Pada akhir perdagangan Senin, rupiah menguat 11 poin atau 0,07 persen menjadi Rp16.189 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.200 per dolar AS.
"Rupiah cenderung menguat terhadap dolar AS sejalan dengan sinyal dovish dari The Fed," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede di Jakarta, Senin.
Josua menuturkan rupiah menguat akibat ekspektasi investor terkait dengan potensi sinyal pelemahan data tenaga kerja AS.
Angka konsensus menunjukkan perkiraan penurunan angka Non-Farm Payroll, meskipun angka tingkat pengangguran diperkirakan cenderung stabil. Pelemahan data tenaga kerja AS lebih jauh berpotensi menguatkan kemungkinan The Fed untuk memotong suku bunga lebih dari satu kali pada 2024.
Ekonomi AS mencatatkan penambahan 114 ribu pekerjaan pada Juli 2024, jauh di bawah revisi ke bawah 179 ribu pada Juni dan perkiraan 175 ribu. Angka itu juga merupakan level terendah dalam tiga bulan terakhir, di bawah rata-rata kenaikan bulanan 215 ribu selama 12 bulan sebelumnya.
Tingkat pengangguran di Amerika Serikat naik menjadi 4,3 persen pada Juli 2024 dari 4,1 persen pada bulan sebelumnya, tertinggi sejak Oktober 2021, dan di atas ekspektasi pasar yang akan tetap di 4,1 persen.
Kombinasi data Non-Farm Payroll dan tingkat pengangguran bulan Juli 2024 mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja AS mulai melonggar sehingga kembali mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga Fed dan mendukung sentimen risk-on di pasar.
Baca juga: Rupiah menguat saat pasar antisipasi rilis PDB RI kuartal II-2024
Baca juga: BI: BSPI 2030 fokus penguatan infrastuktur hingga rupiah digital