Caleg dicurangi dalam pemilu, laporkan Mahkamah Konstitusi
17 Maret 2014 16:58 WIB
Pawai Pemilu Damai Sejumlah anggota KPU dan perwakilan partai politik menggelar Pawai Pemilu Damai di Boyolali, Sabtu (15/3). Kegiatan tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan pemilu mendatang agar berjalan dengan damai, aman dan jujur. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi memberikan kewenangan kepada caleg yang mengalami perselisihan di internal partai politik dalam Pemilu 2014 untuk mengajukan perkara di MK, kata anggota tim ahli Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah.
"Pada 2014, MK berikan kedudukan hukum pada calon perseorangan dalam berperkara di MK," kata Guntur dalam diskusi di MPR bertema Sengketa Pemilu di MK, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Meski demikian, yang mengajukan perkara tetap parpol yang bersangkutan. "Mereka yang berperkara di internal partai dalam suatu dapil, maka yang mengajukan perkara tetap parpol," kata dia.
Dia mengatakan hal itu terangkum dalam standarisasi pedoman pelaporan perselisihan Pemilu yang telah dibuat MK.
Menurut dia, standarisasi ini untuk menekan jumlah pelaporan sengketa hasil Pemilu 2014 dan meningkatkan kualitas persidangan MK. Standarisasi tersebut, menurut dia, meliputi semua tingkat wilayah yaitu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota.
Selain itu, dalam pengajuan permohonan perkara di MK, pemohon dilarang untuk bertemu dengan petugas kepaniteraan untuk mencegah terjadinya kesepakatan tertentu.
Menurut dia, pemohon hanya berhubungan dengan petugas melalui loket kaca yang telah disediakan. Hal ini berbeda dengan pada saat Pemilu 2009 yang memungkinkan pemohon untuk melakukan tatap muka dengan petugas panitera dan menyelesaikan perkara di aula MK.
Guntur menambahkan MK juga telah menyusun pedoman permohonan, pedoman jawaban termohon dan pedoman keterangan pihak terkait untuk memudahkan proses penyelesaian sengketa Pemilu di MK.
Pihaknya berharap dengan adanya prosedur yang jelas, MK mampu menyelesaikan seluruh perkara sengketa hasil pemilu dalam waktu 30 hari sesuai undang-undang.
"Dibanding 2009, tahun ini MK hanya diberi batas waktu untuk selesaikan perkara hasil pemilihan umum dalam waktu 30 hari," katanya.
"Pada 2014, MK berikan kedudukan hukum pada calon perseorangan dalam berperkara di MK," kata Guntur dalam diskusi di MPR bertema Sengketa Pemilu di MK, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Meski demikian, yang mengajukan perkara tetap parpol yang bersangkutan. "Mereka yang berperkara di internal partai dalam suatu dapil, maka yang mengajukan perkara tetap parpol," kata dia.
Dia mengatakan hal itu terangkum dalam standarisasi pedoman pelaporan perselisihan Pemilu yang telah dibuat MK.
Menurut dia, standarisasi ini untuk menekan jumlah pelaporan sengketa hasil Pemilu 2014 dan meningkatkan kualitas persidangan MK. Standarisasi tersebut, menurut dia, meliputi semua tingkat wilayah yaitu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota.
Selain itu, dalam pengajuan permohonan perkara di MK, pemohon dilarang untuk bertemu dengan petugas kepaniteraan untuk mencegah terjadinya kesepakatan tertentu.
Menurut dia, pemohon hanya berhubungan dengan petugas melalui loket kaca yang telah disediakan. Hal ini berbeda dengan pada saat Pemilu 2009 yang memungkinkan pemohon untuk melakukan tatap muka dengan petugas panitera dan menyelesaikan perkara di aula MK.
Guntur menambahkan MK juga telah menyusun pedoman permohonan, pedoman jawaban termohon dan pedoman keterangan pihak terkait untuk memudahkan proses penyelesaian sengketa Pemilu di MK.
Pihaknya berharap dengan adanya prosedur yang jelas, MK mampu menyelesaikan seluruh perkara sengketa hasil pemilu dalam waktu 30 hari sesuai undang-undang.
"Dibanding 2009, tahun ini MK hanya diberi batas waktu untuk selesaikan perkara hasil pemilihan umum dalam waktu 30 hari," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: