Kampanye terbuka tidak efektif dongkrak elektabilitas
16 Maret 2014 23:25 WIB
Karnaval Kampanye Damai Peserta karnaval kampanye damai dari salah satu partai politik dengan menggunakan mobil hias di Tangsel melintas didepan panggung kehormatan didepan kantor KPUD Tangsel, Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (15/3). Karnaval damai ini dlaksanakan serentak diseluruh Indonesia sebagai tand dimulainya masa kampanye Pemilu Legislatif 2014. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
Bekasi, 16/3 (Antara) - Dosen Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Fadil, menilai kampanye terbuka dinilai tidak memberikan banyak peningkatan elektabilitas partai maupun para calon anggota legislatif di mata masyarakat.
"Sebab pelaksanaan kampanye selama ini hanya sebagai ajang adu gengsi antarpartai dan ajang obral janji politik," kata pengamat politik itu menyikapi pelaksanaan kampanye perdana di Bekasi, Minggu.
Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa janji yang diucapkan peserta Pemilu dapat terealisasi jika kemenangan sudah diraih oleh yang bersangkutan.
"Masyarakat sudah cukup cerdas untuk mengetahui informasi dari banyaknya pemberitaan di media," ujarnya.
Penyampaian visi misi, dan program partai cenderung lebih banyak disampaikan dengan interaksi satu arah dari partai kepada masyarakat.
Bahkan, belum tentu masyarakat yang hadir dalam acara kampanye terbuka benar-benar mengerti akan apa yang disampaikan.
"Masyarakat yang hadir dalam acara kampanye terbuka biasanya lebih memandang acara sebagai sarana hiburan," katanya.
Sedangkan, harapan atas visi misi yang dijanjikan biasanya lebih didengarkan oleh pendukung dan simpatisan partai politik.
Menurut dia, tidak semua masyarakat yang hadir benar-benar telah menjadi pendukung atau simpatisan dari caleg atau partai politik tertentu.
"Masyarakat biasanya menilainya dari segi entertainment, selagi mereka bisa menikmati, ya mereka ikuti acara," ujar Fadil.
Menurut dia, kampanye yang megah juga bisa meningkatkan gengsi partai di mata masyarakat.
"Suguhan hiburan yang menarik, mendatangkan artis mahal, dan mendatangkan ribuan massa bisa membuat partai politik yang sedang berkampanye terkesan memiliki kekuatan besar," katanya.
Dikatakan Fadil, masyarakat sudah bisa menilai mana janji yang benar-benar diupayakan agar terealisasi, dan mana partai politik atau calon legislatif yang hanya melontarkan janji omong kosong.
Salah satu contohnya pada beberapa pejabat negara yang harus mengajukan cuti karena harus menjadi juru kampanye.
"Misalnya masalah bencana yang sebenarnya masih harus diperhatikan, tetapi pejabatnya malah ajukan cuti untuk berkampanye, lalu bagaimana nasib masyarakat yang sedang menderita?" katanya.
"Sebab pelaksanaan kampanye selama ini hanya sebagai ajang adu gengsi antarpartai dan ajang obral janji politik," kata pengamat politik itu menyikapi pelaksanaan kampanye perdana di Bekasi, Minggu.
Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa janji yang diucapkan peserta Pemilu dapat terealisasi jika kemenangan sudah diraih oleh yang bersangkutan.
"Masyarakat sudah cukup cerdas untuk mengetahui informasi dari banyaknya pemberitaan di media," ujarnya.
Penyampaian visi misi, dan program partai cenderung lebih banyak disampaikan dengan interaksi satu arah dari partai kepada masyarakat.
Bahkan, belum tentu masyarakat yang hadir dalam acara kampanye terbuka benar-benar mengerti akan apa yang disampaikan.
"Masyarakat yang hadir dalam acara kampanye terbuka biasanya lebih memandang acara sebagai sarana hiburan," katanya.
Sedangkan, harapan atas visi misi yang dijanjikan biasanya lebih didengarkan oleh pendukung dan simpatisan partai politik.
Menurut dia, tidak semua masyarakat yang hadir benar-benar telah menjadi pendukung atau simpatisan dari caleg atau partai politik tertentu.
"Masyarakat biasanya menilainya dari segi entertainment, selagi mereka bisa menikmati, ya mereka ikuti acara," ujar Fadil.
Menurut dia, kampanye yang megah juga bisa meningkatkan gengsi partai di mata masyarakat.
"Suguhan hiburan yang menarik, mendatangkan artis mahal, dan mendatangkan ribuan massa bisa membuat partai politik yang sedang berkampanye terkesan memiliki kekuatan besar," katanya.
Dikatakan Fadil, masyarakat sudah bisa menilai mana janji yang benar-benar diupayakan agar terealisasi, dan mana partai politik atau calon legislatif yang hanya melontarkan janji omong kosong.
Salah satu contohnya pada beberapa pejabat negara yang harus mengajukan cuti karena harus menjadi juru kampanye.
"Misalnya masalah bencana yang sebenarnya masih harus diperhatikan, tetapi pejabatnya malah ajukan cuti untuk berkampanye, lalu bagaimana nasib masyarakat yang sedang menderita?" katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: