Artikel
Menggugah kepedulian generasi muda untuk kelestarian mangrove
Oleh Budhi Santoso
24 Juli 2024 20:13 WIB
Tiga narasumber pada Lokakarya Mangrove yang digelar menyambut Hari Mangrove Sedunia di Pantai Mangkang Semarang, Rabu (24/7/2024) yaitu Jehremi Owen, penerima Kalpataru Bapak Sururi, dan Guru Besar UGM Prof Sudharto P Hadi. ANTARA/Budhi Santoso (ANTARA)
Jakarta (ANTARA) - Hari Mangrove Sedunia 2024 diperingati setiap tanggal 26 Juli yang ditetapkan untuk mengenang aktivis Greenpeace Hayhow Daniel Nanoto.
Ia meninggal karena serangan jantung pada tanggal 26 Juli 1998, selama protes besar-besaran yang bertujuan untuk membangun kembali lahan basah hutan bakau di Muisne, Ekuador.
Hari Mangrove Sedunia oleh UNESCO itu baru ditetapkan 6 November 2015, pada sesi ke-38 gelaran Konferensi Umum UNESCO di Paris.
Jadi baru sembilan tahun ini dunia sadar akan pentingnya ekosistem mangrove, terutama untuk mengurangi laju perubahan iklim.
Dikatakan penting karena hutan mangrove mampu menyerap karbon dari atmosfer hingga lima kali lebih banyak daripada hutan di daratan. Serapan karbon ini akan mengurangi laju perubahan iklim yang dampaknya semakin terasa pada satu dekade terakhir.
Menurut Global Mangrove Alliance, diperkirakan 67 persen hutan mangrove telah hilang atau rusak, dan satu persen lainnya hilang setiap tahun. Secara keseluruhan, hutan bakau menghilang 3 hingga 5 kali lebih cepat daripada hilangnya hutan global.
Oleh karena itu, penting untuk melindungi atau melestarikan ekosistem mangrove, apalagi menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia mempunyai mangrove terluas di dunia, yaitu mencapai 3,36 juta hektare. Angka itu berbanding jauh dengan urutan kedua, yaitu Brazil yang hanya mempunyai mangrove 1,3 juta hektare.
Indonesia juga menjadi negara yang mempunyai hutan mangrove dengan luasan 20-25 persen dari luasan ekosistem mangrove dunia.
Abrasi pantai yang banyak terjadi di Indonesia, salah satunya karena hilangnya hutan mangrove akibat tekanan kebutuhan lahan untuk tambak, permukiman dan industri.
Padahal di hutan pinggir pantai itulah banyak biota laut bergantung, seperti ikan, kepiting, dan udang. Bahkan, serangga, reptil, burung, dan hewan amfibi, seperti katak juga sangat bergantung pada hutan bakau.
Sudah banyak bukti pantai yang mulai ditumbuhi mangrove akan mengundang biota laut untuk bertelur, pada akhirnya nelayan juga merasakan manfaatnya dengan makin meningkatnya tangkapan ikan, udang, dan kepiting di sekitar pantai.
Segudang manfaat keberadaan mangrove semakin hari semakin terkuak, salah satunya juga ke arah ekowisata, yaitu wisata hutan mangrove yang mulai bermunculan menjadi andalan penggerak ekonomi.
Manfaat-manfaat itulah juga yang dirasakan masyarakat pesisir di tiga desa di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang saat ini dikenal dengan kawasan Blok M, yaitu Mangunharjo, Mangkang Wetan, dan Mangkang Kulon.
Sabuk pasir
Berkat tangan dingin Sururi selama 27 tahun, pantai gundul di kawasan Blok M yang selalu terserang abrasi itu, akhirnya diubah menjadi hutan mangrove dengan ekosistem khas pantai yang dipenuhi biota laut, burung, kepiting dan lain-lain.
Abrasi juga mampu ditangkal, bahkan, muncul daratan yang terus menjorok ke laut.
Daratan berupa pasir sepanjang 1,5 kilometer garis pantai itu, saat ini mempunyai lebar 300 meter yang kemudian disebut sebagai sabuk pasir. Artinya daratan yang hilang sedikit demi sedikit kembali dimunculkan.
Sabuk pasir itu menjadi penghalang ombak menerjang mangrove yang baru ditanam, sehingga angka tumbuh mangrove di lokasi itu mencapai 70 persen, sebuah capaian yang bagus.
Sururi yang akhirnya mendapatkan Kalpataru di Tahun 2024 itu mengungkap 27 tahun yang lalu jarak rumahnya dengan pantai tidak sampai satu kilometer karena terkena abrasi. Dia bersyukur, kini pantai makin maju dan jarak rumahnya ke pantai sudah hampir 2,5 kilometer.
Keberhasilan lelaki itu membangun hutan mangrove dan menumbuhkan ekonomi bagi masyarakat setempat juga membuat banyak pihak berdatangan untuk belajar dan menjadi praktik terbaik bagi daerah lain yang mempunyai kasus abrasi pantai.
Sudah ratusan orang, terdiri atas peneliti, mahasiswa, dan pelajar dari dalam dan luar negeri berdatangan untuk menimba ilmu dari lelaki tersebut.
Sebelum meraih Kalpataru, sejumlah pihak juga mengganjar berbagai penghargaan, seperti Juara 1 Lomba Kelompok Intam (Intensifikasi Tambak) 1996/1997, dan Juara 2 Adibakti Mina Bahari dari Kementerian Kelautan 2009 dan Undip Award 2009 kategori Pelestarian Lingkungan Hidup Wilayah Pantai.
Lelaki penjaga pantai itu juga tak segan berbagi ilmu mangrove dengan menggelar workshop dan menjadi pembicara di berbagai seminar.
Salah satu workshop yang digelar dengan momentum Hari Mangrove Sedunia tahun ini adalah lokakarya mangrove yang digelar Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di lokasi pembibitan mangrove di Desa Mangkang Wetan.
Sekitar 60 mahasiswa yang sebagian besar dari perguruan tinggi di Semarang dan sekitarnya mengikuti acara itu dengan narasumber Sururi dan Prof Sudharto P Hadi (Guru Besar UGM yang sebenarnya adalah mentor Sururi sejak tahun 1999).
Narasumber lain adalah Jerhemi Owen, konten kreator yang juga pegiat lingkungan. Owen yang mempunyai kanal di medsos @jerhemynemoo itu, bahkan, ikut terjun menanam mangrove, sekaligus membuat konten agar kaum muda menjadi lebih cinta lingkungan sebagai gaya hidup.
Mahasiswa tingkat akhir di Avans University of Applied Science, Breda, Belanda, itu membagikan cara serta wawasan terkait penggunaan media sosial untuk membagikan inspirasi mengenai kesadaran lingkungan.
Anak muda memang melekat dengan label penggagas serta penggerak perubahan. Dan pada era digital ini memungkinkan untuk membagikan lebih banyak konten positif, menginspirasi banyak orang untuk turut serta ambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan.
Gaya hidup
Menurut Owen yang mempunyai 2,8 juta subscriber itu, mencintai lingkungan harus menjadi gaya anak muda sekarang yang dimulai dari hal kecil, seperti menghindari penggunaan plastik, sampai ikut dalam setiap aksi penanaman pohon.
Bersama puluhan mahasiswa, Owen menanam 2.500 mangrove jenis Rhizopora di lokasi penanaman di Desa Mangkang Wetan yang mempunyai ketinggian air 60 sampai 100 cm.
Lokakarya itu sengaja diselenggarakan di dekat lokasi pembibitan mangrove, sehingga peserta dapat melihat secara langsung dampak ekologis mangrove yang menjadikan area pesisir lebih tahan abrasi dan banjir rob.
Director Communications BLDF Mutiara Diah Asmara mengatakan, sejak 2008, BLDF mendukung upaya pelestarian mangrove oleh Sururi yang mulai merintis hutan mangrove sejak 1997.
BLDF bahkan sudah menyumbang 1 juta mangrove untuk sejumlah daerah, yang sebagian besar diarahkan di Mangunharjo.
Diharapkan, lewat lokakarya itu bisa membantu menemukan generasi-generasi penerus baru yang senantiasa berkomitmen menjaga lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Sururi pada acara itu menjelaskan, sebagai tanaman kaya manfaat, mangrove dapat tumbuh alami di pesisir, namun tingkat harapan hidupnya rendah karena pengaruh pasang-surut air laut.
Ayah enam orang anak itu berharap perjuangan bersama Kelompok Tani Mangrove Lestari dapat menginspirasi generasi muda untuk terjun sebagai pelestari mangrove.
Ia meninggal karena serangan jantung pada tanggal 26 Juli 1998, selama protes besar-besaran yang bertujuan untuk membangun kembali lahan basah hutan bakau di Muisne, Ekuador.
Hari Mangrove Sedunia oleh UNESCO itu baru ditetapkan 6 November 2015, pada sesi ke-38 gelaran Konferensi Umum UNESCO di Paris.
Jadi baru sembilan tahun ini dunia sadar akan pentingnya ekosistem mangrove, terutama untuk mengurangi laju perubahan iklim.
Dikatakan penting karena hutan mangrove mampu menyerap karbon dari atmosfer hingga lima kali lebih banyak daripada hutan di daratan. Serapan karbon ini akan mengurangi laju perubahan iklim yang dampaknya semakin terasa pada satu dekade terakhir.
Menurut Global Mangrove Alliance, diperkirakan 67 persen hutan mangrove telah hilang atau rusak, dan satu persen lainnya hilang setiap tahun. Secara keseluruhan, hutan bakau menghilang 3 hingga 5 kali lebih cepat daripada hilangnya hutan global.
Oleh karena itu, penting untuk melindungi atau melestarikan ekosistem mangrove, apalagi menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia mempunyai mangrove terluas di dunia, yaitu mencapai 3,36 juta hektare. Angka itu berbanding jauh dengan urutan kedua, yaitu Brazil yang hanya mempunyai mangrove 1,3 juta hektare.
Indonesia juga menjadi negara yang mempunyai hutan mangrove dengan luasan 20-25 persen dari luasan ekosistem mangrove dunia.
Abrasi pantai yang banyak terjadi di Indonesia, salah satunya karena hilangnya hutan mangrove akibat tekanan kebutuhan lahan untuk tambak, permukiman dan industri.
Padahal di hutan pinggir pantai itulah banyak biota laut bergantung, seperti ikan, kepiting, dan udang. Bahkan, serangga, reptil, burung, dan hewan amfibi, seperti katak juga sangat bergantung pada hutan bakau.
Sudah banyak bukti pantai yang mulai ditumbuhi mangrove akan mengundang biota laut untuk bertelur, pada akhirnya nelayan juga merasakan manfaatnya dengan makin meningkatnya tangkapan ikan, udang, dan kepiting di sekitar pantai.
Segudang manfaat keberadaan mangrove semakin hari semakin terkuak, salah satunya juga ke arah ekowisata, yaitu wisata hutan mangrove yang mulai bermunculan menjadi andalan penggerak ekonomi.
Manfaat-manfaat itulah juga yang dirasakan masyarakat pesisir di tiga desa di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang saat ini dikenal dengan kawasan Blok M, yaitu Mangunharjo, Mangkang Wetan, dan Mangkang Kulon.
Sabuk pasir
Berkat tangan dingin Sururi selama 27 tahun, pantai gundul di kawasan Blok M yang selalu terserang abrasi itu, akhirnya diubah menjadi hutan mangrove dengan ekosistem khas pantai yang dipenuhi biota laut, burung, kepiting dan lain-lain.
Abrasi juga mampu ditangkal, bahkan, muncul daratan yang terus menjorok ke laut.
Daratan berupa pasir sepanjang 1,5 kilometer garis pantai itu, saat ini mempunyai lebar 300 meter yang kemudian disebut sebagai sabuk pasir. Artinya daratan yang hilang sedikit demi sedikit kembali dimunculkan.
Sabuk pasir itu menjadi penghalang ombak menerjang mangrove yang baru ditanam, sehingga angka tumbuh mangrove di lokasi itu mencapai 70 persen, sebuah capaian yang bagus.
Sururi yang akhirnya mendapatkan Kalpataru di Tahun 2024 itu mengungkap 27 tahun yang lalu jarak rumahnya dengan pantai tidak sampai satu kilometer karena terkena abrasi. Dia bersyukur, kini pantai makin maju dan jarak rumahnya ke pantai sudah hampir 2,5 kilometer.
Keberhasilan lelaki itu membangun hutan mangrove dan menumbuhkan ekonomi bagi masyarakat setempat juga membuat banyak pihak berdatangan untuk belajar dan menjadi praktik terbaik bagi daerah lain yang mempunyai kasus abrasi pantai.
Sudah ratusan orang, terdiri atas peneliti, mahasiswa, dan pelajar dari dalam dan luar negeri berdatangan untuk menimba ilmu dari lelaki tersebut.
Sebelum meraih Kalpataru, sejumlah pihak juga mengganjar berbagai penghargaan, seperti Juara 1 Lomba Kelompok Intam (Intensifikasi Tambak) 1996/1997, dan Juara 2 Adibakti Mina Bahari dari Kementerian Kelautan 2009 dan Undip Award 2009 kategori Pelestarian Lingkungan Hidup Wilayah Pantai.
Lelaki penjaga pantai itu juga tak segan berbagi ilmu mangrove dengan menggelar workshop dan menjadi pembicara di berbagai seminar.
Salah satu workshop yang digelar dengan momentum Hari Mangrove Sedunia tahun ini adalah lokakarya mangrove yang digelar Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di lokasi pembibitan mangrove di Desa Mangkang Wetan.
Sekitar 60 mahasiswa yang sebagian besar dari perguruan tinggi di Semarang dan sekitarnya mengikuti acara itu dengan narasumber Sururi dan Prof Sudharto P Hadi (Guru Besar UGM yang sebenarnya adalah mentor Sururi sejak tahun 1999).
Narasumber lain adalah Jerhemi Owen, konten kreator yang juga pegiat lingkungan. Owen yang mempunyai kanal di medsos @jerhemynemoo itu, bahkan, ikut terjun menanam mangrove, sekaligus membuat konten agar kaum muda menjadi lebih cinta lingkungan sebagai gaya hidup.
Mahasiswa tingkat akhir di Avans University of Applied Science, Breda, Belanda, itu membagikan cara serta wawasan terkait penggunaan media sosial untuk membagikan inspirasi mengenai kesadaran lingkungan.
Anak muda memang melekat dengan label penggagas serta penggerak perubahan. Dan pada era digital ini memungkinkan untuk membagikan lebih banyak konten positif, menginspirasi banyak orang untuk turut serta ambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan.
Gaya hidup
Menurut Owen yang mempunyai 2,8 juta subscriber itu, mencintai lingkungan harus menjadi gaya anak muda sekarang yang dimulai dari hal kecil, seperti menghindari penggunaan plastik, sampai ikut dalam setiap aksi penanaman pohon.
Bersama puluhan mahasiswa, Owen menanam 2.500 mangrove jenis Rhizopora di lokasi penanaman di Desa Mangkang Wetan yang mempunyai ketinggian air 60 sampai 100 cm.
Lokakarya itu sengaja diselenggarakan di dekat lokasi pembibitan mangrove, sehingga peserta dapat melihat secara langsung dampak ekologis mangrove yang menjadikan area pesisir lebih tahan abrasi dan banjir rob.
Director Communications BLDF Mutiara Diah Asmara mengatakan, sejak 2008, BLDF mendukung upaya pelestarian mangrove oleh Sururi yang mulai merintis hutan mangrove sejak 1997.
BLDF bahkan sudah menyumbang 1 juta mangrove untuk sejumlah daerah, yang sebagian besar diarahkan di Mangunharjo.
Diharapkan, lewat lokakarya itu bisa membantu menemukan generasi-generasi penerus baru yang senantiasa berkomitmen menjaga lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Sururi pada acara itu menjelaskan, sebagai tanaman kaya manfaat, mangrove dapat tumbuh alami di pesisir, namun tingkat harapan hidupnya rendah karena pengaruh pasang-surut air laut.
Ayah enam orang anak itu berharap perjuangan bersama Kelompok Tani Mangrove Lestari dapat menginspirasi generasi muda untuk terjun sebagai pelestari mangrove.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: