Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan bahwa tempat penitipan anak harus memiliki SDM dengan kapasitas memadai dan mekanisme penyelesaian masalah jika terjadi praktik yang tidak sesuai.

"Penyelesaian tidak hanya secara administrasi tetapi juga secara hukum. Tindakan segera harus diambil, baik dalam proses hukum, maupun dampak terhadap anak," kata Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Dikatakannya, setiap tempat penitipan anak harus memiliki izin operasional dari lembaga yang berwenang untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi lembaga layanan tersebut.

Tempat penitipan anak yang terdaftar akan mendapatkan pembinaan dan pengawasan serta panduan pelaksanaan tugas.

"Meski terdaftar, mungkin saja ada oknum yang tidak melaksanakan tugas sesuai pedoman. Jika ada unsur pidana, harus dilaporkan dan diproses lebih lanjut karena korbannya adalah anak. Orang tua berhak membuat laporan polisi jika ada bukti yang mengarah ke unsur pidana untuk memastikan kasus diselidiki dan pelaku mendapatkan sanksi sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Nahar.

Baru-baru ini terjadi kasus kekerasan terhadap balita di sebuah daycare, Depok, Jawa Barat, yang dilakukan oleh pemilik daycare tersebut.

Dikatakannya, dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok, dan Polres Kota Depok untuk memastikan korban mendapatkan hak-haknya, termasuk pemulihan fisik dan psikis.

"Pemeriksaan kondisi fisik dan psikis anak diperlukan untuk menentukan intervensi selanjutnya," kata Nahar.

Baca juga: Kasus penganiayaan balita di Depok, Polisi sebut pelaku mengaku khilaf

Baca juga: Ketua DPR ingatkan Pemerintah beri pengawasan lebih terhadap TPA