Tokyo (ANTARA News) - Chairperson Panasonic Gobel Group, Rahmat Gobel, mengatakan, Indonesia telah menunjukkan daya tahan mengagumkan terhadap krisis keuangan yang menerpa perekonomian global maupun regional.

"Secara ekonomi, Indonesia telah menunjukkan daya tahan yang mengagumkan sejak krisis keuangan Asia," kata dia, dalam sambutannya saat menerima anugerah gelar doctor honoris causa dari Universitas Chuo, di Tokyo, Senin. Dia adalah orang ke-12 yang mendapat doctor honoris causa dari Universitas Chuo.


Dia menerima gelar kehormatan itu atas jasanya terhadap pengembangan SDM Indonesia. Pemberian gelar tersebut dibuka Rektor Universitas Chio, Tadahiko Fukuhara, dengan hadirin Yusron Ihza Mahendra, mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, mantan Menteri Perhubungan, Jusman SD, pengamat politik, Fachry Ali serta sejumlah pimpinan media.

Bahkan di tengah gonjang-ganjing krisis keuangan global pada 2009, PDB Indonesia masih bisa tumbuh 5,6 persen dan terus meningkat menjadi 6,5 persen pada 2011.

Tingkat kepercayaan terhadap Indonesia di tengah perekonomian global juga meningkat secara signifikan dalam tahun-tahun terakhir. Investasi asing langsung (foreign direct investment) juga naik tiga kali lipat sejak 2005 dan mencapai rekor 25,7 miliar dolar Amerika Serikat, pada 2013.

"Tumbuhnya kepercayaan investor asing juga didukung perkembangan-perkembangan positif seperti diterimanya RUU Reformasi Agraria yang akan membantu mempermudah pembebasan tanah untuk proyek-proyek infrastruktur," kata Gobel.

Namun, kata dia, di tengah perkembangan-perkembangan positif itu, Indonesia masih saja punya beberapa persoalan serius.

"Peningkatan pendapatan perkapita riil satu dekade terakhir hampir tidak dapat mengimbangi devaluasi rupiah. Tingkat pengangguran Indonesia masih di atas angka pengangguran sebelum krisis 1997 dan yang tertinggi di wilayah ini," katanya.

Menurut dia, karena pertumbuhan produktivitas kerja tidak cukup cepat untuk mendukung transisi memadai ke sektor formal, lebih dari 60 persen pekerja Indonesia masih bekerja di sektor informal.

"Kedua, Indonesia berjuang dengan daya saing yang buruk, baik pada perekonomian domestik maupun eksternal. Menurut riset Doing Business oleh Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat sekitar 30 persentil bersama India dan Filipina," tuturnya.

Dia menambahkan pangsa pasar indonesia dibandingkan dengan total ekspor Asia juga menurun tajam dalam tiga puluh tahun terakhir karena negara gagal mengimbangi kompetisi ekspor yang kian intensif dengan para pemain regional lainnya.

"Keadaan infrastruktur Indonesia yang buruk, warisan yang menyakitkan dari tahun-tahun kekurangan investasi, juga terus menjadi perintang terbesar bagi kemajuan," ujarnya.

Dia mengatakan bentang jalan di Indonesia tidak bisa mengimbangi ledakan jumlah kendaraan, suplai listrik tetap buruk dengan aliran listrik yang sering padam dan akses air bersih masih jauh di bawah rata-rata regional.

Selain itu, indeks-indeks global, di antaranya World Bank Logistics Performance Index masih terus menyoroti kekurangan kapasitas di bandara dan pelabuhan laut yang kini telah terpakai penuh.

"Tingkat investasi publik maupun swasta dalam hal infrastruktur mendekati 3,5 persen dari PDB, lebih rendah daripada rata-rata sebelum krisis yang mencapai 5 persen hingga 6 persen," katanya.