Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai identifikasi berbagai isu kunci dapat mempercepat proses transformasi digital di Indonesia.

Meskipun demikian, Chief Executive Officer (CEO) CIPS Anton Rizki mengatakan bahwa ekonomi digital Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat pertumbuhannya.

"Walau mencatat kemajuan yang luar biasa dan memiliki potensi pertumbuhan yang besar, Indonesia masih menghadapi tantangan yang persisten seperti pengembangan infrastruktur, literasi digital, privasi data, dan keamanan siber," kata Anton dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Anton menyebut pendekatan koregulasi dapat menjadi salah satu upaya untuk menyelesaikan tantangan yang ada.

Ia menjelaskan bahwa koregulasi yang artinya pengaturan bersama merupakan pembagian tanggung jawab antara para pemangku kepentingan, yang terdiri atas pemerintah, swasta, dan asosiasi di bidang terkait.

Selain itu, penggunaan regulatory sandbox, yaitu ruang atau wadah uji coba untuk pastikan efektivitas sebuah kebijakan sebelum diimplementasikan, juga bisa membantu menangkap potensi permasalahan sebelum kebijakan itu diberlakukan.

Sementara itu, Koordinator Pemanfaatan dan Ekosistem TIK, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas Andianto Haryoko mengemukakan bahwa pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), metaverse, dan blockchain dapat mendorong berbagai kegiatan ekonomi.

Dalam jangka panjang, dia berharap bisa mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap).

Dengan keunggulan sumber daya manusianya, Andianto menilai Indonesia jangan hanya jadi pasar. Indonesia perlu memanfaatkan makin menurunnya jumlah penduduk usia produktif dari benua lain.

Baca juga: CIPS usulkan 7 inovasi untuk kebijakan digital RI
Baca juga: CIPS: Intensifikasi pertanian menjadi prioritas dukung pangan nasional


Di sisi lain, mereka justru menguasai lebih banyak teknologi daripada Indonesia. Untuk mengimbangi hal tersebut, Indonesia harus bisa memanfaatkan teknologi supaya tidak hanya jadi pasar.

"Indonesia memerlukan digital talents yang berkualitas untuk menguasai berbagai jenis teknologi. Hal ini juga sejalan dengan yang pemerintah sudah lakukan," terangnya.

Data Bappenas menyebutkan bahwa program literasi digital nasional Indonesia Makin Cakap telah mengedukasi 23 juta orang dari target 50 juta pada tahun 2024.

Program UMKM Go Digital sudah menjangkau 12 juta UMKM pada tahun 2020, sebanyak 27 juta UMKM pada tahun 2023 dan ditargetkan mencapai 30 juta UMKM pada tahun 2024.

Dalam 10 tahun terakhir, kata dia, sudah terjadi pergeseran tren dalam penguasaan teknologi digital.

Hal ini juga ditegaskan oleh Ketua Komtap Cloud Computing, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) Sutedjo Tjahjadi.

Menurut dia, tidak hanya di dunia, pergeseran tren ini juga terjadi di Indonesia, produk teknologi informasi kini tidak hanya berupa perangkat keras (hardware), tetapi produk teknologi informasi kini didominasi oleh perangkat lunak (software).

Hal ini, lanjut dia, merupakan sebuah peluang karena hal ini dapat turut mengembangkan industri software di dalam negeri.

"Untuk jadi pemain digital, kita harus beneran memahami software. Kalau kita bisa mendalami software, kontribusi ke PDB dan manfaatnya akan tetap berada di Indonesia. Kontribusi ini yang didorong supaya bisa mempercepat transformasi digital," pungkasnya.