"Menurut saya daripada TNI berbisnis itu mestinya lebih tepat kalau kebutuhan TNI untuk kesejahteraan itu dipenuhi oleh negara, oleh pemerintah," kata Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemenuhan kesejahteraan TNI oleh negara jauh lebih rasional dan terukur daripada anggota TNI berbisnis di tengah mengemban tanggung jawabnya sebagai alat pertahanan negara.
"Itu lebih accountable, lebih rasional, karena kalau diberi ruang bisnis itu kan menjadi tidak bisa diukur nanti berapa banyak waktu yang diluangkan oleh TNI untuk bekerja sebagai TNI dan berapa banyak yang untuk bisnis," katanya.
Namun, dia memberi catatan agar jaminan pemenuhan kesejahteraan TNI oleh negara diatur dalam aturan perundangan secara lebih rigid.
Baca juga: Pernyataan "TNI Boleh Berbisnis" Perlu Diluruskan
Baca juga: KSP Moeldoko tak setuju TNI boleh berbisnis
Baca juga: KSAD usul TNI boleh berbisnis sebab banyak anggota jadi ojek online
Untuk itu, dia memandang agar usulan TNI diperbolehkan berbisnis dipikirkan ulang.
"TNI memang tidak dilatih untuk bisnis kan, TNI ini kan dilatihnya untuk perang dan sejak reformasi kita sudah sepakat bahwa TNI itu menjadi tentara profesional yang menghabiskan seluruh waktu dan tenaganya didedikasikan untuk perang secara profesional, punya kemampuan perang secara profesional," kata dia.
Sebelumnya, pihak TNI mengusulkan kepada Kemenko Polhukam untuk menghapus larangan anggota TNI membuka usaha yang tercantum pada Pasal 39 huruf c dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
Usul tersebut disampaikan salah satu anggota TNI dalam forum diskusi yang disediakan Kemenko Polhukam untuk membahas RUU TNI di Jakarta Pusat, Kamis (11/7).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Marsekal TNI Purn. Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa pembahasan mengenai usulan penghapusan larangan TNI berbisnis itu tengah dilakukan dalam rangka daftar intervensi masalah (DIM) RUU TNI.
RUU TNI yang telah sampai pada penyusunan DIM itu merupakan RUU yang menjadi inisiatif DPR.