Jakarta (ANTARA) - Chief Economist PermataBank ⁠Josua Pardede memandang terdapat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester kedua tahun ini, mengingat faktor high base effect tak begitu signifikan di paruh kedua tahun ini jika dibandingkan dengan paruh pertama 2024.

“Di semester I, pendorongnya ada Pemilu, faktor musiman dari Lebaran dan mudik, serta hari libur terkait dengan hari raya keagamaan. Sementara di semester II, kami melihat bahwa sekalipun memang ada dampak dari Pilkada, namun kontribusinya terhadap perekonomian nasional relatif lebih terbatas dibandingkan dampak dari Pileg dan Pilpres,” kata Josua dalam "PIER Economic Review: Mid-Year 2024" secara virtual di Jakarta, Kamis.

Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal III 2024 dan 5,00 persen pada kuartal IV 2024. Secara full year, PIER memperkirakan ekonomi tumbuh 5,04 persen di tahun 2024.

Adapun outlook dari lembaga-lembaga internasional, catat Josua, pertumbuhan ekonomi cenderung diproyeksikan membaik pada tahun depan dengan catatan harus ada pemulihan ataupun perbaikan dari sisi konsumsi rumah tangga.

Baca juga: Ekonomi Jakarta diperkirakan tumbuh hingga 5,60 persen pada 2024

Lembaga-lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), serta Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5 persen hingga 5,2 persen di tahun 2025.

Pada Senin (5/8), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II 2024. Sebelumnya pada kuartal I 2024, ekonomi tumbuh solid di angka 5,11 persen.

Head of Macroeconomics & Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman memandang, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup resilien. Secara struktur, mayoritas pertumbuhan ekonomi ditopang oleh komponen konsumsi rumah tangga dengan kontribusi lebih dari 50 persen.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2024 cenderung stabil jika dibandingkan kuartal I 2024. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93 persen pada kuartal kedua dari 4,91 persen pada kuartal pertama.

“Apa yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi rumah tangga Indonesia terjaga adalah jika daya belinya memang terjaga. Memang kalau kita lihat, ini juga tidak terlepas dengan faktor inflasi. Karena tren inflasi kita dari kuartal pertama ke kuartal kedua itu cenderung menurun, terutama dari sisi pangan, sehingga memang sedikit memberikan angin segar bagi konsumsi rumah tangga di Indonesia,” jelas Faisal.

Namun jika dibandingkan dengan sebelum masa pandemi COVID-19, Faisal mengamini bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih di bawah 5 persen. Setelah pandemi COVID-19, konsumsi rumah tangga mulai menunjukkan pemulihan meski belum sepenuhnya pulih di mana pada tahun 2022 terjadi penyesuaian harga BBM sehingga konsumsi rumah tangga terganggu.

“Ketika memasuki 2023 di semester kedua, itu memang juga ada faktor El Nino yang kena juga hit di harga pangan. Jadi memang sebenarnya kalau kita bandingkan dari pandemi sampai sekarang, sebenarnya sudah ada perbaikan di household consumption terkait dengan food beverage. Tetapi memang kita bisa bilang belum pulih juga ke level yang sebelum pre-pandemi karena memang beberapa kali kena hit sebelum pulih,” jelas Faisal.

Baca juga: IMF: Pertumbuhan ekonomi RI tetap kuat di tengah ketidakpastian global