Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melacak orang-orang yang mendapat fasilitas untuk berhaji serta menyelidiki pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan penyediaan akomodasi untuk jemaah haji.

"Haji ini ada tiga, pertama berkaitan dengan BPIH, yaitu dana haji, kedua berkaitan dengan akomodasi pengadaan dan ketiga tentang orang-orang yang mendapat fasilitas-fasilitas untuk pergi ke sana, KPK akan melacak," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa.

KPK sudah mengumumkan penyelidikan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa terkait penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013 namun belum ada tersangka dalam kasus tersebut.

"Lidik (penyelidikan) haji kan sudah berjalan, bisa saja siapa-siapa yang dapat memberikan keterangan dan bisa membuat jelas (kasus) itu dipanggil," tambah Bambang.

Hari ini KPK meminta keterangan Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimayu untuk menyelidi kasus tersebut.

KPK juga sudah pernah meminta keterangan anggota DPR dalam penyelidikan tersebut yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini dan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar.

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah sejak awal 2013 menyerahkan laporan hasil analisis tentang penyelenggaraan ibadah haji.

PPATK mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana dana BPIH Kementerian Agama sebesar Rp80 triliun dengan bunga sekitar Rp2,3 triliun sepanjang 2004-2012.

KPK juga telah mengirimkan tim ke Madinah dan Mekah untuk melakukan pengecekan langsung untuk katering dan akomodasi dalam ibadah haji.

PPATK menjelaskan bahwa dana Rp80 triliun dalam penyelenggaraan ibadah haji ditempatkan pada bank tanpa ada standarisasi penempatan yang jelas.

Terdapat ketidakjelasan standarisasi penempatan dana haji, ditambah pembelian valuta asing untuk catering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas dan penggunakan dana untuk operasional kantor yang seharusnya masuk dalam pos APBN tapi dimasukkan ke dalam BPIH.