diminta keluarga korban Rp21 miliar, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Linda Gumelar.

"Baru terkumpul Rp11 miliar, berarti kurang sekitar Rp10 miliar lagi," kata Linda di sela-sela Pergelaran Seni Budaya Antipenyalahgunaan Narkoba di Jakarta, Selasa.

Linda mengatakan saat ini pemerintah masih bernegosiasi dengan keluarga korban terkait pembayaran "diyat" tersebut.

"Masih dilakukan negosiasi terkait permintaan keluarga korban di sana," katanya.

Dia mengatakan negosiasi masih terus dilakukan karena uang yang diminta terlampau tinggi dan uang tebusan tersebut berasal dari APBN.

"Kita terus koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri juga dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari 2009, kasus ini sudah diupayakan," katanya.

Linda mengatakan pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk bernegosiasi sebelum 3 April 2014 yang merupakan batas jatuhnya keputusan terakhir.

"Perlu ketahui juga salah satu bentuk perlindungan bantuan pemerintah terhadap proses keadaan hukum yang dialamai individu itu, yang terkena hukum negara tersebut. Hal ini yang perlu kita pahami bersama," katanya.

Dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak pesimistis karena banyak pihak yang membantu, terutama dari lembaga swadaya masyarakat di dalam negeri maupun di luar negeri.

"Kita apresiasi, persoalan hukum yang dihadapi ini kan individu dan pemerintah memberikan bantuan, sama di sini juga kalau individu itu melanggar hukum berhadapan dengan hukum di sini, kita juga menghormati proses hukum di sana (Arab Saudi)," katanya.

Satinah terancam hukuman mati pada 3 April 2014. Ia didakwa membunuh majikan dan mengambil hartanya.

Ia juga telah mengakui perbuatannya di pengadilan Arab Saudi. Ia telah dipenjara sejak 2009 dan telah mengalami tiga kali penangguhan hukuman mati. Keluarga korban minta tebusan setara Rp21 miliar.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan upaya banding hingga surat Presiden Yudhoyono kepada Raja Saudi sudah dilakukan dan menghasilkan pengampunan dari Raja.

Namun sesuai dengan aturan hukum di Saudi, pengampunan dari pihak keluarga merupakan kunci yang penting agar warga negara Indonesia itu lepas dari hukuman mati.

"Raja Saudi sebenarnya telah memberikan pemaafan pada yang bersangkutan, tetapi di Saudi Arabia yang berlaku adalah pemaafan dari keluarga korban. Ini yang menjadi kendala utama, pemerintah sudah beri ampunan, namun (harus melalui) 100 persen (pengampunan) dari keluarga korban," katanya.

Tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani masalah hukum yang dialami warga negara Indonesia di Saudi Arabia, juga berulangkali menemui keluarga korban dan membicarakan masalah uang pengganti atau diyat, namun angka yang diajukan pihak keluarga dinilai tidak masuk akal.

"Secara tradisional, permintaan diyat, sekitar harga 100 hingga 150 ekor unta kalau kita perhitungkan sekitar Rp1,5 sampai Rp2 miliar itu angka-angka secara konvensi atau adat," kata Djoko. (J010/T007)