Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Brain Society Center (BSCenter) Dhifla Wiyani mengemukakan eksistensi Bank Tanah mewujudkan kepastian hukum hak pengelolaan atas tanah sebagai sebuah konsep ideal kelembagaan Bank Tanah dalam mewujudkan pengadaan tanah di Indonesia.

Dia mengatakan kehadiran Bank Tanah pada awalnya dipandang berpotensi disalahgunakan untuk melegitimasi penguasaan tanah masyarakat adat yang belum memiliki kepastian hukum serta meningkatkan eskalasi konflik agraria.

"Padahal kehadiran Bank Tanah menjadi bagian dari solusi untuk menjawab persoalan agraria dan bukan menambah persoalan baru," ucap Dhifla dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan Bank Tanah merupakan bentuk manajemen tanah untuk menyelenggarakan fungsi pengelolaan atas tanah dan dapat juga disebut sebagai penjamin dalam penyediaan tanah untuk pembangunan, menjamin nilai tanah dan efisiensi pasar tanah yang berkeadilan, berkepastian hukum, serta mengamankan peruntukan tanah secara maksimal dan efektif untuk masa yang akan datang.

Oleh karena itu, dia menambahkan secara filosofis Bank Tanah mengemban misi yang tidak ringan karena harus mampu mengakomodasi berbagai kepentingan dalam pengalokasian tanah, yang pada awalnya hanya ditujukan untuk kepentingan umum.

Baca juga: Bank Tanah petakan 200 hektare lahan untuk perumahan MBR

Sebagai pemegang mandat dari rakyat, Dhifla menuturkan negara wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya alam kepada rakyat, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Dia menyebutkan secara filosofis, UUPA bercita-cita agar tanah ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, lanjut dia, secara normatif hukum tidak boleh menutup peluang kepada siapapun yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan.

Selain itu, terdapat pula UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengatur tentang Bank Tanah dalam Pasal 125-135. Pengaturan lebih lanjut dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.

"Namun kunci dari aspek filosofis dan yuridis harus ada asas keseimbangan atau keadilan dalam membagi tanah hak pengelolaan," tuturnya.

Tak hanya untuk mendukung tugas dan fungsi pemerintahan di bidang pertanahan mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dirinya berharap Bank Tanah juga bisa mendorong investasi karena investor tidak akan terperangkap oleh harga dari para spekulan tanah dan kemudahan dalam birokrasi ataupun perizinan.

Kendati demikian, ia berpendapat perlunya sinergi dan keseimbangan dalam pengelolaan agraria, baik sebagai penopang kebutuhan dasar rakyat, sumber perekonomian rakyat, maupun aset investasi pembangunan yang potensial.

Baca juga: Bank Tanah targetkan peningkatan aset lahan 23 ribu hektare tahun ini