Jakarta (ANTARA) - YCP Group, perusahaan konsultan yang fokus di Asia dalam layanan manajemen dan investasi, menyebutkan industri minyak dan gas (migas) di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan dalam mencapai target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

“Meskipun ada kebutuhan yang semakin besar untuk lebih banyak inisiatif Net Zero Emission, industri minyak dan gas menghadapi tantangan signifikan, seperti biaya investasi yang tinggi dan kurangnya pengetahuan mengenai perubahan penting ini," kata Partner YCP & Country Manager Indonesia Septian Waluyan di Jakarta, Kamis.

Septian mengatakan berbagai tantangan yang dihadapi pemain industri migas di tanah air dalam perjalanannya menuju NZE tersebut diulas dalam white paper yang dirilis YCP hari ini dengan tajuk "Indonesia’s Net Zero Emissions Journey: The Impact of Clean Energy Targets on the Oil & Gas Industry".

Publikasi ini juga membahas tantangan, kesenjangan, dan solusi potensial dalam transisi industri menuju keberlanjutan dan menyediakan peta jalan terperinci untuk perkembangan pasar di masa depan.

Selama dekade terakhir, lanjut Septian, sektor minyak dan gas Indonesia telah menjadi pemasok energi terbesar di negara ini, menyumbang 33,4 persen dari total pasokan energi. Meskipun demikian, kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurun sebesar 2,6 persen, sementara sektor lain tumbuh sebesar 4,2 persen.

Permintaan untuk energi terbarukan selama sepuluh tahun terakhir telah tumbuh pada CAGR (compound annual growth rate/tingkat pertumbuhan tahunan gabungan) 4,5 persen, terutama untuk energi angin dan surya.

Para ahli memprediksi energi terbarukan akan melampaui minyak dan gas sebagai sumber energi utama. Meskipun ada penekanan yang semakin besar pada strategi transisi energi, industri minyak dan gas Indonesia tetap menjadi kontributor signifikan terhadap emisi CO2.

Hal itu dikarenakan perusahaan minyak dan gas Indonesia memproduksi 658.540 barel minyak per hari (BOPD), yang menyebabkan peningkatan emisi sebesar 13,2 persen atau totalnya hampir 330,5 juta metrik ton.

Angka-angka tersebut menyoroti kebutuhan negara untuk lebih banyak melakukan inisiatif NZE untuk menekan emisi karbon dari kegiatan hulu, tengah, dan hilir migas.

Transisi energi bersih juga menghadirkan peluang pertumbuhan yang signifikan bagi pemangku kepentingan energi dan bisnis lainnya.

"Pemain sektor publik dan swasta diharapkan mempercepat upaya mereka melalui kolaborasi publik-swasta untuk mencapai tujuan NZE," kata Septian Waluyan.

Pilar Dieter, Managing Partner dan CEO Management Services YCP, menjelaskan bahwa pemerintah di seluruh dunia telah menetapkan target NZE yang ambisius, dimana kemudian mendorong sektor swasta dan komunitas bisnis untuk membuat komitmen kuat dalam mencapai tujuan tersebut.

“Namun, banyak rencana bisnis yang baik dapat menghadapi hambatan, mulai dari resistensi politik dan sosial hingga degradasi ekonomi yang mempengaruhi kinerja keuangan mereka, yang menyebabkan penundaan dan revisi komitmen mereka," kata Pilar Dieter.

Untuk mencapai target NZE yang kritis, menurut dia, diperlukan perpaduan antara komitmen, kemitraan kolaboratif, dan inovasi teknologi.

Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional Moshe Rizal mengatakan proses transisi energi menuju NZE harus mengadopsi sistem MRV (Measurment, Reporting, Verification) atau pengukuran, pelaporan dan verifikasi yang akuntabel.

Dengan adanya regulasi MRV, menurut Moshe Rizal, perusahaan migas dapat lebih terarah dalam melakukan langkah-langkah mereduksi emisi karbonnya sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Di sisi lain, perusahaan migas juga perlu melakukan investasi penyerapan karbon melalui deforestasi terutama di lahan-lahan rawa dan hutan bakau. Hal itu karena penyerapan karbon di lahan rawa dan hutan bakau ternyata jauh lebih tinggi dari hutan tropis, ungkap Moshe Rizal.

Baca juga: Kemenko Marves dukung kerja sama PT Inaro dan YCP dalam gelaran BIAS
Baca juga: YCP: Stunting bisa disebabkan kurangnya pemahaman soal gizi