Jakarta (ANTARA) - Peristiwa "keseleo lidah" dialami Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Kamis (11/7) ketika memperkenalkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di suatu acara dalam ajang KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Washington DC.
Presiden Joe Biden menyebut Zelenskyy dengan "Presiden Putin", yang membuat banyak hadirin terkesiap. Menyadari hal itu, Biden segera memperbaiki hal tersebut.
Dalih yang dikemukakan lelaki berusia 81 tahun itu adalah karena pihaknya sangat ingin mengalahkan Putin, sehingga keliru dalam berucap.
Apakah alasan itu memang dasar sesungguhnya dari fenomena "keseleo lidah" yang dialami Biden atau tidak, memang masih bisa diperdebatkan, tetapi yang jelas pihak NATO memang sudah gerah dengan aksi invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.
Sekjen NATO Jens Stoltenberg sudah menegaskan bahwa penting agar aliansi pertahanan itu tidak membiarkan Rusia menang dalam konflik di Ukraina karena hal ini akan menjadi risiko ancaman yang terbesar bagi blok militer tersebut.
Stoltenberg juga mengingatkan bahwa konflik yang tengah terjadi di Ukraina adalah salah satu krisis keamanan terbesar di tataran global selama beberapa generasi terakhir.
Untuk itu, Sang Sekjen juga menyatakan bahwa dukungan NATO yang telah diberikan kepada Ukraina, yang telah menunjukkan keberanian yang luar biasa selama ini, belum pernah terjadi sebelumnya.
Stoltenberg mengatakan negara-negara anggota NATO juga telah memutuskan untuk membentuk misi guna mengoordinasikan bantuan militer kepada Ukraina dan melatih personel militer Ukraina. Misi itu diperkirakan melibatkan sekitar 700 personel.
NATO, dengan sejumlah sekutunya, juga disebut akan mengirim lusinan sistem pertahanan udara taktis tambahan ke Ukraina dalam beberapa bulan mendatang. Sistem tersebut di antaranya adalah sistem NASAMS, HAWKs, IRIS T-SLM, IRIS T-SLS dan Gepard.
AS juga berencana untuk mulai mengerahkan rudal jelajah Tomahawk, SM-6, dan rudal hipersonik ke Jerman secara berkala mulai 2026.
Selain itu, ada pula langkah dalam menghentikan ekspor ratusan amunisi pencegat pertahanan udara ke sekutu dan mitra lain karena akan dialihkan ke Ukraina yang saat ini terus menghadapi rentetan serangan drone dan rudal balistik Rusia.
Sedangkan dalam pertemuan Dewan NATO-Ukraina, para pemimpin negara-negara tersebut menegaskan bahwa Rusia belum menunjukkan keterbukaan yang tulus terhadap perdamaian abadi di Ukraina.
Selain itu, Presiden Biden dalam konferensi pers di ajang NATO tersebut juga beberapa negara sekutu di Eropa juga berencana mengurangi investasi mereka di China.
Mengapa demikian? hal itu karena China dianggap sebagai negara yang terus mendukung secara tidak langsung Langkah yang dilakukan Rusia dalam operasi militernya ke Ukraina.
Pihak China sendiri melalui Kedutaan Besar China di Washington menyatakan bahwa China bukanlah pencipta atau pihak yang terlibat dalam krisis Ukraina, sebagaimana dikutip dari kantor berita Sputnik.
China, menurut pihak kedubes, berkomitmen untuk mendorong perundingan damai antara pihak-pihak yang berseteru untuk menyelesaikan konflik tersebut.
China juga mendorong agar berbagai pihak dapat berhenti mengobarkan konflik dan menghasut konfrontasi, serta berhenti memberikan sanksi sepihak yang ilegal, dan memainkan peran konstruktif dalam mengakhiri konflik dan memulihkan perdamaian.
Dalam KTT NATO juga dihasilkan sebuah deklarasi gabungan yang intinya menguraikan upaya aliansi tersebut untuk semakin mengisolasi Rusia, meningkatkan keamanan aliansi di sisi timurnya, serta meningkatkan bantuan keamanan untuk Ukraina.
NATO juga memastikan bahwa Ukraina berada pada "jalur yang tidak dapat dibendung" untuk bergabung dengan NATO.
Komitmen hegemoni AS
Ekonom AS dan Presiden Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (SDSN) PBB, Jeffrey Sachs, berpendapat bahwa deklarasi bersama terbaru NATO itu adalah komitmen ulang neokonservatif terhadap hegemoni Amerika Serikat.
Seperti dikutip Sputnik, Sachs mengatakan deklarasi ini menyerukan NATO mendukung 'tatanan berbasis aturan', yang sebenarnya merupakan tatanan berbasis di AS yang kerap bertentangan langsung dengan Piagam PBB.
Deklarasi NATO, lanjutnya, juga mengulang kembali isi Pasal 10 Perjanjian Washington, yang pada dasarnya membuat Rusia tidak memiliki masukan jika NATO ingin memperluas wilayahnya hingga mengepung Rusia.
Sachs juga menyoroti pernyataan bersama NATO yang menggambarkan komitmennya terhadap pengembangan bioteknologi canggih, yang meningkatkan kekhawatiran terkait potensi perang biologis.
Deklarasi tersebut menunjukkan niat NATO untuk terus mengerahkan rudal anti-balistik di seluruh Eropa seperti yang sebelumnya dilakukan di Polandia, Rumania, dan Turki.
Pengerahan tersebut, ujar Sachs, secara langsung telah menggoyahkan arsitektur pengendalian senjata nuklir sejak Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari Perjanjian Rudal Anti-Balistik pada 2002.
Bagaimana halnya dengan Rusia? Presiden Rusia Vladimir Putin selama beberapa waktu terakhir diketahui tengah sibuk untuk menjalin kolaborasi.
Salah satunya yang banyak menjadi tajuk utama di berbagai media global adalah pertemuan Putin dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi.
Dalam pernyataan bersama dua pemimpin tersebut, disebutkan bahwa Rusia dan India berupaya menghilangkan hambatan nontarif dalam perdagangan bilateral, serta akan melanjutkan dialog dalam hal liberalisasi pertukaran perdagangan bilateral, termasuk kemungkinan pembentukan zona perdagangan bebas antara EAEU (Uni Ekonomi Eurasia) dan India.
Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa kedua negara akan melanjutkan pengembangan sistem penyelesaian bilateral melalui penggunaan mata uang nasional.
Selain itu, kedua negara juga akan memprioritaskan pengembangan kerjasama di bidang energi, termasuk tenaga nuklir, penyulingan minyak, petrokimia, serta memastikan keamanan energi bilateral dan internasional.
Fokus kerja sama di dalam ekonomi juga saat ini sangatlah penting bagi Rusia, yang juga tengah menghadapi sanksi yang diterapkan oleh AS dan berbagai negara sekutunya.
Kolaborasi SCO-BRICS
Tidak hanya berkolaborasi dengan Modi, Putin pada pekan pertama Juli ini juga mengikuti pertemuan Dewan Pimpinan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO).
Organisasi tersebut yang saat berdirinya pada 2021 beranggotakan Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, China, Tajikistan, dan Uzbekistan, saat ini telah bertambah.
Pada 2017, baik India maupun Pakistan bergabung ke dalam blok tersebut, disusul oleh Iran pada 2023, dan Belarus pada Kamis menjadi negara anggota penuh ke-10 SCO.
Putin dalam pertemuan SCO itu menyatakan bahwa asosiasi tersebut adalah "mesin yang andal bagi proses pembangunan global dan pembentukan multipolaritas sejati".
Para pemimpin SCO juga membahas dan sepakat untuk membuat pedoman jangka panjang untuk lebih memperdalam kerja sama bersama, tidak hanya dalam bidang politik dan keamanan, tetapi juga di bidang ekonomi, energi, pertanian, teknologi canggih, dan inovasi.
Selain itu, Putin terakhir pada Kamis (11/7) juga berbicara pada Forum Parlemen BRICS ke-10 di St Petersburg, antara lain mengusulkan agar blok ekonomi tersebut ke depannya juga dapat memiliki parlemennya sendiri.
Tidak lupa dalam pertemuan itu, Putin juga menyinggung tentang pentingnya membentuk "tatanan dunia yang lebih adil, demokratis, multipolar, dan multilateral."
Putin menyoroti tekanan terhadap pihak-pihak yang memiliki posisi independen, dengan alasan bahwa pemaksaan yang kuat, sanksi sepihak, penerapan aturan perdagangan secara selektif, dan pemerasan digunakan bertentangan dengan hukum internasional.
BRICS sendiri adalah platform kerja sama bagi negara-negara berkembang terbesar, yang menyatukan Brasil, Rusia, India, dan Republik Rakyat China pada 2009.
Kemudian, Afrika Selatan bergabung dengan kelompok tersebut pada 2010. Sedangkan pada 1 Januari 2024, BRICS memperluas jangkauan keanggotaannya mencakup Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Kolaborasi yang tengah digalang Putin serta dukungan yang terus diberikan untuk Ukraina oleh NATO tentu sah-sah saja, tetapi akan lebih ideal lagi bila berbagai langkah tersebut jangan sampai menambah friksi di dalam tataran global yang sedang memanas ini.
Baca juga: Stoltenberg: NATO tak akan terlibat langsung dalam konflik Ukraina
Artikel
Kebijakan NATO dan kolaborasi Rusia jangan tambah ketegangan global
Oleh M Razi Rahman
7 Agustus 2024 22:36 WIB
Foto arsip - Bendera nasional Rusia di Kremlin, Moskow, Rusia (6/1/2023). (ANTARA/Xinhua/Alexander Zemlianichenko Jr/aa)
Copyright © ANTARA 2024
Tags: