Ekonom Citi nilai resesi AS berdampak positif bagi pelaku usaha RI
7 Agustus 2024 17:30 WIB
Kepala Ekonom Citi Indonesia Helmi Arman memberikan pemaparan dalam Citi Indonesia Digital Leaders Summit 2024 di Jakarta, Rabu (7/8/2024). (ANTARA/Imamatul Silfia)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Citi Indonesia Helmi Arman menilai potensi resesi di Amerika Serikat (AS) bisa berdampak positif bagi pelaku usaha di Indonesia.
“Ada peluang penurunan suku bunga, yang berarti ruang penurunan untuk pelonggaran likuiditas domestik. Kalau suku bunga bisa turun, tentunya mendorong sektor usaha di Indonesia,” kata Helmi saat ditemui usai kegiatan Citi Indonesia Digital Leaders Summit 2024 di Jakarta, Rabu.
Pihaknya memprediksi bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed bakal memangkas suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali pada sisa tahun ini, yakni pada September dan November masing-masing sebesar 50 basis poin (bps) dan Desember sebesar 25 bps, sehingga total penurunan suku bunga mencapai 125 bps.
“Seharusnya dengan penurunan suku bunga The Fed yang sudah dekat, ini menaikkan daya tarik untuk aset-aset fixed income di Amerika maupun secara global, meski selektif secara globalnya,” ujar dia.
Efek dari ekspektasi penurunan suku bunga The Fed telah terlihat di Indonesia, menurutnya. Hal itu tercermin pada aliran dana masuk ke pasar obligasi Indonesia selama beberapa minggu terakhir.
“Inflow ke pasar obligasi Indonesia ini menjadi faktor penyeimbang di pasar valas, karena dengan adanya inflow ke pasar obligasi, ada suplai dolar tambahan dari investor asing,” jelas Helmi.
Dengan situasi itu, dia memprediksi ruang penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate terbilang kecil. Bila suku bunga instrumen pasar uang diturunkan, ada kemungkinan posisi asing di instrumen pasar uang akan berkurang. “Dan ini berpotensi mengimbangi suplai dolar yang masuk ke pasar obligasi,” tambahnya.
Kendati begitu, Helmi berpendapat peluang risiko di AS tidak separah kekhawatiran yang ada. Memang ada kemungkinan perekonomian negeri Paman Sam itu melambat, namun tidak sampai menuju hard landing.
“Dalam arti, resesinya tidak terlalu dalam hingga memicu instabilitas,” tutur Helmi.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan Pemerintah akan terus mengantisipasi risiko dampak resesi perekonomian Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
Namun, sama halnya dengan Helmi, Febrio melihat pelemahan itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia. Menurunnya suku bunga acuan AS dapat berdampak positif terhadap aliran modal di Indonesia.
“Kalau kebijakan suku bunga diturunkan, akan membuat tekanan aliran modal keluar (capital outflow) bisa berkurang. Artinya, tingkat suku bunga kita di dalam negeri akan relatif cukup menarik bagi investor,” ujar dia saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, Febrio juga menyebut turunnya suku bunga The Fed juga bisa berdampak positif terhadap pembiayaan utang Indonesia.
Baca juga: Tidak resesi, DBS yakini ekonomi AS hanya akan melambat
Baca juga: Pemerintah antisipasi dampak resesi ekonomi AS ke RI
Baca juga: Celios paparkan berbagai dampak tekanan ekonomi AS terhadap Indonesia
“Ada peluang penurunan suku bunga, yang berarti ruang penurunan untuk pelonggaran likuiditas domestik. Kalau suku bunga bisa turun, tentunya mendorong sektor usaha di Indonesia,” kata Helmi saat ditemui usai kegiatan Citi Indonesia Digital Leaders Summit 2024 di Jakarta, Rabu.
Pihaknya memprediksi bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed bakal memangkas suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali pada sisa tahun ini, yakni pada September dan November masing-masing sebesar 50 basis poin (bps) dan Desember sebesar 25 bps, sehingga total penurunan suku bunga mencapai 125 bps.
“Seharusnya dengan penurunan suku bunga The Fed yang sudah dekat, ini menaikkan daya tarik untuk aset-aset fixed income di Amerika maupun secara global, meski selektif secara globalnya,” ujar dia.
Efek dari ekspektasi penurunan suku bunga The Fed telah terlihat di Indonesia, menurutnya. Hal itu tercermin pada aliran dana masuk ke pasar obligasi Indonesia selama beberapa minggu terakhir.
“Inflow ke pasar obligasi Indonesia ini menjadi faktor penyeimbang di pasar valas, karena dengan adanya inflow ke pasar obligasi, ada suplai dolar tambahan dari investor asing,” jelas Helmi.
Dengan situasi itu, dia memprediksi ruang penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate terbilang kecil. Bila suku bunga instrumen pasar uang diturunkan, ada kemungkinan posisi asing di instrumen pasar uang akan berkurang. “Dan ini berpotensi mengimbangi suplai dolar yang masuk ke pasar obligasi,” tambahnya.
Kendati begitu, Helmi berpendapat peluang risiko di AS tidak separah kekhawatiran yang ada. Memang ada kemungkinan perekonomian negeri Paman Sam itu melambat, namun tidak sampai menuju hard landing.
“Dalam arti, resesinya tidak terlalu dalam hingga memicu instabilitas,” tutur Helmi.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan Pemerintah akan terus mengantisipasi risiko dampak resesi perekonomian Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
Namun, sama halnya dengan Helmi, Febrio melihat pelemahan itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia. Menurunnya suku bunga acuan AS dapat berdampak positif terhadap aliran modal di Indonesia.
“Kalau kebijakan suku bunga diturunkan, akan membuat tekanan aliran modal keluar (capital outflow) bisa berkurang. Artinya, tingkat suku bunga kita di dalam negeri akan relatif cukup menarik bagi investor,” ujar dia saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, Febrio juga menyebut turunnya suku bunga The Fed juga bisa berdampak positif terhadap pembiayaan utang Indonesia.
Baca juga: Tidak resesi, DBS yakini ekonomi AS hanya akan melambat
Baca juga: Pemerintah antisipasi dampak resesi ekonomi AS ke RI
Baca juga: Celios paparkan berbagai dampak tekanan ekonomi AS terhadap Indonesia
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: