Jakarta (ANTARA) -
Indonesia mendeklarasikan sejarah kemerdekaannya dari masa penjajahan pada 17 Agustus 1945. Peristiwa bersejarah ini ditandai dengan pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Teks tersebut menjadi sebuah dokumen krusial yang menandakan kelahiran negara Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.

Teks Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di hadapan rakyat Indonesia di Jakarta, dengan didampingi oleh Mohammad Hatta, yang setelah itu menjabat sebagai Wakil Presiden pertama.
Pembacaan tersebut berlangsung di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang kini dikenal sebagai Jalan Proklamasi No. 5, Jakarta Pusat.

Peristiwa ini menandai momen yang sangat krusial dalam sejarah Indonesia dan diperingati setiap tahun pada 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia.

Pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno dan Hatta menegaskan tekad bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan serta membangun negara yang bebas, berdaulat, adil dan makmur.

Seiring berjalannya waktu, peristiwa bersejarah ini terus diperingati dan dihormati sebagai simbol perjuangan dan persatuan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Presiden Soekarno (tengah) didampingi Wapres Mohammad Hatta (kanan) membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, Jumat (17/8/1945). ANTARA FOTO/IPPHOS/Rei/Koz/aa.

Profil Ir. Soekarno
Ir. Soekarno, lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, merupakan tokoh besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, ia dikenal sebagai tokoh Bapak Proklamator Republik Indonesia.

Dalam sejarah mencatat, Soekarno memiliki peranan yang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan dalam merancang dasar-dasar negara baru yang merdeka.

Soekarno lahir dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu saat Raden Soekemi, seorang guru, ditugaskan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.

Nyoman Rai merupakan seorang bangsawan Bali yang beragama Hindu, sementara Raden Soekemi beragama Islam. Sebelum kelahiran Soekarno, mereka telah memiliki seorang putri bernama Sukarmini.


Masa kecil Soekarno dihabiskan bersama kakeknya, Raden Hardjokromo, di Tulung Agung, Jawa Timur. Soekarno memulai pendidikannya di Tulungagung sebelum pindah ke Mojokerto mengikuti orang tuanya yang ditugaskan di kota tersebut.
Pada saat di Mojokerto, ayahnya mendaftarkan Soekarno ke Eerste Inlandse School, tempat ayahnya mengajar. Lalu, Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk mempersiapkan dirinya masuk ke Hoogere Burger School (HBS) pada Juni 1911.

Kemudian, pada tahun 1915, Soekarno menyelesaikan pendidikan di ELS dan melanjutkan ke Hoogere Burger School (HBS) di Surabaya, Jawa Timur. Ia diterima di HBS berkat bantuan H.O.S. Tjokroaminoto, seorang teman ayahnya.
Tjokroaminoto bahkan menyediakan tempat tinggal untuk Soekarno di kediamannya. Selama di Surabaya, Soekarno bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin oleh Tjokroaminoto, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.

Soekarno kemudian aktif dalam organisasi pemuda Tri Koro Dharmo, yang merupakan bagian dari Budi Utomo, dan mengganti nama organisasi tersebut menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis untuk harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.

Setelah lulus dari HBS Surabaya pada Juli 1921, Soekarno bersama rekannya Djoko Asmo melanjutkan studi ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil.

Meskipun sempat berhenti kuliah selama dua bulan, Soekarno kembali mendaftar pada tahun 1922 dan menyelesaikan studinya pada tahun 1926.

Kemudian, ia dinyatakan lulus ujian insinyur pada 25 Mei 1926 dan diwisuda pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung pada 3 Juli 1926 bersama delapan belas insinyur lainnya.
Selama di Bandung, Soekarno tinggal di rumah Haji Sanusi, anggota Sarekat Islam dan sahabat dekat Tjokroaminoto.

Pada saat itu, ia sering berinteraksi dengan tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu memimpin organisasi National Indische Partij.

Singkatnya, Soekarno memulai karier politiknya dengan terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan kemerdekaan, termasuk Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikannya.

Keberaniannya dalam berbicara dan berjuang melawan penjajahan Belanda membuatnya dikenal luas di kalangan rakyat Indonesia dan juga di mata internasional.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno, bersama dengan Mohammad Hatta, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal ini menandai berakhirnya penjajahan Belanda dan lahirnya negara Indonesia yang merdeka.

Soekarno kemudian menjabat sebagai Presiden pertama Republik Indonesia dan berperan aktif dalam perumusan dan pengembangan kebijakan serta ideologi negara, termasuk Pancasila yang menjadi dasar negara.

Selama masa kepemimpinannya, Soekarno berusaha memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional melalui Gerakan Non-Blok, yang bertujuan menciptakan keseimbangan kekuatan global pasca Perang Dunia II.

Namun setelahnya, Soekarno menghadapi berbagai tantangan besar dalam memimpin negara yang baru merdeka, termasuk ketegangan politik dan ekonomi, serta konflik internal.

Pada tahun 1965, masa pemerintahannya berakhir setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September, yang mengakibatkan Soekarno kehilangan kekuasaan. Ia kemudian diasingkan di Bogor hingga meninggal pada 21 Juni 1970.


Baca juga: Pengetik teks Proklamasi Sayuti Melik, ini sosoknya

Baca juga: Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejarah dan tokoh dibaliknya

Baca juga: Duplikat Merah Putih dan Teks Proklamasi RI dikembalikan ke Monas