Anas enggan ungkapkan asetnya
14 Maret 2014 16:14 WIB
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di dekat lokasi tanah aset milik Anas Urbaningrum yang disita oleh KPK di daerah Mantrijeron, Yogyakarta, Rabu (12/4). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan dua aset milik tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Anas Urbaningrum di Mantrijeron, Yogyakarta dan tanah di Desa Panggungharjo, Bantul. (ANTARA FOTO/Noveradika)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum enggan mengungkapkan aset miliknya kepada wartawan terkait kasus tindak pidana pencucian uang yang disangkakan kepadanya.
"Terima kasih ya, permisi," kata Anas saat ditanya mengenai dugaan kepemilikan tambang di perusahaan PT Panahatan di gedung KPK Jakarta, Jumat.
PT Panahatan berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia berdiri pada 1998 yang berlokasi di Kabupaten Bengkalis, Riau yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan, kontraktor, instalateur, jasa, pertambangan, pembangunan perumahan, pengembang, dan real estate.
Pada 2008 perusahaan itu mendapat tambahan modal dasar hingga Rp100 miliar dari modal awal hanya Rp1 miliar. Perusahaan itu pun dimiliki tiga pengurus Partai Demokrat yaitu Anas Urbaningrum (35 persen), M Nazaruddin (35 persen) dan M Nasir yang adalah adik Nazaruddin (30 persen), dengan nilai satu lembar saham Rp1 juta, berarti Anas Urbaningrum memegang saham PT Panahatan senilai Rp35 miliar, Muhammad Nazaruddin Rp35 miliar, dan M Nasir Rp30 miliar.
"Hotel di Bali ada banyak, tapi doakan saja 20 tahun lagi atau 30 tahun lagi sampeyan doakan saja mudah-mudahan," ungkap Anas saat ditanya mengenai dugaan kepemilikan hotel di Bali.
Namun Anas masih mau berkomentar dengan rendahnya elektabilitas Partai Demokrat yang rendah, meski melakukan konvensi untuk memilih presiden.
"Memang musimnya bagus elektabilitas naik, kalau gak musimnya yang naik elektabilitas yang lain, musim yang lain," tambah Anas.
Dalam kasus ini KPK memang sedang menyidik aliran dana di Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mendapat aliran dana dari proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.
Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat hingga 20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
"Terima kasih ya, permisi," kata Anas saat ditanya mengenai dugaan kepemilikan tambang di perusahaan PT Panahatan di gedung KPK Jakarta, Jumat.
PT Panahatan berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia berdiri pada 1998 yang berlokasi di Kabupaten Bengkalis, Riau yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan, kontraktor, instalateur, jasa, pertambangan, pembangunan perumahan, pengembang, dan real estate.
Pada 2008 perusahaan itu mendapat tambahan modal dasar hingga Rp100 miliar dari modal awal hanya Rp1 miliar. Perusahaan itu pun dimiliki tiga pengurus Partai Demokrat yaitu Anas Urbaningrum (35 persen), M Nazaruddin (35 persen) dan M Nasir yang adalah adik Nazaruddin (30 persen), dengan nilai satu lembar saham Rp1 juta, berarti Anas Urbaningrum memegang saham PT Panahatan senilai Rp35 miliar, Muhammad Nazaruddin Rp35 miliar, dan M Nasir Rp30 miliar.
"Hotel di Bali ada banyak, tapi doakan saja 20 tahun lagi atau 30 tahun lagi sampeyan doakan saja mudah-mudahan," ungkap Anas saat ditanya mengenai dugaan kepemilikan hotel di Bali.
Namun Anas masih mau berkomentar dengan rendahnya elektabilitas Partai Demokrat yang rendah, meski melakukan konvensi untuk memilih presiden.
"Memang musimnya bagus elektabilitas naik, kalau gak musimnya yang naik elektabilitas yang lain, musim yang lain," tambah Anas.
Dalam kasus ini KPK memang sedang menyidik aliran dana di Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mendapat aliran dana dari proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.
Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat hingga 20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: