Cirebon (ANTARA) - Di Desa Citemu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terdapat seorang penyair yang tak biasa. Bukan dengan kata-kata ia merangkai makna, melainkan dengan goresan warna.

Dialah Supardan, seorang warga yang sering menuangkan imajinasinya dalam bentuk lukisan. Biasanya objek gambarnya berkaitan dengan keindahan laut dan segala isinya.

Supardan bukanlah maestro seni ataupun pelukis tersohor. Dia hanyalah nelayan sederhana dari Desa Citemu yang saban harinya pergi melaut untuk menangkap ikan supaya dapur di rumahnya tetap mengepul.

Selain berlayar untuk mendulang rezeki, pria ini sering mencari inspirasi di balik birunya samudra.

Ombak laut yang bergulung, ikan-ikan di perairan, hingga terumbu karang selalu dijadikannya sebagai objek lukisan.

Berkat keahlian ini pula, Supardan beberapa kali menerima orderan untuk melukis perahu baru milik nelayan lain. Keterampilannya juga tersalurkan pada dinding sepanjang 100 meter berada di tepian muara desanya.

Pengendara motor yang mengambil dokumentasi foto pada lukisan mural di Kampung Nelayan Citemu, Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Tembok tersebut menampilkan beberapa mural yang dibuat oleh sejumlah warga, termasuk Supardan.

Adapun proses pembuatan mural ini dilakukan pada 2023. Kala itu Supardan dan belasan warga lain bahu-membahu menggoreskan tinta berwarna-warni untuk mempercantik desanya dengan lukisan bertemakan kelautan.
Lukisan mural yang dilukis warga setempat untuk mempercantik lingkungan Kampung Nelayan Citemu di Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
“Citemu ini adalah kampung nelayan yang berada di pesisir. Jadi tema yang diangkat (pada lukisan mural), tentang kelautan dan kehidupan nelayan,” ujarnya.

Tak hanya itu, wajah para presiden Indonesia dari Soekarno hingga Joko Widodo turut digambarkan di dinding tersebut. Tujuannya sebagai bentuk edukasi sejarah bagi anak-anak di Desa Citemu.

Melalui muralnya, Supardan mencoba mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih peduli terhadap kelestarian di wilayah perairan.
Revitalisasi kampung nelayan

Dulu, kampung nelayan Citemu dikenal kumuh dan jauh dari kesan estetis. Namun, kawasan ini sekarang mengalami metamorfosis yang menakjubkan setelah direvitalisasi.

Bukan hanya Supardan yang terlibat, melainkan hampir sebagian besar warga ikut diberdayakan dalam revitalisasi ini.

Semua bermula saat desa di timur Cirebon ini, terpilih sebagai salah satu daerah yang mendapatkan bantuan penataan kawasan melalui program Kampung Nelayan Maju (Kalaju) dari Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) pada 2023.

Dengan kucuran dana sebesar Rp600 juta dari program itu, masyarakat Citemu bergotong royong untuk mempersolek wajah kampungnya.

Bangsal nelayan yang semula kusam disulap menjadi tempat pertemuan yang nyaman. Sandaran perahu sepanjang 75 meter juga dibangun untuk mempercantik tepi laut.
Sejumlah kapal berukuran kecil saat bersandar di muara Kampung Nelayan Citemu, Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Bahkan, sebuah maskot perahu unik dipasang di atas gapura desa untuk dijadikan sebagai simbol baru bagi kampung nelayan ini.

"Dulu, kami hanya bermimpi memiliki kampung nelayan yang bersih dan indah. Berkat program Kalaju, mimpi itu kini menjadi kenyataan," ujar Lukman Nurhakim, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu.

Transformasi Citemu tidak berhenti sampai di situ. Kampung nelayan ini sedang mengembangkan beberapa destinasi wisata yang menarik.

Pembangunan Jondol Bahari di ujung muara, serta pelestarian hutan bakau tengah diupayakan sebagai daya tarik tambahan guna memikat minat wisatawan untuk bertandang ke kampung nelayan.

Selain itu, masyarakat di Desa Citemu sering mengadakan kegiatan sedekah laut atau istilah lokalnya disebut nadran.

Tradisi yang masih lestari ini dijadikan atraksi sekaligus menjadi bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil tangkapan ikan yang melimpah setiap tahun.
Pemberdayaan

Revitalisasi kampung nelayan Citemu melalui Kalaju merupakan salah satu program unggulan dari Pemerintah Pusat, khususnya KKP pada tahun lalu.

Program ini digulirkan untuk meningkatkan kehidupan para nelayan dan mendorong kemajuan di sektor perikanan, termasuk Cirebon, karena memiliki potensi yang menjanjikan.
Sejumlah ibu-ibu saat melakukan pengolahan kerang hijau di Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Secara geografis, Kabupaten Cirebon terletak di pesisir utara Jawa Barat dan memiliki garis pantai yang membentang sepanjang 78 km.

Sektor perikanan tangkap dan budi daya di daerah ini menyimpan potensi besar untuk berkembang pesat. Terlebih lagi, laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cirebon menegaskan peluang tersebut.

Selama tahun 2023, produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon tercatat pada angka 38.028,58 ton, meski sedikit menurun dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 38.983,11 ton.

Sebaliknya, sektor perikanan budi daya mengalami lonjakan mencolok, dengan produksi pada 2023 sebanyak 42.878,15 ton, meningkat tajam dari capaian 17.714,49 ton di tahun 2022.

Perkembangan positif juga tampak pada sektor ekspor. Sepanjang tahun 2023, Cirebon mencatat 950 kali ekspor produk perikanan yang dikirim ke berbagai negara di Asia Timur, Thailand, Singapura, hingga Amerika Serikat.

Pada dasarnya Cirebon memiliki potensi perikanan yang mengesankan, namun belum bisa digali secara optimal. Oleh sebab itu diperlukan program pemberdayaan yang fokus untuk meningkatkan kapasitas para nelayan.

Di kawasan pesisir Cirebon, sekitar 17 ribu warga menggantungkan hidup dengan berprofesi sebagai nelayan yang sebagian besarnya mengoperasikan kapal berukuran di bawah 10 gross tonnage (GT).

Salah satu langkah pemberdayaan yang signifikan adalah penyelenggaraan program pelatihan. Pada 2023, sebanyak 30 nelayan di Cirebon mengikuti pelatihan intensif tentang perizinan perikanan serta penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Pelatihan ini bertujuan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan mereka ketika melaut, mengingat profesi nelayan yang cukup rentan.

Program pemberdayaan tidak hanya berfokus pada pelatihan, tetapi juga pada peningkatan kelembagaan koperasi di desa-desa nelayan.

Tujuh tempat pelelangan ikan (TPI) di Cirebon juga dioperasikan untuk menunjang pengembangan perikanan berkelanjutan sehingga hasil tangkapan nelayan dapat diperdagangkan lebih efisien.

Selain nelayan, program pemberdayaan ini menyasar ke para pengusaha kecil hingga petambak ikan.

Sebagai contoh Kelompok Petambak Jatiwaluyo di Desa Jatimerta, Cirebon, mendapatkan kesempatan untuk menerapkan budi daya ikan bandeng melalui model klaster.
Pekerja saat melakukan panen ikan bandeng di lahan tambak di Desa Jatimerta, Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Program ini mengedepankan budi daya ikan bandeng yang ramah lingkungan di Desa Jatimerta. Sejak tahun 2023, kelompok petambak tersebut terlibat dalam program ini.

Ketua Petambak Jatiwaluyo Elang Rohadi menceritakan kelompoknya memperoleh bantuan berupa 250.000 ekor benih ikan bandeng, tiga jenis pakan ikan seberat 25.100 kg, serta 80 sak pupuk untuk menyuburkan tanah tambak.

Dengan dukungan dari Balai Perikanan Budi Daya Air Payau (BPAP) Situbondo, setiap anggota kelompoknya sudah dibekali keterampilan budi daya bandeng berkualitas berdasarkan kaidah kaidah Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

Berkat program ini, Kelompok Petambak Jatiwaluyo bisa melakukan panen perdana bandeng dengan bobot lumayan berat yakni berkisar 2--4 kg/ekor.

Sebenarnya, pria asal Cirebon ini sudah berpengalaman dalam budi daya air payau dan menghadapi berbagai tantangan di masa lalu, seperti biaya produksi tinggi untuk benih maupun pakan ikan.

Untuk budi daya bandeng, kelompoknya memerlukan 10 ribu benih dan satu ton pakan per hektare, dengan biaya minimal Rp10 juta.

Salinitas air yang tinggi dan sebaran benih yang tidak merata sering menghambat pertumbuhan ikan dan menurunkan hasil panen.

