Surabaya (ANTARA News) - Ketua Bidang SDM dan Litbang Komisi Yudisial (KY), Dr Jaja Ahmad Jayus SH MHum, menyatakan empat dari delapan hakim selingkuh yang dikenai sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dari Mahkamah Agung dan KY, berasal dari Jawa Timur.
"Ada delapan hakim selingkuh yang dikenai sanksi dalam sidang MKH yakni empat hakim dipecat, seorang hakim dikenai non-palu, dan tiga hakim lainnya sanksi ringan," katanya di sela-sela studium general di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa.
Ia menjelaskan dari delapan hakim selingkuh itu tercatat empat hakim berasal dari Jatim, namun tiga hakim bertugas di Jatim dan seorang hakim asal Jatim yang bertugas di Samarinda.
"Saat ini, MKH juga memproses dua hakim lain dalam kasus yang sama (hakim selingkuh), tapi keduanya bukan berasal dari Jatim," katanya, didampingi Humas UIN Sunan Ampel Surabaya, Hasbullah.
Menurut dia, kenakalan hakim itu sebagian merupakan peristiwa yang sudah berlangsung 12 tahun silam, namun akhirnya dapat dibongkar melalui penyelidikan oleh tim investigasi dari MKH.
"Ya, tim itu mirip intelijen yang melakukan pemeriksaan ulang kepada masyarakat di daerah asal hakim, terutama masyarakat yang mungkin berseberangan dengan hakim dimaksud," katanya.
iPod Hakim
Tentang adanya hakim nakal, meski KY sudah melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi melalui MKH, Jaja Ahmad Jayus mengatakan apa yang dilakukan KY bukan berarti tidak ada pengaruhnya, sebab hakim nakal terbukti semakin berkurang.
"Kunjungan terakhir saya di Singkawang (Kalbar), Jambi, dan Sulawesi menunjukkan para hakim mulai berhati-hati untuk berbuat nakal, bahkan saya sudah menegaskan bahwa gaji hakim sekarang hingga pensiun masih lebih besar daripada suap yang hanya puluhan atau ratusan juta," katanya.
Ditanya tentang puluhan hakim agung dan hakim di lingkungan Mahkamah Agung (MA) yang menerima iPod dari resepsi pernikahan anak Sekretaris MA Nurhadi, ia mengatakan hal itu harus dilaporkan ke KPK.
"Itu harus dilaporkan ke KPK. Nanti, KPK akan menghitung nilai-nya. Seingat saya ada nilai minimal gratifikasi versi KPK. Kalau harga iPod itu tidak sampai satu juta, maka akan dikembalikan ke pemiliknya, tapi kalau lebih, maka nilai lebih itulah yang masuk kas negara," katanya.
Namun, ia mengatakan di lingkungan KY mengatur nilai minimal gratifikasi adalah Rp500 ribu. "Artinya, setiap hakim KY harus melapor ke KPK. Kalau nilainya tidak melebihi Rp500 ribu akan dikembalikan kepada pemiliknya, tapi hal itu sudah tercatat di KPK," katanya.
Dalam "studium general" yang juga menampilkan pakar hukum Unair Dr M Hadi Subhan SH MH CN itu, komisioner KY Jaja Ahmad Jayus menyampaikan dua alasan pembentukan KY yakni tuntutan masyarakat terkait citra hakim dan perbaikan kualitas sistem peradilan. (*)
Empat dari delapan hakim selingkuh dipecat
25 Maret 2014 20:36 WIB
Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH, MHum (www.komisiyudisial.go.id)
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: