Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), mengatakan imunisasi polio dapat diberikan untuk anak berkebutuhan khusus dengan gejala gangguan perilaku, seperti autisme.

"Anak berkebutuhan khusus ada juga terkait gangguan perilaku, misalnya anak autisme, ADHD, apakah aman diberikan polio tetes? Itu aman, silakan ya, bisa dia karena sehat secara fisik enggak ada masalah," kata Rini dalam rangka pencanangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa.

Ketua Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengatakan anak berkebutuhan khusus harus terpenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk imunisasi. Hal itu disampaikan kepada masyarakat agar jangan sampai orang tua tidak memberikan imunisasi lengkap kepada anak berkebutuhan khusus terkait gangguan perilaku.

Adapun yang tidak dapat diberikan imunisasi polio adalah anak berkebutuhan khusus dengan gangguan medis seperti ginjal, kelainan darah, dan lain-lain.

Baca juga: Beda kelumpuhan TBC tulang dengan kasus polio serta cara cegahnya

Baca juga: IDAI: Imunisasi modal Indonesia bangun generasi berkualitas


"Kecuali dia ada penyakit medis lainnya yang memang kontraindikasi tentunya," kata Rini.

Orang tua dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai imunisasi yang efektif mencegah penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan permanen itu. Cakupan imunisasi pada anak sempat menurun drastis pada tahun 2021 sebagai imbas dari pandemi COVID-19.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio tahap kedua di 27 provinsi.

PIN polio tahap kedua itu dilaksanakan karena Indonesia masih dalam kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit polio.

KLB polio terjadi di Papua sejak tahun 2022. Pelaksanaan imunisasi polio ditargetkan bisa mencapai minimal 95 persen untuk mencapai kekebalan kelompok. Artinya, 5 persennya merupakan anak yang ditunda pemberiannya.

"Cakupan imunisasi yang tinggi dapat mengendalikan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi jika cakupannya menurun di bawah 60 persen, Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat muncul kembali," ujar Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso.

Imunisasi akan dilangsungkan selama sepekan ke depan untuk anak usia 0 hingga 7 tahun di posyandu, puskesmas, dan lokasi lain yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

Baca juga: IDAI sebutkan alasan orang tua di Aceh enggan imunisasi polio

Baca juga: Cegah polio, IDAI ingatkan pentingnya tingkatkan cakupan imunisasi

Baca juga: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala