DPR RI: UU Kesehatan diharap mampu jawab tantangan di daerah
23 Juli 2024 21:06 WIB
Tangkapan layar - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Implementasi UU Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan di Daerah" di Kompleks Parlemen, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen, Jakarta, Selasa (23/7/2024). ANTARA/Tri Meilani Ameliya
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan pada dasarnya keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan diharapkan mampu menjawab beragam tantangan terkait kesehatan di daerah.
Menurut Rahmad, daerah-daerah di Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan di sektor kesehatan, seperti kurangnya tenaga medis dan peralatan kesehatan yang memadai.
"UU Kesehatan diharapkan mampu menjawab kebutuhan tenaga dan peralatan kesehatan di daerah," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Komisi IX minta dilibatkan pada pembahasan aturan turunan UU Kesehatan
Ia mengatakan UU Kesehatan menjadi tonggak penting yang mencerminkan komitmen pemerintah untuk menghadapi berbagai dinamika dalam sektor kesehatan.
“UU Kesehatan diharapkan menjadi instrumen penting yang dapat mengatasi tantangan tersebut. Dengan merinci hak dan kewajiban serta mengatur strategi implementasi, undang-undang ini diharapkan menjadi landasan kuat untuk transformasi positif dalam sistem kesehatan nasional," kata Rahmad Handoyo.
Pada kesempatan yang sama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan dalam transformasi layanan primer, mereka bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten serta kota guna penataan fasilitas kesehatan.
Baca juga: Menkes targetkan aturan turunan UU Kesehatan selesai pada 2024
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan sebagaimana dimuat dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terdapat sejumlah upaya yang dilakukan terkait transformasi layanan primer, antara lain standardisasi alat pengukuran serta skrining 14 penyakit.
Saat ini, lanjutnya, masyarakat fokus pada aspek kuratif dalam kesehatan, sehingga mereka datang ke fasilitas pelayanan primer seperti puskesmas bukan untuk menjaga diri agar tidak sakit seperti dengan pemeriksaan dini, namun untuk berobat.
"Yang kedua adalah kita melakukan penataan laboratorium. Belajar juga dari pandemi COVID-19 bagaimana waktu itu kita tidak punya laboratorium untuk pemeriksaan PCR, yang kemudian awal itu hanya 30, terus kita tambah sampai dengan hampir 200 laboratorium PCR," ujar Nadia.
Baca juga: Kemenkes gandeng pemda tata faskes daerah, perkuat pelayanan primer
Menurut Rahmad, daerah-daerah di Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan di sektor kesehatan, seperti kurangnya tenaga medis dan peralatan kesehatan yang memadai.
"UU Kesehatan diharapkan mampu menjawab kebutuhan tenaga dan peralatan kesehatan di daerah," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Komisi IX minta dilibatkan pada pembahasan aturan turunan UU Kesehatan
Ia mengatakan UU Kesehatan menjadi tonggak penting yang mencerminkan komitmen pemerintah untuk menghadapi berbagai dinamika dalam sektor kesehatan.
“UU Kesehatan diharapkan menjadi instrumen penting yang dapat mengatasi tantangan tersebut. Dengan merinci hak dan kewajiban serta mengatur strategi implementasi, undang-undang ini diharapkan menjadi landasan kuat untuk transformasi positif dalam sistem kesehatan nasional," kata Rahmad Handoyo.
Pada kesempatan yang sama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan dalam transformasi layanan primer, mereka bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten serta kota guna penataan fasilitas kesehatan.
Baca juga: Menkes targetkan aturan turunan UU Kesehatan selesai pada 2024
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan sebagaimana dimuat dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terdapat sejumlah upaya yang dilakukan terkait transformasi layanan primer, antara lain standardisasi alat pengukuran serta skrining 14 penyakit.
Saat ini, lanjutnya, masyarakat fokus pada aspek kuratif dalam kesehatan, sehingga mereka datang ke fasilitas pelayanan primer seperti puskesmas bukan untuk menjaga diri agar tidak sakit seperti dengan pemeriksaan dini, namun untuk berobat.
"Yang kedua adalah kita melakukan penataan laboratorium. Belajar juga dari pandemi COVID-19 bagaimana waktu itu kita tidak punya laboratorium untuk pemeriksaan PCR, yang kemudian awal itu hanya 30, terus kita tambah sampai dengan hampir 200 laboratorium PCR," ujar Nadia.
Baca juga: Kemenkes gandeng pemda tata faskes daerah, perkuat pelayanan primer
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: