Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum Denny Indrayana mengatakan modus “Ali Baba” atau pemilik manfaat (beneficial owner) masih marak terjadi di sektor keuangan, khususnya pada korporasi.

“Kalau dalam bahasa yang populer, disebut dengan modus ‘Ali Baba’. Ali yang diletakkan di depan dan ada Baba yang kemudian mengendalikan,” kata Denny dalam webinar Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan yang diselenggarakan oleh Infobank di Jakarta, Rabu.

Pemilik manfaat didefinisikan sebagai seseorang yang dapat mengontrol dan menerima keuntungan dari korporasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka juga bisa berupa pemilik sebenarnya dari dana korporasi atau saham korporasi.

Menurut Denny, pemilik manfaat kerap kali menjadi tirai bagi seseorang untuk berlindung dari kejahatan yang dilakukan. Mereka sulit tersentuh karena melakukan kejahatan secara tidak langsung.

“Pemilik manfaat ini modus yang sering dilakukan dalam tindak pidana sektor keuangan, di mana orang yang mengendalikan itu boleh jadi tidak muncul dalam dokumen, tapi mereka menerima manfaat atau profit,” jelas dia.

Terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan dan ditafsirkan untuk menjerat pemilik manfaat, di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995, UU Nomor 4 Tahun 2023, Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019.

Di samping itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memiliki aturan yang berkenaan dengan pemilik manfaat, yaitu Peraturan OJK nomor 10/POJK.04/2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi.

Denny mencontohkan salah satu kasus pemilik manfaat ini adalah Kresna Life. Sebelumnya, OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) karena tidak mampu melakukan penyehatan keuangan perusahaan dan untuk mencegah bertambahnya calon konsumen baru yang dirugikan.

Baca juga: OJK edukasi camat hingga kades antisipasi kejahatan sektorkeuangan
Baca juga: Literasi digital bekal perangi kejahatan keuangan berbasis digital