Kasus tawuran di Jakarta Timur trennya meningkat
7 Agustus 2024 20:40 WIB
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly saat menjadi pembicara Bincang Seputar Kota Kita (Biskota) dengan tema Antisipasi dan Penanganan Tawuran di Kantor Wali Kota Jaktim, Rabu (7/8/2024). ANTARA/Syaiful Hakim
Jakarta (ANTARA) - Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly mengungkapkan kasus tawuran di Jakarta Timur trennya terus meningkat sejak tiga bulan terakhir.
"Berdasarkan data statistik, sejak tiga bulan terakhir kasus tawuran meningkat. Pada Juni 2024 terdapat tujuh kasus, Juli 12 kasus dan Agustus 2024 hingga hari ini sebanyak 16 kasus," kata Nicolas saat menjadi pembicara Bincang Seputar Kota Kita (Biskota) dengan tema Antisipasi dan Penanganan Tawuran di Kantor Wali Kota Jaktim, Rabu.
Ia menjelaskan, hal itu antara lain disebabkan, makin berkurangnya pengawasan dari pihak terkait, terutama orang tua dan lingkungan masing-masing terhadap mereka, khususnya remaja yang sedang mencari identitas diri.
"Salah satu titik pengawasan saat ini yang krusial adalah penggunaan media sosial. Telepon seluler anak dan remaja harusnya, dikontrol dan diawasi ketat karena pengaruhnya luar biasa," kata Nicolas.
Kemudian, lanjut dia, peningkatan kasus penangkapan terhadap pelaku tawuran itu lantaran sudah ada perintah dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto agar menindak pelaku-pelaku tawuran.
Baca juga: Ketua RT/RW di Jaktim diingatkan agar tak jadi provokator tawuran
"Jadi, tidak ada ampun lagi bagi para pelaku tawuran. Sebelumnya, kami masih melakukan pembinaan-pembinaan kepada pelaku tawuran dengan memanggil orang tua, memanggil kepala sekolah dan lainnya. Saat ini tidak ada ampun lagi," tegasnya.
Dia mengaku kebijakannya yang ingin mengedukasi dengan melakukan pembinaan kepada para pelajar yang terlibat tawuran, tidak mendapatkan respon baik dari pelajar dan orang tua siswa.
"Kebijakan kami untuk melakukan pembinaan dan memanggil orang tua para pelaku tawuran, malah justru ditertawakan mereka. Akhirnya, mulai dari sekarang kita tidak lagi melakukan pembinaan kalau kedapatan tawuran dengan membawa senjata tajam, tapi akan langsung kami proses hukum," papar Nicolas.
Bagi polisi, kata dia, tidak ada korban dalam aksi tawuran, namun dua-duanya pelaku tawuran karena siapa yang cepat dia yang menang, siapa yang terlambat dia yang kalah.
"Kebijakan kami dari Kapolda dan Kapolres, tidak ada lagi korban tawuran. Tapi, dua-duanya merupakan pelaku tawuran. Siapa yang terlibat siap-siap saja masa depannya hancur. Kita tidak mau lagi dengar orang tua nangis sampai guling-guling di hadapan penyidik, kita tidak akan merasa iba lagi. Harus diproses (hukum)," ujarnya.
Baca juga: Pemkot Jaktim: Perlu dibentuk kembali Satgas Antitawuran di sekolah
Nicolas mengaku pihaknya kesulitan untuk menahan atau menitipkan pelaku tawuran yang masih anak berhadapan dengan hukum (ABH) karena pelaku tawuran rata-rata berusia 16 tahun.
"Di Jakarta Timur hanya ada satu tempat, yakni Yayasan Handayani di Cipayung. Kita menitipkan mereka di sana. Ini juga menjadi kendala," kata dia.
Namun, tambah dia, ada juga pelaku tawuran yang berusia 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun, hingga 23 tahun.
Dia berharap para pelajar yang ada di Jakarta Timur untuk sadar dan tidak terlibat tawuran yang dapat menghancurkan masa depan dirinya sendiri.
Bagi para pelaku tawuran, baik yang ikutan-ikutan maupun yang terlibat langsung akan dikenakan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, Pasal 358 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat No 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam.
Baca juga: Polisi motivasi pelajar Jakut agar optimalkan potensi raih cita-cita
"Berdasarkan data statistik, sejak tiga bulan terakhir kasus tawuran meningkat. Pada Juni 2024 terdapat tujuh kasus, Juli 12 kasus dan Agustus 2024 hingga hari ini sebanyak 16 kasus," kata Nicolas saat menjadi pembicara Bincang Seputar Kota Kita (Biskota) dengan tema Antisipasi dan Penanganan Tawuran di Kantor Wali Kota Jaktim, Rabu.
Ia menjelaskan, hal itu antara lain disebabkan, makin berkurangnya pengawasan dari pihak terkait, terutama orang tua dan lingkungan masing-masing terhadap mereka, khususnya remaja yang sedang mencari identitas diri.
"Salah satu titik pengawasan saat ini yang krusial adalah penggunaan media sosial. Telepon seluler anak dan remaja harusnya, dikontrol dan diawasi ketat karena pengaruhnya luar biasa," kata Nicolas.
Kemudian, lanjut dia, peningkatan kasus penangkapan terhadap pelaku tawuran itu lantaran sudah ada perintah dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto agar menindak pelaku-pelaku tawuran.
Baca juga: Ketua RT/RW di Jaktim diingatkan agar tak jadi provokator tawuran
"Jadi, tidak ada ampun lagi bagi para pelaku tawuran. Sebelumnya, kami masih melakukan pembinaan-pembinaan kepada pelaku tawuran dengan memanggil orang tua, memanggil kepala sekolah dan lainnya. Saat ini tidak ada ampun lagi," tegasnya.
Dia mengaku kebijakannya yang ingin mengedukasi dengan melakukan pembinaan kepada para pelajar yang terlibat tawuran, tidak mendapatkan respon baik dari pelajar dan orang tua siswa.
"Kebijakan kami untuk melakukan pembinaan dan memanggil orang tua para pelaku tawuran, malah justru ditertawakan mereka. Akhirnya, mulai dari sekarang kita tidak lagi melakukan pembinaan kalau kedapatan tawuran dengan membawa senjata tajam, tapi akan langsung kami proses hukum," papar Nicolas.
Bagi polisi, kata dia, tidak ada korban dalam aksi tawuran, namun dua-duanya pelaku tawuran karena siapa yang cepat dia yang menang, siapa yang terlambat dia yang kalah.
"Kebijakan kami dari Kapolda dan Kapolres, tidak ada lagi korban tawuran. Tapi, dua-duanya merupakan pelaku tawuran. Siapa yang terlibat siap-siap saja masa depannya hancur. Kita tidak mau lagi dengar orang tua nangis sampai guling-guling di hadapan penyidik, kita tidak akan merasa iba lagi. Harus diproses (hukum)," ujarnya.
Baca juga: Pemkot Jaktim: Perlu dibentuk kembali Satgas Antitawuran di sekolah
Nicolas mengaku pihaknya kesulitan untuk menahan atau menitipkan pelaku tawuran yang masih anak berhadapan dengan hukum (ABH) karena pelaku tawuran rata-rata berusia 16 tahun.
"Di Jakarta Timur hanya ada satu tempat, yakni Yayasan Handayani di Cipayung. Kita menitipkan mereka di sana. Ini juga menjadi kendala," kata dia.
Namun, tambah dia, ada juga pelaku tawuran yang berusia 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun, hingga 23 tahun.
Dia berharap para pelajar yang ada di Jakarta Timur untuk sadar dan tidak terlibat tawuran yang dapat menghancurkan masa depan dirinya sendiri.
Bagi para pelaku tawuran, baik yang ikutan-ikutan maupun yang terlibat langsung akan dikenakan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, Pasal 358 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat No 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam.
Baca juga: Polisi motivasi pelajar Jakut agar optimalkan potensi raih cita-cita
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024
Tags: