Jakarta (ANTARA) - Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Meski kata pertanahan tidak tertuang secara eksplisit dalam pasal tersebut, tanah yang merupakan bagian dari bumi harus dimanfaatkan dengan adil dan sebaik mungkin bagi mereka yang berhak.

Namun dalam kenyataannya, konflik pertanahan sering kali terjadi. Tumpang tindih alas hak dan klaim antarpihak pun kerap mencuat di berbagai wilayah tanah air. Konflik ini tidak hanya terjadi antarwarga, tetapi juga melibatkan warga dan korporasi, sesama korporasi, bahkan aset negara turut menjadi objek sengketa.

Kondisi ini sering kali berlangsung bertahun-tahun, bahkan ada yang tercatat puluhan tahun. Konflik berkepanjangan ini biasanya bukan terjadi secara alami, melainkan disebabkan oleh ulah mafia tanah yang mencari keuntungan.

Ulah mafia tanah tidak hanya merugikan pemilik lahan yang sah, tetapi juga menyebabkan kerugian berskala besar. Misalnya, ketika investor hendak masuk ke suatu daerah namun terhalang sengketa lahan, akhirnya batal berinvestasi.

Padahal, investasi tersebut bisa membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian daerah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan kasus seperti ini pernah terjadi di Kabupaten Grobogan dan Kota Semarang, Jawa Tengah.

Konflik lahan di sana menghalangi masuknya investor yang berpotensi mengembangkan perekonomian daerah setempat.

Para mafia tanah melakukan kejahatan dengan menggunakan akta tanah yang dipalsukan dan melakukan penipuan dan/atau penggelapan.

Dari dua kasus tersebut, negara berhasil menyelamatkan tanah seluas 826.612 meter persegi atau 82,66 hektare serta potensi kerugian negara dan masyarakat senilai Rp3,417 triliun.

Tak hanya itu, daerah lain yang mafia tanahnya dilumpuhkan yakni di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan total luas lahan mencapai 40 hektare bernilai Rp306,4 miliar.

Sebagai upaya penanganan dan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang, semua garda terdepan yang menangani masalah pertanahan di seluruh Indonesia dikumpulkan di Jakarta.

Mereka dibekali cara mengatasi sengketa lahan akibat ulah mafia tanah. Mereka adalah para kepala bidang penanganan sengketa Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan se-Indonesia. Sebanyak 280 orang hadir dalam agenda bertajuk Sosialisasi Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pencegahan Kasus Pertanahan.

Dalam sosialisasi itu, para petugas dibekali secara intensif mengenai cara-cara mengidentifikasi dan menangani mafia tanah. Mereka juga dibekali strategi pencegahan agar kasus-kasus serupa tidak terus berulang.

Pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, berkomitmen untuk menghapus praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara.

Langkah itu juga demi menciptakan iklim investasi yang kondusif dan adil bagi semua pihak.


Bekerja sama

Sebagai perwakilan negara dalam memberantas mafia tanah, Kementerian ATR/BPN tentu membutuhkan peran dan kekuatan dari instrumen aparat penegak hukum lainnya.

Sinergi aparat penegak hukum seperti Polri dan kejaksaan dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh pemilik tanah di Indonesia mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum.

Sinergi dan kerja sama dilaksanakan secara formal dengan Kepolisian Republik Indonesia. Kolaborasi itu tertuang dalam penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) yang berlaku selama 5 tahun mulai Agustus 2024 hingga Agustus 2029.

Tak sampai di situ, Kementerian itu juga telah melakukan langkah strategis dengan menemui Mahkamah Agung (MA) untuk meminta dukungan penuh dalam upaya penanganan sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia.

Langkah itu diambil untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan keadilan yang seimbang dalam setiap kasus pertanahan.

Dukungan sistem peradilan yang prudent, transparan, akuntabel, dan adil menjadi ikhtiar dalam penanganan sengketa dan konflik pertanahan. Dengan begitu, penyelesaian kasus pertanahan tidak hanya cepat, tetapi juga memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.

Hal itu menjadi komitmen untuk memberantas mafia tanah hingga ke akar-akarnya. Langkah ini diambil demi memberikan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Kolaborasi dan semangat untuk mengatasi masalah ini bukan sekadar jargon.

Langkah tegas ini tidak hanya menjadi komitmen dari jajaran Kementerian ATR/BPN, tetapi juga mendapat perhatian langsung dari Presiden Joko Widodo.

Presiden tidak ingin ada warga Indonesia yang tidak mendapatkan keadilan di tanah airnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah serius dalam menangani isu pertanahan yang kerap menimbulkan masalah.

