Yogyakarta (ANTARA News) - Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetyantono menilai telah terjadi pergeseran paradigma dalam pengelolaan badan udaha milik negara (BUMN) masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Dalam pemerintahan SBY saat ini, paradigma pengelolaan BUMN diarahkan pada privatisasi," kata ekonom dari UGM ini pada seminar "Reposisi BUMN dalam Perekonomian Indonesia", di Yogyakarta, Sabtu. Privatisasi BUMN tersebut dilakukan dengan menjual saham ke pihak swasta atau investor asing baik dengan strategi `initial public offering` (IPO) atau penjualan saham perdana maupun melalui strategi investasi. Ia mengatakan, langkah ini dilakukan untuk mengurangi beban defisit anggaran atau sering diistilahkan memberikan `resep generik` seperti yang ditawarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia dan para ahli ekonomi Amerika Serikat (AS) . "Target privatisasi pada 2005 sebesar Rp3,5 triliun, sedangkan 2006 yang semula ditarget hanya Rp1 triliun direvisi lagi menjadi Rp3 triliun," katanya. Sebelumnya Menteri Negara BUMN, Sugiharto mengatakan, penjualan saham BUMN ke pasaran harus dilihat nilai jual saham itu sendiri. Kalau kondisinya belum stabil, maka saham belum akan dilepas. "Baru setelah nilai saham mengalami peningkatan dan stabil, akan dilakukan penjualan saham," katanya. Menteri menambahkan, untuk bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri dan BNI, saat ini sudah `go public`. Jika kedua bank itu di- `merger` dengan BRI jelas tidak memungkinkan karena saat ini BRI cukup berkembang terutama di pelosok daerah. "Kalau digabungkan akan terjadi perbedaan kultur, dan ini memakan waktu cukup lama untuk menyinergikannya," katanya.(*)