Ukraina tutup perbatasan dengan Krimea
24 Maret 2014 08:07 WIB
Tentara Ukraina (kedua kiri) berjabat tangan dengan seorang tentara yang dipercaya berasal dari Rusia, di pangkalan militer Ukraina di desa Perevalnoye dekat Simferopol, Krimea, Senin (10/3). (REUTERS/David Mdzinarishvili )
Moskow (ANTARA News) - Pasukan penjaga perbatasan Ukraina menutup gerbang keluar dari Republik Krimea, kata pemerintah setempat Sabtu (22/3).
Kantor Distrik Federal Krimea yang dibentuk oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat mengatakan bahwa bahkan pegawai Ukraina yang ingin meninggalkan Krimea pun tidak bisa menyeberangi perbatasan, demikian menurut kantor berita RIA Novosti.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, hanya 2.000 dari 18.000 tentara Ukraina di Krimea yang memutuskan untuk meninggalkan semenanjung.
"Tujuan yang jelas dari provokasi ini adalah untuk menuduh otoritas Krimea tidak membiarkan orang keluar dan menciptakan ketegangan di daerah perbatasan," kata kantor Distrik Federal Krimea.
Putin menandatangani sebuah dekrit pada Jumat guna meratifikasi perjanjian untuk reunifikasi Semenanjung Krimean dengan Rusia.
Para pemimpin di republik yang didominasi etnis-Rusia itu menolak untuk mengakui legitimasi pemerintah di Kiev yang berkuasa di tengah protes-protes dengan kekerasan bulan lalu, alih-alih mengupayakan reunifikasi dengan Rusia.
(Uu.H-AK)
Kantor Distrik Federal Krimea yang dibentuk oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat mengatakan bahwa bahkan pegawai Ukraina yang ingin meninggalkan Krimea pun tidak bisa menyeberangi perbatasan, demikian menurut kantor berita RIA Novosti.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, hanya 2.000 dari 18.000 tentara Ukraina di Krimea yang memutuskan untuk meninggalkan semenanjung.
"Tujuan yang jelas dari provokasi ini adalah untuk menuduh otoritas Krimea tidak membiarkan orang keluar dan menciptakan ketegangan di daerah perbatasan," kata kantor Distrik Federal Krimea.
Putin menandatangani sebuah dekrit pada Jumat guna meratifikasi perjanjian untuk reunifikasi Semenanjung Krimean dengan Rusia.
Para pemimpin di republik yang didominasi etnis-Rusia itu menolak untuk mengakui legitimasi pemerintah di Kiev yang berkuasa di tengah protes-protes dengan kekerasan bulan lalu, alih-alih mengupayakan reunifikasi dengan Rusia.
(Uu.H-AK)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: