Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah berusaha melakukan negosiasi dengan keluarga korban soal diat--denda yang harus dibayar karena melukai atau membunuh-- bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) Satinah, yang divonis hukuman mati di Arab Saudi dalam kasus pembunuhan.

Saat menyampaikan keterangan pers di pesawat kepresidenan yang sedang menuju Yogyakarta, Senin, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan sejak awal kasus Satinah masuk proses hukum, pemerintah sudah membentuk tim untuk menangani masalah itu.

"Pemerintah Indonesia sudah sejak kasus itu ditangani oleh pemerintah Saudi dan diputus untuk hukuman mati telah melaksanakan banyak kegiatan untuk melobi baik kepada pemerintah maupun keluarga korban," katanya.

Menurut Djoko, pemerintah sudah berupaya mengajukan banding dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengirim surat kepada Raja Saudi serta memperoleh pengampunan dari Raja untuk Sutinah.

"Raja Saudi sebenarnya telah memberikan pemaafan pada yang bersangkutan, tetapi di Saudi Arabia yang berlaku adalah pemaafan dari keluarga korban. Ini yang menjadi kendala utama," katanya.

Ia mengatakan, pengadilan di Saudi Arabia memutuskan bahwa Sutinah terbukti melakukan pembunuhan dan perampokan terhadap majikannya.

Pemerintah sekarang sedang berusaha agar dia tidak harus menjalani hukuman mati.

Tim pemerintah yang menangani masalah hukum yang dialami warga negara Indonesia di Saudi Arabia berulangkali telah menemui keluarga korban dan membicarakan uang pengganti atau diat.

"Secara tradisional, permintaan diat sekitar harga 100 hingga 150 ekor unta kalau kita perhitungkan sekitar Rp1,5 sampai Rp2 miliar itu angka-angka secara konvensi atau adat," kata Djoko.

Pemerintah pernah memenuhi pembayaran diat dalam kasus Sadinem.

Namun dalam proses negosiasi dalam kasus Satinah, keluarga korban meminta diat Rp25 miliar.

"Namun upaya pemerintah terus dilakukan jadi terkait dengan kegiaatan itu kita masih utus dari Kemlu, (juga) dari Pak Maftuh yang dari awal mengurus masalah ini untuk datang kembali ke pihak keluarga untuk negosiasi, karena tidak mungkin dan masuk akal meminta tebusan Rp25 miliar," katanya.