Lahan sawit tersertifikasi ISPO 378 ribu ha
20 Maret 2014 20:12 WIB
ilustrasi Gunung yang menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Senin (6/5). Sulbar merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar kedua di kawasan timur Indonesia dengan lahan perkebunan 72.506 hektar menghasilkan 226.178 ton. (FOTO ANTARA/Fiqman Sunandar) ()
Jambi (ANTARA News) - Kementerian Pertanian mengungkapkan sejak 2011 hingga saat ini luas lahan perkebunan kelapa sawit yang telah memperoleh sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) mencapai 378.061 hektare (ha).
Kepala Subdit Budidaya Direktur Tanaman Tahunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Murdwi Astuti di Jambi, Kamis, menyatakan luas areal tersebut dari 40 perusahaan perkebunan.
"Sedangkan produksi minyak sawit mentah (CPO) dari areal yang telah disertifikasi ISPO tersebut mencapai 2,1 juta ton," katanya pada temu koordinasi kehumasan Ditjen Perkebunan.
Saat ini total luas lahan perkebunan Kelapa Sawit di tanah air mencapai 9,2 juta hektare.
Menurut dia, ISPO secara resmi berlaku mulai Maret 2011 dan hingga saat ini perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah terbit sertifikatnya sebanyak 40 sedangkan 81 perusahaan dalam proses penilaian dan verifikasi laporan auditnya.
Dalam waktu paling lambat sampai dengan 31 Desember 2014, tambahnya, perusahaan perkebunan harus sudah melaksanakan usaha sesuai Permentan 19/2011.
"Mempertimbangkan bahwa sertifikat berkelanjutan akan menjadi persyaratan perdagangan dunia, maka didorong semua pelaku usaha segera menerapkan ISPO," katanya.
ISPO adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing minyak Kelapa Sawit Indonesia di pasar dunia serta ikut berpartisipasi dalam memenuhi komitmen Presiden dalam mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
Terdapat tujuh prinsip dan kriteria penilaian ISPO yakni sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan Kelapa Sawit, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja,
Kemudian tanggung jawab sosial dan komunitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Hidup, Mukti Sarjono, berharap Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai acuan untuk perdagangan sawit internasional, bukan mengacu pada Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang lebih berpihak terhadap negara di kawasan Eropa.
"RSPO kan standar Eropa. Padahal serapan ekspor CPO kita kebanyakan di kawasan Asia, seperti China, India dan Pakistan. Harusnya ISPO kita yang menjadi tolak ukur," katanya.
Menyinggung perusahaan sawit yang memperoleh sertifikasi, mantan Sesditjen Perkebunan itu mengakui jumlahnya masih terbilang sedikit sebab ada sekitar 1500-an perusahaan sawit yang berproduksi di Indonesia.
Menurut Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (B2P2TP) Badan Litbang Pertanian Agung Hendriadi, perpanjangan ISPO sangat dimungkinkan karena dari 881 perusahaan yang terklasifikasi kelas I, II dan III, hanya 40 perusahaan yang telah terbit sertifikatnya.
"ISPO ini kan berlaku sejak 2011 dan seharusnya wajib diterapkan tahun ini, tapi, masa empat tahun itu baru sebagai embrio saja. Kita tetap berusaha mengejar kekurangan hingga Desember 2014 ini," katanya. (*)
Kepala Subdit Budidaya Direktur Tanaman Tahunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Murdwi Astuti di Jambi, Kamis, menyatakan luas areal tersebut dari 40 perusahaan perkebunan.
"Sedangkan produksi minyak sawit mentah (CPO) dari areal yang telah disertifikasi ISPO tersebut mencapai 2,1 juta ton," katanya pada temu koordinasi kehumasan Ditjen Perkebunan.
Saat ini total luas lahan perkebunan Kelapa Sawit di tanah air mencapai 9,2 juta hektare.
Menurut dia, ISPO secara resmi berlaku mulai Maret 2011 dan hingga saat ini perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah terbit sertifikatnya sebanyak 40 sedangkan 81 perusahaan dalam proses penilaian dan verifikasi laporan auditnya.
Dalam waktu paling lambat sampai dengan 31 Desember 2014, tambahnya, perusahaan perkebunan harus sudah melaksanakan usaha sesuai Permentan 19/2011.
"Mempertimbangkan bahwa sertifikat berkelanjutan akan menjadi persyaratan perdagangan dunia, maka didorong semua pelaku usaha segera menerapkan ISPO," katanya.
ISPO adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing minyak Kelapa Sawit Indonesia di pasar dunia serta ikut berpartisipasi dalam memenuhi komitmen Presiden dalam mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
Terdapat tujuh prinsip dan kriteria penilaian ISPO yakni sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan Kelapa Sawit, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja,
Kemudian tanggung jawab sosial dan komunitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Hidup, Mukti Sarjono, berharap Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai acuan untuk perdagangan sawit internasional, bukan mengacu pada Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang lebih berpihak terhadap negara di kawasan Eropa.
"RSPO kan standar Eropa. Padahal serapan ekspor CPO kita kebanyakan di kawasan Asia, seperti China, India dan Pakistan. Harusnya ISPO kita yang menjadi tolak ukur," katanya.
Menyinggung perusahaan sawit yang memperoleh sertifikasi, mantan Sesditjen Perkebunan itu mengakui jumlahnya masih terbilang sedikit sebab ada sekitar 1500-an perusahaan sawit yang berproduksi di Indonesia.
Menurut Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (B2P2TP) Badan Litbang Pertanian Agung Hendriadi, perpanjangan ISPO sangat dimungkinkan karena dari 881 perusahaan yang terklasifikasi kelas I, II dan III, hanya 40 perusahaan yang telah terbit sertifikatnya.
"ISPO ini kan berlaku sejak 2011 dan seharusnya wajib diterapkan tahun ini, tapi, masa empat tahun itu baru sebagai embrio saja. Kita tetap berusaha mengejar kekurangan hingga Desember 2014 ini," katanya. (*)
Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: