Ketua BKSAP: Sidang Ke-2 IPPP Hasilkan 13 kesepakatan
29 Juli 2024 22:35 WIB
Dokumentasi - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon saat berfoto bersama dalam Sidang Ke-2 IPPP digelar di Jakarta pada 24-26 Juli. (ANTARA/HO-BKSAP DPR)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengatakan Sidang Ke-2 Indonesia-Pasific Parliamentary Partnership (IPPP) menghasilkan 13 kesepakatan untuk mempererat hubungan Indonesia dan Pasifik, termasuk penegasan soal kedaulatan negara.
“Ada 13 kesepakatan yang dihasilkan dalam konferensi IPPP, semua sejalan dengan tujuan pertemuan ini untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik,” kata Fadli dalam keterangan yangki diterima di Jakarta, Senin.
Fadli yang didaulat menyampaikan Chair’s Summary atau Kesimpulan Keketuaan Indonesia itu menegaskan IPPP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik.
“Berdasarkan pada komitmen bersama meningkatkan konektivitas regional dan pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global yang beraneka ragam dan belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Dengan adanya komitmen bersama yang telah disepakati itu, Fadli berharap Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik dapat meningkatkan konektivitas regional, termasuk pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global.
Dia lantas memaparkan ke-13 kesepakatan tersebut. Pertama, penegasan kembali komitmen meningkatkan konektivitas ekonomi, politik, dan sosial di kawasan dengan visi menjadikan Pasifik sebagai kawasan terintegrasi, saling terhubung erat, untuk mencapai kesejahteraan kolektif.
Kedua, menjaga perdamaian dan keamanan regional guna membangun ketahanan, dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat masing-masing negara.
Ketiga, penegasan cara pandang lautan samudera sebagai perekat, bukan pemisah, dengan menghormati keragaman budaya, peningkatan keterlibatan diplomatik dan politik sebagai elemen pemersatu dalam kerangka mempererat kerja sama dan saling pengertian yang lebih berkelanjutan.
Keempat, menekankan perhatian bersama terhadap isu ketidakpastian ekonomi, dampak nyata perubahan iklim, degradasi laut, bencana alam, ancaman ketahanan pangan, dan keamanan maritim.
Kelima, urgensi peningkatan kolaborasi, kemitraan, dan konektivitas berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial untuk membangun landasan bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan regional.
Keenam, urgensi diplomasi parlemen untuk menciptakan masa depan yang lebih adil, tangguh, dan sejahtera bagi semua menjadi kesepakatan keenam.
Ketujuh, menyangkut keprihatinan terhadap degradasi lingkungan laut, samudra, dan keanekaragaman hayati laut akibat sampah laut, polusi air, plastik, dan eksploitasi yang tidak berkelanjutan.
Kedelapan, urgensi interaksi yang lebih erat antara Indonesia dan negara-negara di Pasifik, khususnya melalui pertukaran di bidang pendidikan, sosial budaya, dan hubungan antarmasyarakat.
Kesembilan, urgensi Kerja Sama Selatan-Selatan sebagai platform untuk meningkatkan konektivitas regional. Lalu kesepuluh, urgensi mendorong pembangunan regional dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang inklusif.
Kesebelas, peningkatan kerja sama dalam mengurangi dampak perubahan iklim, serta tindakan adaptasi iklim terutama untuk rehabilitasi lahan pesisir, perlindungan ekosistem laut, dan pemberdayaan masyarakat di Pasifik.
Keduabelas, urgensi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan, investasi, dan kemitraan bisnis yang didukung peran penting teknologi komunikasi, infrastruktur digital, dan jaringan transportasi.
Ketigabelas, komitmen memanfaatkan IPPP sebagai platform penting untuk keterlibatan regional dengan mengembangkan forum tersebut sebagai majelis parlemen Indonesia dan kawasan Pasifik.
Sidang Ke-2 IPPP digelar di Jakarta pada 24-26 Juli dengan mengusung tema “Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development”. Delegasi parlemen Pasifik yang hadir dalam forum tersebut adalah Negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji.
Baca juga: BKSAP DPR: Pembahasan ekonomi hijau jadi salah satu fokus di IPPP 2024
Baca juga: BKSAP DPR harap masyarakat internasional tekan Israel patuhi ICJ
“Ada 13 kesepakatan yang dihasilkan dalam konferensi IPPP, semua sejalan dengan tujuan pertemuan ini untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik,” kata Fadli dalam keterangan yangki diterima di Jakarta, Senin.
Fadli yang didaulat menyampaikan Chair’s Summary atau Kesimpulan Keketuaan Indonesia itu menegaskan IPPP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik.
“Berdasarkan pada komitmen bersama meningkatkan konektivitas regional dan pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global yang beraneka ragam dan belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Dengan adanya komitmen bersama yang telah disepakati itu, Fadli berharap Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik dapat meningkatkan konektivitas regional, termasuk pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global.
Dia lantas memaparkan ke-13 kesepakatan tersebut. Pertama, penegasan kembali komitmen meningkatkan konektivitas ekonomi, politik, dan sosial di kawasan dengan visi menjadikan Pasifik sebagai kawasan terintegrasi, saling terhubung erat, untuk mencapai kesejahteraan kolektif.
Kedua, menjaga perdamaian dan keamanan regional guna membangun ketahanan, dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat masing-masing negara.
Ketiga, penegasan cara pandang lautan samudera sebagai perekat, bukan pemisah, dengan menghormati keragaman budaya, peningkatan keterlibatan diplomatik dan politik sebagai elemen pemersatu dalam kerangka mempererat kerja sama dan saling pengertian yang lebih berkelanjutan.
Keempat, menekankan perhatian bersama terhadap isu ketidakpastian ekonomi, dampak nyata perubahan iklim, degradasi laut, bencana alam, ancaman ketahanan pangan, dan keamanan maritim.
Kelima, urgensi peningkatan kolaborasi, kemitraan, dan konektivitas berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial untuk membangun landasan bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan regional.
Keenam, urgensi diplomasi parlemen untuk menciptakan masa depan yang lebih adil, tangguh, dan sejahtera bagi semua menjadi kesepakatan keenam.
Ketujuh, menyangkut keprihatinan terhadap degradasi lingkungan laut, samudra, dan keanekaragaman hayati laut akibat sampah laut, polusi air, plastik, dan eksploitasi yang tidak berkelanjutan.
Kedelapan, urgensi interaksi yang lebih erat antara Indonesia dan negara-negara di Pasifik, khususnya melalui pertukaran di bidang pendidikan, sosial budaya, dan hubungan antarmasyarakat.
Kesembilan, urgensi Kerja Sama Selatan-Selatan sebagai platform untuk meningkatkan konektivitas regional. Lalu kesepuluh, urgensi mendorong pembangunan regional dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang inklusif.
Kesebelas, peningkatan kerja sama dalam mengurangi dampak perubahan iklim, serta tindakan adaptasi iklim terutama untuk rehabilitasi lahan pesisir, perlindungan ekosistem laut, dan pemberdayaan masyarakat di Pasifik.
Keduabelas, urgensi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan, investasi, dan kemitraan bisnis yang didukung peran penting teknologi komunikasi, infrastruktur digital, dan jaringan transportasi.
Ketigabelas, komitmen memanfaatkan IPPP sebagai platform penting untuk keterlibatan regional dengan mengembangkan forum tersebut sebagai majelis parlemen Indonesia dan kawasan Pasifik.
Sidang Ke-2 IPPP digelar di Jakarta pada 24-26 Juli dengan mengusung tema “Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development”. Delegasi parlemen Pasifik yang hadir dalam forum tersebut adalah Negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji.
Baca juga: BKSAP DPR: Pembahasan ekonomi hijau jadi salah satu fokus di IPPP 2024
Baca juga: BKSAP DPR harap masyarakat internasional tekan Israel patuhi ICJ
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: