Bantul (ANTARA News) - Pembuat minyak kelapa atau minyak kampung di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam punah karena ketiadaan generasi penerus.

Sartini (50), produsen minyak kelapa "Kelapa Mas" mengatakan ketiadaan generasi penerus menjadi tantangan terbesar kelangsungan usaha minyak kelapa, khususnya di wilayah Kecamatan Srandakan, Bantul.

Menurutnya, di Kecamatan Srandakan sendiri pada tahun 2000-an, terdapat sekitar 25 orang yang bergelut pada bidang usaha ini. Namun, perlahan satu per satu mereka pun berguguran.

"Di Kecamatan Srandakan, sekarang cuma tinggal usaha saya saja," ujarnya saat ditemui di Dusun Mangiran, Desa Trimurti Kecamatan Srandakan, Bantul, Rabu.

Sartini sebenarnya merupakan penerus generasi ketiga usaha minyak kelapa ini. Ia mulai menekuni usaha turun temurun ini sejak tahun 1984.

Ia pun mengaku tak yakin usaha minyak kelapa ini dapat berlanjut di generasi berikutnya, meskipun keempat putrinya sama sekali tak berminat melanjutkan usaha turun temurun ini.

Saat ini di pabrik pembuatan minyak kelapa miliknya, di Dusun Mangiran, Sunarti mempekerjakan sebanyak 11 orang karyawan. Enam di antaranya laki-laki, dan sisanya perempuan.

Mereka ini adalah tetanga sekitar rumah Sartini dan kerabat Sartini. Para karyawan ini mendapatkan upah Rp25 ribu-Rp35 ribu per harinya untuk delapan jam kerja (mulai pukul 8 pagi hingga 16.00).

Dalam sehari ia mengolah sekitar 1000 buah kelapa di rumahnya. Dari 1000 buah kelapa ini menghasilkan sekitar 100 liter minyak kelapa. Untuk keperluan bahan baku, Sartini biasa mendapatkannya dari wilayah Purworejo, sekitar Bantul dan Sulawesi (tergantung harga).

Kemudian, untuk mendapatkan tambahan modal, ia pun memutuskan bergabung menjadi anggota Credit Union Tyas Manunggal (CUTM) sejak enam bulan lalu.

"Saya pinjam Rp 25 juta pada koperasi (CUY untuk membeli bahan baku (kelapa). Sekarang masuk bulan keempat," katanya.

Sementara itu, menanggapi soal kesulitan regenerasi, pihak CU belum dapat bertindak apa pun karena prioritas CU baru sebatas penataan dan pendampingan usaha.

"Saat ini belum ada prioritas soal regenerasi. Konsumennya (minyak kelapa) juga terbatas. CU itu sebenarnya menyeimbangkan usaha dengan daya serap," ujar Ketua CUTM, Hery Astono.