Namun, setelah mengikuti program dari KKP ini, Rohadi optimistis dapat mengatasi masalah tersebut dan meningkatkan hasil budi daya ikan bandeng.
Sektor perikanan ramah lingkungan

Berjarak sekitar 42 km dari Jatimerta, di Desa Ambulu, Cirebon, terdapat puluhan nelayan yang masih setia menggunakan mesin konversi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG).

Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Rajungan Jaya Ambulu Samsur menuturkan mesin konversi ini, diperoleh nelayan melalui program pemerintah pusat yang dimulai sejak 2016.

Puluhan perahu nelayan yang bersandar di Desa Ambulu, Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Awalnya, setiap KUB di Desa Ambulu dan desa sekitarnya menerima bantuan untuk persediaan gas, dengan alokasi sekitar 800 hingga 1.600 tabung per bulan.

Lambat laun, para nelayan di desa tersebut merasakan manfaat signifikan dari program ini. Sebab, untuk perjalanan melaut dengan jarak lebih dari 17 km biasanya diperlukan empat liter bensin.

Sementara dengan BBG hanya diperlukan satu tabung gas dapat bertahan beberapa hari untuk jarak yang sama.

Program tersebut memang diterapkan untuk meningkatkan perekonomian nelayan dengan mengurangi ongkos melaut. Penggunaan BBG juga dinilai lebih ramah lingkungan daripada pemakaian BBM.

Terkait dengan sektor perikanan ramah lingkungan, sejatinya Pemerintah Kabupaten Cirebon sudah menerapkan skema tersebut.

Skema ini diimplementasikan lewat

program penangkapan ikan ramah lingkungan, dengan menyalurkan bantuan alat tangkap seperti bubu rajungan dan jaring udang (trammel net) kepada nelayan.

Sejak 2019 hingga sekarang, sekitar 25 paket alat tangkap ramah lingkungan sudah diserahkan kepada KUB Nelayan di Kabupaten Cirebon yang terdaftar dalam sistem milik KKP.

Bantuan ini diberikan setelah nelayan mengajukan usulan terkait sarana yang dibutuhkan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Jika usulan disetujui, pengadaan alat tangkap ikan ramah lingkungan tersebut akan dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Masyarakat saat hendak membeli komoditas perikanan di Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
pelaksanaan program tersebut bertujuan meningkatkan hasil tangkapan nelayan, mengurangi kerusakan terumbu karang, dan memperbaiki sumber daya perairan.

Selain itu, Pemkab Cirebon meluncurkan program rehabilitasi perairan dengan membangun fish apartment atau rumah ikan untuk menciptakan tempat berkembang biak bagi ikan.

Uji coba pertama dilakukan di kawasan Ender seluas 1 hektare, dengan fish apartment berisi 50 koloni yang terbuat dari polipropilena dan cor beton dengan tinggi 2,5 meter.

Keberadaan fasilitas ini, pada akhirnya bisa memperbaiki kondisi perairan pada kawasan tersebut secara bertahap dan mendukung keanekaragaman biota laut.
Meningkatkan konsumsi ikan

Sementara upaya pelestarian ekosistem sedang berjalan, strategi untuk mendongkrak tingkat konsumsi ikan pun menjadi fokus perhatian.

Data BPS menunjukkan bahwa konsumsi protein ikan di Indonesia kini baru mencapai 62,3 gram per kapita per hari, jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam yang mencapai 94 gram.

KKP berkomitmen bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan angka ini. Misalnya dengan menjalankan kampanye makan ikan berkelanjutan di Cirebon.
Komoditas perikanan di Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo menawarkan tiga cara untuk meningkatkan konsumsi ikan yakni mengajak masyarakat menyantap ikan segar, makanan olahan ikan dan mencicipi produk hidrolisat protein ikan.

KKP menekankan pentingnya konsumsi ikan untuk kesehatan, karena ikan kaya akan omega-3 dan vitamin. Kandungan lemak tidak jenuh pada daging ikan juga sangat baik bagi tubuh bila dikonsumsi setiap hari.

Peningkatan konsumsi ikan diharapkan memberikan dampak positif pada ekonomi lokal di Cirebon.

Saat ini terdapat 13,2 juta rumah tangga di Jawa Barat. Jika sebagian besarnya menyisihkan Rp150 ribu per bulan untuk membeli ikan, sirkulasi uang akan mencapai sekitar Rp12 triliun, yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan.

Kombinasi pemberdayaan nelayan dan pelestarian lingkungan membentuk fondasi kokoh bagi kemajuan sektor perikanan, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan menciptakan masa depan yang lebih bagi masyarakat pesisir.

Editor: Achmad Zaenal M