Jakarta (ANTARA News) - Advokat Teuku Nasrullah memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan korupsi terkait penyidikan kasus dugaan pemberian suap dalam pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi dengan tersangka Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

"Saya waktu dipanggil hari pertama hari Kamis (13/3) lalu sudah sampaikan kepada penyidik KPK dengan mengirim surat resmi bahwa saya harus pulang ke Aceh menjadi wali nikah dari anak almarhum abang saya, saya minta dalam kesempatan itu untuk diperiksa hari ini," kata Nasrullah saat tiba di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Namun pengacara terpidana kasus korupsi proyek pengadaan di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Angelina Patricia Sondakh itu tidak menjelaskan apa yang ia ketahui pengenai kasus tersebut.

"Saya tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan tercela, ketika seseorang sudah menjadi saksi, saya tidak pernah bertemu lagi dengan orang itu," tambah Nasrullah.

Atut diduga mengumpulkan sejumlah saksi untuk dipengaruhi di kawasan Permata Hijau Jakarta Selatan untuk mengatur pemberian kesaksian di KPK. KPK bahkan harus menjemput paksa staf Atut, Siti Halimah alias Iim yang sengaja bersembunyi di salah satu hotel di Bandung pada Februari lalu.

"Saya gak bisa menjelaskan apapun sebelum saya diperiksa penyidik KPK, tentu bebebrapa hal yang secara UU saya tidak melanggar, tentu saya akan sampaikan," tambah Nasrullah.

Nasrullah yang juga masuk dalam tim penyusun RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara pidana itu mengaku sudah tidak lagi menjadi pengacara Atut karena kondisi kesehatannya.

"Kuasa hukum Atut yang mundur itu saya, karena kondisi tensi saya tinggi, saya sempat mengalami tensi darah 197/115 jadi oleh dokter disuruh istirahat total. Setelah tahun baru saya cek darah, saya sakit sampai dibawa ke UGD, tensi saya tinggi, saat itu saya mengundurkan diri," tambah Nasrullah.

Ia pun mengaku baru dua kali mendampingi Atut.

"Anda bisa bayangkan orang tensi darah tinggi dengan tensi 197 saat itu oleh dokter sudah divonis saya bisa stroke terus menangani perkara berat, Anda bisa bayangkan apa yang terjadi? Saya pikir ini antara profesi karir dengan kehidupan kesehatan saya, saya lebih mengutamakan kesehatan saya," tegas Nasrullah.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto mengatakan bahwa ada orang-orang yang mencoba mengaburkan kasus Atut tersebut. Orang yang terbukti menghalang-halangi proses peradilan dapat terkena pasal 21 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Bisa (kena pasal No) 21, bisa 22," ungkap Bambang pada Selasa (18/3).

Pasal 21 adalah mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dengan ancaman dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta, sedangkan pasal 22 adalah orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana yang sama dengan pasal 21.

KPK sudah memanggil empat pengacara terkait dengan Atut yaitu Rudy Alfonso, TB Sukatma, Teuku Nasrullah dan Andi F Simangunsong.

Atut dalam perkara MK dikenakan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Porupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.

Atut juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di provinsi banten dan kota Tangerang Selatan bersama dengan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

Atut disangkakan pasal 12 huruf e atau a atau pasal 12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 mengenai pemerasan yang dilakukan oleh penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum.

Selain disangkakan melakukan pemerasan, Atut juga disangkakan menyalahgunakan kewenangan sebagaimana sangkaan pertama KPK kepada Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang berasal dari pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Artinya Atut menjadi tersangka dalam tiga kasus di KPK yaitu dugaan korupsi pengadaan alkes Banten, dugaan penerimaan gratifikasi dalam pengadaan alkes Banten dan dugaan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait dengan pilkada Lebak.