Jakarta (ANTARA) - “Saya yakin industri minyak dan gas bumi tidak akan pernah terbenam!”

Ungkapan tegas nan ambisius tersebut datang dari Dwi Soetjipto, sosok berambut putih yang kini menempati jabatan tertinggi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Mungkin terdengar sesumbar, mengingat energi fosil tidaklah terbarukan. Namun, sebagai Kepala SKK Migas, ia harus menepis pandangan-pandangan pesimistis ihwal gelapnya masa depan industri minyak dan gas bumi akibat kehadiran tren transisi energi.

Pandangan negatif tersebut seolah-olah diperkuat dengan tertatih-tatihnya sektor hulu untuk mencapai target lifting minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Kesusahpayahan SKK Migas terlihat melalui capaian lifting minyak pada Semester I Tahun 2024 yang sebanyak 576 ribu barel minyak per hari (BOPD), lebih rendah apabila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan APBN 2024 sebesar 635 ribu BOPD.

Sedangkan, salur atau lifting gas pada Semester I/2024 sebesar 5.301 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD), lebih rendah daripada yang ditetapkan di APBN 2024 sebesar 5.785 MMSCFD.

Untuk mencegah berbagai pandangan negatif tersebut berdampak buruk pada keberlanjutan industri hulu migas, diperlukan harapan sebagai penyemangat.

Oleh karenanya, pada perayaan hari lahir lembaga yang semula bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi itu, Dwi menepis berbagai kekhawatiran soal masa depan industri migas.

Tak perlu khawatir perihal hadirnya transisi energi menjadi energi baru terbarukan, sebab industri migas tak terbatas pada energi.

Tak perlu khawatir perihal tidak tercapainya target lifting migas, sebab telah ditemukan cadangan raksasa.

Dwi meminta kepada seluruh pelaku industri untuk menegakkan punggung, mengangkat dagu, dan menyingsingkan lengan baju dalam rangka meningkatkan kinerja industri hulu migas.


Sektor non-bahan bakar

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal juga memiliki pandangan serupa perihal nasib industri migas.

Rizal sependapat bahwa masa depan industri migas tidak terbatas pada sektor bahan bakar (energi).

Hasil olahan minyak bahkan sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik berwujud kemasan makanan dan minuman, pelumas, hingga pakaian. Minyak bumi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan.

Menurut Rizal, pemanfaatan migas di sektor non-energi dapat meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, serta membaiknya perekonomian masyarakat.

Rizal meyakini, dengan naiknya jumlah penduduk, maka konsumsi masyarakat juga akan meningkat.

Pandangannya diperkuat data yang disajikan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Buku Statistik Minyak dan Gas Bumi 2022.

Peningkatan pemanfaatan minyak mentah menjadi produk non-bahan bakar dari 2021 ke 2022 termaktub di dalam buku tersebut.

Pada 2021, sebanyak 40,19 juta barel minyak mentah diolah menjadi produk non-bahan bakar. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2022 menjadi 52,73 juta barel minyak mentah.

Naiknya pemanfaatan minyak mentah untuk diolah menjadi produk non-bahan bakar terjadi setelah sempat mengalami penurunan tajam pada 2019–2021, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia.

Pada 2019, pemanfaatan minyak mentah untuk diolah menjadi produk non-bahan bakar mencapai 143,65 juta barel minyak. Jumlah tersebut mengalami penurunan tajam pada 2020 menjadi 83,369 juta barel minyak, lantas turun lagi pada 2021 menjadi 40,19 juta barel minyak mentah.

Sebagaimana pandangan Rizal, pemanfaatan minyak mentah sebagai produk non-bahan bakar selaras dengan situasi perekonomian negara.

Akan tetapi, penyerapan minyak mentah di sektor non-bahan bakar masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan sektor bahan bakar (energi).

Kembali merujuk kepada data yang disajikan Kementerian ESDM, pemanfaatan minyak mentah untuk bahan bakar mencapai 261,658 juta barel minyak pada 2022.

Angka tersebut lima kali lipat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemanfaatan minyak mentah untuk diolah menjadi produk non-bahan bakar pada tahun yang sama.

Perbandingan pemanfaatan minyak mentah dapat menjadi pertimbangan apabila industri hulu migas membidik sektor non-bahan bakar, terlebih dengan tren transisi energi dan net zero emission (NZE) yang sudah membayang-bayangi industri.

Sebuah pesan bagi para pemangku kepentingan, bahwa mereka harus gencar berinovasi agar dapat mendongkrak pemanfaatan minyak mentah di sektor non-bahan bakar.


Potensi gas

Roman Dwi Soetjipto acapkali terlihat lebih cerah ketika membahas tentang potensi gas Indonesia. Bagaimana tidak?

Gas bumi, kata dia, merupakan sumber energi fosil dengan emisi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan energi fosil lainnya.

Dengan demikian, tren transisi energi membawa pucuk kompas menunjuk ke arah gas, yang pada akhirnya menuntun pelaku industri untuk mulai mencari-cari sumber gas.

Tingginya minat terhadap gas menjadi angin segar bagi Indonesia, sebab sebagian besar cadangan yang belakangan ini ditemukan di Indonesia merupakan gas bumi.

Adapun salah satu cadangan gas raksasa yang berhasil ditemukan adalah Geng North-1. Cadangan ini berada di Wilayah Kerja (WK) North Ganal sebesar 5 TCF dengan kandungan kondensat diperkirakan mencapai 400 Mbbls.

WK tersebut berlokasi sekitar 85 kilometer dari lepas pantai Kalimantan Timur.

Geng North merupakan salah satu proyek strategis nasional, serta menjadi salah satu dari lima penemuan gas terbesar di dunia pada 2023. Proyek ini ditargetkan mulai berproduksi pada 2027 untuk mendongkrak lifting gas bumi Indonesia.

Secara keseluruhan, saat ini Indonesia memiliki cadangan minyak bumi sebanyak 4,7 miliar barel dan cadangan gas sebanyak 55,76 TCF. Perhitungan tersebut berdasarkan hasil peninjauan Kementerian ESDM per Mei 2024.

Cadangan-cadangan itulah yang menanti untuk dibawa ke permukaan dan dinikmati oleh masyarakat.

Hingga kini, wajah industri hulu migas masih cantik. Berdasarkan data SKK Migas, per 30 Juni 2024, industri hulu migas menyumbang 7,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp114 triliun kepada penerimaan negara.

Nilai pengadaan di industri hulu migas per 30 Juni 2024 pun mencapai 4,4 miliar dolar AS, dengan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 2,3 miliar dolar AS atau setara Rp34,5 triliun. Nilai TKDN mengambil porsi 57,5 persen dari nilai pengadaan secara keseluruhan.

Tingginya persentase nilai TKDN menunjukkan keberpihakan hulu migas terhadap industri dalam negeri.

“Setiap satu dolar investasi di industri hulu migas, menghasilkan nilai tambah sebesar 5,4 kali,” ujar Dwi Soetjipto yang disambut seruan penuh kebanggaan para pelaku industri hulu migas.

Gemuruh tepuk tangan di ruangan itu menandakan minyak yang dituang telah sukses membakar semangat.

Limpahan sumber daya alam yang tersimpan di dalam perut Indonesia menjadi sasaran bagi industri hulu migas untuk dimanfaatkan.

Berbagai capaian dan cadangan raksasa yang dimiliki Indonesia menjadi landasan keyakinan untuk terus memperjuangkan industri migas.

Dwi meyakini, dan berulang kali menggaungkan keyakinannya, bahwasanya industri minyak dan gas bumi tidak akan pernah terbenam.