Denpasar (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi IX DPR-RI menilai dana yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional rentan diselewengkan pihak rumah sakit, dan sosialisasinya masih kurang.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar Pumpida dalam kunjungannya di Denpasar, Senin, mencontohkan akal-akalan penyelewenangan di rumah sakit dapat terjadi ketika masyarakat mempergunakan pelayanan paket tertentu.

"Misalnya ada masyarakat yang ingin mendapatkan layanan paket A, namun dari pihak rumah sakit dengan berbagai cara dan penjelasannya kepada pasien, bisa saja diarahkan agar mengambil paket A dan B, tetapi sesungguhnya pelayanan yang diberikan hanya satu paket dan dikenakan biaya ganda," ujarnya pada kunjungan yang dipimpin oleh Ribka Tjiptaning tersebut.

Selain itu, tambah dia, sosialisasinya juga dinilai kurang maksimal yang dibuktikan dari timbal balik kegiatan sosialisasi belum terlihat.

Pandangan tidak jauh berbeda dikemukakan Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDI Perjuangan.

Menurut dia, promosi BPJS lewat televisi nasional biayanya sangat tinggi tetapi hasilnya belum terlihat dan masyarakat masih banyak yang belum paham.

Sementara itu Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang menerima kunjungan Komisi IX DPR itu menyebutkan Pemerintah Provinsi Bali sangat fokus pada bidang kesehatan dan dijadikan prioritas utama dalam program pemerintah yang dituangkan dalam rencana pembangunan lima tahun ke depan.

Bali sejak Januari 2010 telah memiliki program Jaminan kesehatan Bali Mandara (JKBM). Adanya BPJS yang merupakan program nasional telah menjadi berbagai persoalan di Bali. Bahkan sampai ada aksi demonstrasi dari pekerja.

"Para pekerja merasa keberatan karena mereka disuruh membayar kalau ikut program BPJS," ucapnya.

Pemprov Bali sendiri memberikan layanan JKBM kepada semua penduduk yang memiliki KTP Bali dan tidak pernah memandang kaya dan miskin. Preminya dibayar oleh pemerintah provinsi bersama kabupaten kota yang besarnya Rp10 ribu per orang tiap bulan.

"Pengelolaannya bukan dilakukan oleh pihak ketiga melainkan dikelola sendiri oleh Pemprov Bali. Dengan demikian biaya menjadi murah jauh beda dengan program BPJS sakit tidak sakit harus tetap dibayar," katanya.

Kalau JKBM, ujar dia, jika tidak ada klaim dari masyarakat yang berobat, dana yang sudah disiapkan Rp330 miliar untuk tahun ini tidak akan habis.

Terkait berbagai penjelasan yang disampaikan, pimpinan rapat dari Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning mengatakan apa yang dilakukan pemerintah Provinsi Bali dalam memberikan jaminan kesehatan pada masyarakatnya dinilai sudah benar.

"Namun JKBM belum bisa berlaku scara nasional sedangkan BPJS sudah berlaku nasional dan ditanggung semua jenis penyakit. BPJS, memang ada kelemahan karena semua rakyat Indonesia harusnya ditanggung," ujarnya.(*)