Hatta: konversi BBM jadi gas terkendala alat
28 Februari 2014 20:32 WIB
ilustrasi Distribusi Gas LPG Pertamina Petugas menata tabung gas LPG non-subsidi di Agen LPG Seusepan Ciawi, Bogor, Jabar, Rabu (8/1). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa program konversi bahan bakar minyak menjadi gas mengalami kendala terkait dengan fasilitas berupa alat konversi.
"Ya, memang tahun kemarin kita terlambat dalam membangun infrastruktur, misalnya alat konversi (converter kit)," kata Hatta usai rapat koordinasi energi di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, Hatta menegaskan bahwa rencana diversifikasi dari bahan bakar minyak menjadi gas akan tetap berjalan dan tidak mengalami perubahan.
Ia juga menyatakan bahwa pengadaan fasilitas alat konversi ini tidak boleh menggunakan dana dari APBN.
"Harus ada insentif untuk gas yang lebih murah dari subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pun demikian, BBM yang bersubsidi ini juga harus lebih murah," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menambahkan bahwa penggunaan BBM memang harus dikurangi, selain karena harganya yang mahal Indonesia, juga masih melakukan impor atas bahan bakar minyak tersebut.
"Kita itu punyak banyak gas, tetapi masih kesulitan dan tidak mudah untuk membawa gas itu dan disitribusikan ke busway (Trans-Jakarta) misalnya," jelas Jero.
Jero berpendapat bahwa dengan menyediakan gas sebagai bahan bakar untuk sarana transportasi umum bus Trans-Jakarta, maka itu akan membantu untuk mendorong penggunaan gas sebagai bahan bakar.
Dalam rapat koordinasi energi tersebut Pemerintah menyimpulkan bahwa pasokan gas masih tergolong besar. Tecatat bahwa Indonesia hingga akhir 2014 terdapat keperluan tambahan berupa bahan bakar gas untuk transportasi yang tercatat sebesar 7,5 million metric cubic feet (mmcf).
Namun, pasokan gas yang dimiliki Indonesia yang disediakan khusus untuk transportasi sendiri masih tersedia sebesar 35 mmcf.(*)
"Ya, memang tahun kemarin kita terlambat dalam membangun infrastruktur, misalnya alat konversi (converter kit)," kata Hatta usai rapat koordinasi energi di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, Hatta menegaskan bahwa rencana diversifikasi dari bahan bakar minyak menjadi gas akan tetap berjalan dan tidak mengalami perubahan.
Ia juga menyatakan bahwa pengadaan fasilitas alat konversi ini tidak boleh menggunakan dana dari APBN.
"Harus ada insentif untuk gas yang lebih murah dari subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pun demikian, BBM yang bersubsidi ini juga harus lebih murah," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menambahkan bahwa penggunaan BBM memang harus dikurangi, selain karena harganya yang mahal Indonesia, juga masih melakukan impor atas bahan bakar minyak tersebut.
"Kita itu punyak banyak gas, tetapi masih kesulitan dan tidak mudah untuk membawa gas itu dan disitribusikan ke busway (Trans-Jakarta) misalnya," jelas Jero.
Jero berpendapat bahwa dengan menyediakan gas sebagai bahan bakar untuk sarana transportasi umum bus Trans-Jakarta, maka itu akan membantu untuk mendorong penggunaan gas sebagai bahan bakar.
Dalam rapat koordinasi energi tersebut Pemerintah menyimpulkan bahwa pasokan gas masih tergolong besar. Tecatat bahwa Indonesia hingga akhir 2014 terdapat keperluan tambahan berupa bahan bakar gas untuk transportasi yang tercatat sebesar 7,5 million metric cubic feet (mmcf).
Namun, pasokan gas yang dimiliki Indonesia yang disediakan khusus untuk transportasi sendiri masih tersedia sebesar 35 mmcf.(*)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: