Jakarta (ANTARA) - Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebutkan perlu ada evaluasi kesehatan jiwa bagi orang tua dan guru yang merawat para balita, serta upaya pencegahan faktor-faktor risiko gangguan kejiwaan sebagai upaya mencegah kasus kekerasan pada balita.

Hal itu Imran sampaikan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, merespon maraknya kasus penyiksaan balita yang dikabarkan media, seperti perempuan di Jakarta Selatan yang membanting bayi, pria di Pinrang yang menyandera anaknya selama 16 jam karena bertengkar dengan istrinya, hingga bayi di Makassar yang dianiaya pacar ibunya.

"Kementerian Kesehatan sudah menyosialisasikan buku pengasuhan positif pada anak dan P3LP (Pertolongan pertama pada luka psikologis) untuk guru-guru. Namun untuk daycare, banyak yang belum mendapatkan izin dari Kemendikbudristek karena daycare tersebut memang digabungkan dengan yayasan sekolah TK yg sudah berdiri," ujarnya.

Baca juga: Dekan Fisip UI sebut kesehatan jiwa perlu pendekatan holistik

Dia menjelaskan masalah kesehatan memiliki beberapa aspek yaitu aspek fisik dan psikis. Sebelum pandemi COVID-19, katanya, fokus penanganan kasus kesehatan lebih menekankan aspek fisik. Namun setelah pandemi, kasus kesehatan akibat gangguan psikis dan mental meningkat secara signifikan.

Oleh karena itu pihaknya berupaya meningkatkan perhatian terhadap penanganan kesehatan mental dengan mengangkat program kesehatan jiwa menjadi salah satu program prioritas, dengan harapan kasus-kasus serupa menurun angka kejadiannya.

Dia menyebutkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memberikan definisi kesehatan jiwa sebagai kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, sosial, dan spiritual, serta mampu menyadari kemampuan dirinya dan memberikan kontribusi bagi lingkungannya. Sehingga, kata dia, upaya-upaya kesehatan jiwa yang dilakukan, meliputi promotif, preventif, dan kuratif.

Baca juga: Dokter: Gangguan kepribadian narsisistik dapat berkomplikasi depresi

Adapun sejumlah upaya pencegahan, lanjutnya, dengan meminimalisir atau mengeliminasi faktor-faktor risiko munculnya gangguan jiwa, antara lain genetik dan biologis, pengalaman hidup yang traumatis, stres berkepanjangan, lingkungan sosial dan ekonomi, serta penyalahgunaan zat.

Dia mengatakan memahami faktor-faktor ini penting untuk pencegahan dan penanganan dini masalah kesehatan jiwa.

"Dengan menerapkan upaya menuju kesehatan jiwa mulai dari kandungan hingga lansia akan melahirkan individu dewasa yang stabil dan sehat jiwa," Imran.

Baca juga: Pahami beda "baby blues" dengan depresi seusai melahirkan