Pemimpin Prancis, Jerman, Inggris dorong deeskalasi ketegangan Timteng
12 Agustus 2024 21:36 WIB
Arsip foto - Presiden Amerika Serikat Joe Biden (kanan) berbincang dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) dan Kanselir Jerman Olaf Scholz (kiri) sebelum acara pembukaan KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). MEDIA CENTER G20 INDONESIA/Prasetyo Utomo/aww.
Jakarta (ANTARA) - Pemimpin Prancis, Jerman, dan Inggris bersama-sama mendesak seluruh pihak yang berkonflik di Timur Tengah untuk mencegah eskalasi ketegangan dan berusaha memulihkan kestabilan kawasan, serta berjanji akan terus berperan dalam upaya tersebut.
Desakan tersebut disampaikan dalam bentuk pernyataan bersama oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
“Kami amat khawatir akan meningkatnya ketegangan di kawasan, dan kami bersatu dalam komitmen mewujudkan de-eskalasi dan kestabilan kawasan,” demikian pernyataan bersama tersebut, sebagaimana disiarkan melalui media sosial resmi PM Inggris di X, Senin.
Mereka memuji kerja tanpa henti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat dalam mengupayakan gencatan senjata dan pembebasan sandera serta pernyataan bersama Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad al Thani, dan Presiden AS Joe Biden beberapa waktu yang lalu yang mendorong dimulainya kembali negosiasi.
“Kami sepakat tak boleh ada penundaan lagi,” ucap ketiga pemimpin itu.
Macron, Scholz, dan Starmer pun menegaskan bahwa peperangan di Jalur Gaza harus segera diakhiri dan semua sandera yang masih ditahan harus segera dibebaskan.
“Rakyat Gaza amat memerlukan pengantaran dan penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa halangan apapun,” ucap mereka.
Selain itu, ketiga pemimpin itu mendesak Iran dan sekutunya mengurungkan niat melancarkan serangan balasan yang menurut mereka semakin meningkatkan ketegangan kawasan dan menutup pintu untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab menghancurkan peluang mencapai kedamaian dan stabilitas Timteng akan mendapatkan konsekuensinya, kata mereka.
“Tak boleh ada negara atau bangsa yang diuntungkan dari eskalasi yang memburuk di Timur Tengah,” kata ketiga pemimpin tersebut dalam pernyataan bersama mereka.
Tensi kawasan Timur Tengah semakin meningkat usai pembunuhan petinggi politik Hamas Ismail Haniyeh pada 31 Juli di Teheran, Iran, serta pembunuhan komandan senior Hizbullah Fuad Shukr pada 30 Juli di Beirut, Lebanon.
Kedua organisasi tersebut berjanji akan membalas serangan yang mereka tuduh dilakukan oleh Israel tersebut.
Eskalasi tersebut terjadi di tengah agresi Israel yang tak kunjung berhenti di Jalur Gaza yang menewaskan hampir 39,800 orang atau setara dengan 1,8 persen populasi Gaza, dan melukai puluhan ribu lainnya.
Baca juga: WSJ: Israel mungkin tak mampu mengadang seluruh rudal Iran
Baca juga: Jet tempur F-22 AS tiba di Timur Tengah lawan eskalasi regional Iran
Baca juga: Menlu China bahas kondisi Timur Tengah dengan Menlu Yordania dan Mesir
Desakan tersebut disampaikan dalam bentuk pernyataan bersama oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
“Kami amat khawatir akan meningkatnya ketegangan di kawasan, dan kami bersatu dalam komitmen mewujudkan de-eskalasi dan kestabilan kawasan,” demikian pernyataan bersama tersebut, sebagaimana disiarkan melalui media sosial resmi PM Inggris di X, Senin.
Mereka memuji kerja tanpa henti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat dalam mengupayakan gencatan senjata dan pembebasan sandera serta pernyataan bersama Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad al Thani, dan Presiden AS Joe Biden beberapa waktu yang lalu yang mendorong dimulainya kembali negosiasi.
“Kami sepakat tak boleh ada penundaan lagi,” ucap ketiga pemimpin itu.
Macron, Scholz, dan Starmer pun menegaskan bahwa peperangan di Jalur Gaza harus segera diakhiri dan semua sandera yang masih ditahan harus segera dibebaskan.
“Rakyat Gaza amat memerlukan pengantaran dan penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa halangan apapun,” ucap mereka.
Selain itu, ketiga pemimpin itu mendesak Iran dan sekutunya mengurungkan niat melancarkan serangan balasan yang menurut mereka semakin meningkatkan ketegangan kawasan dan menutup pintu untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab menghancurkan peluang mencapai kedamaian dan stabilitas Timteng akan mendapatkan konsekuensinya, kata mereka.
“Tak boleh ada negara atau bangsa yang diuntungkan dari eskalasi yang memburuk di Timur Tengah,” kata ketiga pemimpin tersebut dalam pernyataan bersama mereka.
Tensi kawasan Timur Tengah semakin meningkat usai pembunuhan petinggi politik Hamas Ismail Haniyeh pada 31 Juli di Teheran, Iran, serta pembunuhan komandan senior Hizbullah Fuad Shukr pada 30 Juli di Beirut, Lebanon.
Kedua organisasi tersebut berjanji akan membalas serangan yang mereka tuduh dilakukan oleh Israel tersebut.
Eskalasi tersebut terjadi di tengah agresi Israel yang tak kunjung berhenti di Jalur Gaza yang menewaskan hampir 39,800 orang atau setara dengan 1,8 persen populasi Gaza, dan melukai puluhan ribu lainnya.
Baca juga: WSJ: Israel mungkin tak mampu mengadang seluruh rudal Iran
Baca juga: Jet tempur F-22 AS tiba di Timur Tengah lawan eskalasi regional Iran
Baca juga: Menlu China bahas kondisi Timur Tengah dengan Menlu Yordania dan Mesir
Pewarta: Nabil Ihsan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: