BMKG: Minimnya pertumbuhan bibit awan picu suhu panas di Sumbar
26 Juli 2024 11:44 WIB
Seorang warga berjalan menggunakan payung untuk meminimalisasi teriknya paparan sinar matahari di Kota Padang, Jumat (26/7/2024). ANTARA/Muhammad Zulfikar.
Padang (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatera Barat melaporkan minimnya pertumbuhan bibit awan memicu peningkatan suhu di daerah itu sejak beberapa hari terakhir.
"Jadi kenapa beberapa hari terakhir terasa panas?, ya karena memang tutupan awannya sedikit," kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Padang Pariaman Desindra Deddy di Padang, Jumat.
Deddy menjelaskan minimnya pertumbuhan bibit awan yang terpantau melalui citra satelit menyebabkan paparan sinar matahari langsung ke permukaan bumi tanpa adanya filterisasi dari awan.
"Imbas sedikitnya tutupan awan ini menyebabkan energi matahari berupa gelombang pendek itu maksimal diterima oleh permukaan bumi," ujarnya.
Minimnya pertumbuhan bibit awan tersebut berkaitan dengan kondisi fenomena global, regional dan lokal yang tidak mendukung pertumbuhan awan. Sebagai contoh, pada Juli 2024 Indonesia sudah memasuki musim kemarau dimana angin monsun timur atau monsun Australia sangat dominan.
Baca juga: PBB: Cuaca panas ekstrem menewaskan hampir 500 ribu orang per tahun
Angin monsun Australia sendiri diketahui membawa massa udara yang sifatnya dingin dan kering dari benua Australia dan masuk ke Indonesia yang dapat menyebabkan musim kemarau.
Meskipun terjadi peningkatan suhu panas, Deddy menegaskan kondisi itu belum termasuk fenomena gelombang panas (heat wafe). Apalagi, berdasarkan catatan BMKG gelombang panas tidak pernah terjadi di Indonesia.
"Jadi, kalau gelombang panas itu karakternya ada perbedaan lima derajat celsius dari suhu kondisi normal," ujar dia.
Oleh karena itu, pihaknya menegaskan kondisi peningkatan suhu selama beberapa hari terakhir tidak termasuk fenomena gelombang panas seperti yang terjadi di Afrika, India dan wilayah lainnya.
Terakhir, BMKG mengimbau masyarakat agar mengantisipasi peningkatan suhu panas terutama saat beraktivitas di ruangan terbuka. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya menggunakan payung da sebagainya.
Selain itu, BMKG juga mengimbau masyarakat agar tidak membakar sampah, atau membuka lahan perkebunan dengan cara dibakar. Sebab, hal tersebut dapat memicu kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau.
Baca juga: BMKG: Waspadai cuaca panas hingga 37 derajat di Kota Medan
Baca juga: BMKG petakan wilayah rawan bencana banjir lahar Gunung Marapi susulan
"Jadi kenapa beberapa hari terakhir terasa panas?, ya karena memang tutupan awannya sedikit," kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Padang Pariaman Desindra Deddy di Padang, Jumat.
Deddy menjelaskan minimnya pertumbuhan bibit awan yang terpantau melalui citra satelit menyebabkan paparan sinar matahari langsung ke permukaan bumi tanpa adanya filterisasi dari awan.
"Imbas sedikitnya tutupan awan ini menyebabkan energi matahari berupa gelombang pendek itu maksimal diterima oleh permukaan bumi," ujarnya.
Minimnya pertumbuhan bibit awan tersebut berkaitan dengan kondisi fenomena global, regional dan lokal yang tidak mendukung pertumbuhan awan. Sebagai contoh, pada Juli 2024 Indonesia sudah memasuki musim kemarau dimana angin monsun timur atau monsun Australia sangat dominan.
Baca juga: PBB: Cuaca panas ekstrem menewaskan hampir 500 ribu orang per tahun
Angin monsun Australia sendiri diketahui membawa massa udara yang sifatnya dingin dan kering dari benua Australia dan masuk ke Indonesia yang dapat menyebabkan musim kemarau.
Meskipun terjadi peningkatan suhu panas, Deddy menegaskan kondisi itu belum termasuk fenomena gelombang panas (heat wafe). Apalagi, berdasarkan catatan BMKG gelombang panas tidak pernah terjadi di Indonesia.
"Jadi, kalau gelombang panas itu karakternya ada perbedaan lima derajat celsius dari suhu kondisi normal," ujar dia.
Oleh karena itu, pihaknya menegaskan kondisi peningkatan suhu selama beberapa hari terakhir tidak termasuk fenomena gelombang panas seperti yang terjadi di Afrika, India dan wilayah lainnya.
Terakhir, BMKG mengimbau masyarakat agar mengantisipasi peningkatan suhu panas terutama saat beraktivitas di ruangan terbuka. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya menggunakan payung da sebagainya.
Selain itu, BMKG juga mengimbau masyarakat agar tidak membakar sampah, atau membuka lahan perkebunan dengan cara dibakar. Sebab, hal tersebut dapat memicu kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau.
Baca juga: BMKG: Waspadai cuaca panas hingga 37 derajat di Kota Medan
Baca juga: BMKG petakan wilayah rawan bencana banjir lahar Gunung Marapi susulan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: