Jakarta (ANTARA) - GBG sebagai perusahaan teknologi global di bidang verifikasi identitas hingga pencegahan fraud, bersama Chartis Risk menyoroti ancaman fraud dan kejahatan keuangan yang meningkat imbas dari kemajuan digital.

Dalam survei terbaru yang dilakukan GBG, terungkap bahwa Indonesia menduduki peringkat teratas dalam kasus aktivitas money mule (kasus fraud transfer) dan pencurian identitas, yaitu sebesar 67 persen.

Survei GBG dan Chartis Risk menggarisbawahi bahwa kasus fraud terus bertransformasi dan berkembang. Indonesia telah menjadi target utama karena pasar produk digital yang terus berkembang dan tingkat inklusi keuangan tinggi, diperkirakan mencapai 90 persen pada 2024.

Baca juga: Menkominfo sebut CSIRT miliki peran vital hadapi serangan siber

Selain itu, pelaku fraud semakin menargetkan pengguna yang lebih rentan menjadi korban dibandingkan lembaga keuangan. Pergeseran itu menyebabkan peningkatan kasus-kasus yang melibatkan money mule dan pencurian identitas.

Menanggapi temuan tersebut, GBG menggelar seminar "Membangun Kepercayaan pada Saluran Digital: Studi Risiko Fraud Perbankan Indonesia" yang dihadiri 88 peserta dari 30 bank dan perusahaan keuangan.

Country Director Indonesia GBG PLC, Sahrizal Sofian menekankan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap pihak-pihak yang mengeksploitasi kemajuan digital.

"GBG menggunakan metode scoring berlapis dengan verifikasi identitas, pemantauan transaksi, analisis perilaku, dan endpoint security (keamanan perangkat pengguna)," kata Sahrizal Sofian dalam siaran resmi pada Senin.

Baca juga: Komunitas internet Asia Pasifik bahas keamanan siber di Bali

Kolaborasi antarlembaga keuangan sangatlah penting, dan GBG berencana mengembangkan platform untuk pertukaran informasi yang lebih baik dan terkoordinasi.

Budi Santoso selaku Director of Unit Kejahatan Forensik & Keuangan PwC dan Direktur ACFE Indonesia menekankan bahwa pemberantasan kasus fraud memerlukan upaya terkoordinasi antara penyedia teknologi regulasi (seperti GBG), lembaga keuangan, regulator, dan penegak hukum.

Pendidikan dan investasi berkelanjutan dalam teknologi canggih, seperti AI dan pembelajaran mesin, sangat penting untuk mengakali berbagai teknik kasus fraud yang canggih.

Head of Digital Strategy di Allo Bank, Destya D Pradityo menjelaskan pentingnya menyeimbangkan keamanan dengan aksesibilitas pengguna, di mana literasi keuangan harus dibarengi literasi digital melalui edukasi konsumen yang berkesinambungan.

Baca juga: BRI tegaskan komitmen untuk selalu tingkatkan ketahanan siber

Destya menjelaskan, Allo Bank fokus pada tindakan pencegahan yang disiplin, dan dalam tahap awal membangun infrastruktur teknologi yang kuat untuk memitigasi kasus fraud.

Riset internal bank menunjukkan konsumen mengutamakan keamanan bertransaksi dan penyimpanan data dibandingkan desain dan fitur antarmuka pengguna.

Head of Investigation and Disciplinary Action di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, Ellend Kusuma, menegaskan perlunya prosedur penanganan keluhan pelanggan yang efektif untuk menyelidiki penyebab kasus fraud dan menerapkan langkah-langkah pencegahan dini.

Baca juga: Pembaruan perusahaan keamanan siber AS picu gangguan TI global

Adopsi Cloud

Panelis juga membahas tentang manfaat dan tantangan adopsi cloud dalam deteksi kasus fraud. Budi Santoso menyoroti pentingnya kesiapan data, pertimbangan anggaran, dan langkah pengamanan yang ketat, serta kepatuhan terhadap peraturan yang ditentukan regulator.

Destya D. Pradityo menyarankan agar perusahaan bermitra dengan penyedia cloud terdaftar di Indonesia dan memastikan kesiapan internal melalui pelatihan staf dan pengembangan infrastruktur TI.

Sahrizal Sofian juga membenarkan bahwa teknologi cloud bisa meningkatkan deteksi kasus fraud melalui pembaruan real time dan waktu respons yang lebih cepat.

Untuk tantangan organisasi dan perlindungan konsumen, Ellend Kusuma menyoroti pentingnya penyelidikan awal yang komprehensif, mempertimbangkan perspektif pelanggan, dan analisis perilaku untuk memahami akar penyebab kasus fraud.

Budi Santoso menekankan perlunya investasi dalam teknologi keamanan dan program pelatihan untuk mengurangi risiko serangan rekayasa sosial, mencakup 60 persen kasus kasus fraud di Indonesia. Ia menganjurkan penyempurnaan sistem pemantauan transaksi berkala agar tetap terkini dan efektif.

Sebagai kesimpulan, wawasan utama dari seminar ini adalah menekankan perlunya identifikasi kasus fraud sejak dini dan langkah-langkah proaktif, investasi berkelanjutan dalam teknologi untuk menjunjung tinggi kinerja dan kredibilitas, serta memprioritaskan pendidikan dan kesiapan teknologi.

Sifat taktis dari kasus fraud yang terus berkembang menegaskan pentingnya meningkatkan literasi keuangan dan digital, memprioritaskan investasi keamanan siber, dan memberikan pengalaman luar biasa kepada pelanggan.


Baca juga: Indodax peroleh predikat A untuk "security score" dari Certik Skynet