Negara memastikan selalu hadir memberikan keadilan kepada seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang latar belakang atau profesi. Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan atas tanah yang mereka miliki.

Menteri ATR tidak ingin masyarakat waswas atau tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir tanahnya akan digusur. Sebaliknya, mafia tanah tidak boleh dibiarkan berpesta pora di atas penderitaan rakyat kecil dan kerugian negara.

"Dengan memberantas mafia tanah, kita selamatkan kerugian negara, termasuk kita lindungi masyarakat kecil yang tak berdaya," demikian penegasan Menteri ATR Agus Harimurti Yudhoyono.

Kerja sama yang kuat lintas sektoral dalam memberantas mafia tanah dapat memberi keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga pengelolaan tanah sesuai pemilik alas hak dapat terwujud.


Puluhan tahun

Komitmen memberantas mafia tanah diserukan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Seluruh jajaran Polri dikerahkan menyusuri setiap sudut negeri demi melindungi masyarakat dari ulah mafia tanah.

Dukungan penuh Polri diberikan dalam program pemberantasan mafia tanah oleh Kementerian ATR/BPN.

Bagi orang nomor satu di institusi Polri ini, mafia tanah merupakan persoalan yang telah berlangsung puluhan tahun sehingga negara harus selalu hadir untuk mencegah mereka mengambil hak-hak masyarakat.

Kapolri menyatakan bahwa siapa pun yang terbukti bersalah, tanpa pandang bulu, akan ditindak tegas. Sebab, praktik itu tak hanya merugikan masyarakat, namun berimbas pada terganggunya investasi dan pembangunan di Indonesia.

Lebih jauh lagi, praktik ilegal itu menjadi salah satu penghambat dalam persaingan investasi dengan negara-negara lain.

Kapolri menegaskan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Untuk itu, masyarakat harus mendapatkan keadilan. Tak boleh ada warga menderita di tanah sendiri. Apalagi jika memiliki alas hak yang sah.

Mafia tanah tak jarang melibatkan banyak pihak dalam persekongkolan jahat. Oleh karena itu, penegakan hukum dilakukan dengan tegas. Institusi itu siap mengawal penuntasan masalah itu.

Kapolri berkomitmen menegakkan hukum demi mendukung peningkatan ekonomi bangsa.

"Siapa pun di belakangnya, kita pukul yang keras mafia tanah itu, kita berikan kepastian untuk para pemilik tanah," ucap Kapolri.


Cegah kerugian

Isu sengketa tanah dan konflik pertanahan yang disebabkan oleh oknum-oknum mafia tanah selalu menjadi sorotan publik.

Konflik ini tidak hanya terjadi antarwarga, tetapi juga melibatkan warga dengan korporasi, pemerintah, dan bahkan aset-aset TNI dan Polri. Situasi ini sering kali berlangsung bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.

Namun, berkat upaya keseriusan Kementerian ATR/BPN bersama satgas yang telah dibentuk, Pemerintah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara senilai Rp5,7 triliun pada tahun 2024.

Dari kasus itu, Ketua Satgas Anti-Mafia Tanah yang juga Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Arif Rachman menyatakan ada 220.000 hektare bidang tanah yang juga diselamatkan.

Potensi kerugian negara itu dari 26 kasus yang diungkap oleh para pemberantas mafia tanah. Berkas-berkas 40 tersangka telah P21 atau dinyatakan lengkap sehingga siap dilimpahkan di Kejaksaan. Bahkan ada pula yang sudah berkekuatan hukum tetap (incracht)

Membuka lembaran hasil pemberantasan pada tahun 2023, ada Rp13 triliun uang negara yang juga berhasil diselamatkan dari kasus yang sama.

Pada tahun sebelumnya, 86 target telah dikunci para Satgas Anti Mafia Tanah. Arif yang juga merupakan personel Polri, bergabung dengan Kementerian ATR/BPN pada Maret 2023. Setelah bergabung, 62 kasus diungkap dari yang telah ditargetkan.

Sebanyak 159 tersangka pun ditindak dan lebih dari 8.000 hektare tanah juga diselamatkan dari praktik kejahatan pertanahan.

Bersatu melenyapkan mafia tanah hingga ke akar-akarnya menjadi langkah nyata untuk menciptakan sistem pertanahan yang lebih adil, memberikan kepastian hukum, dan memastikan pemanfaatan tanah untuk kesejahteraan rakyat.

Editor: Achmad Zaenal M