Beda kelumpuhan TBC tulang dengan kasus polio serta cara cegahnya
23 Juli 2024 19:05 WIB
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) (kanan) menjelaskan kelumpuhan pada tuberkulosis (TB) tulang belakang tidak sama dengan kasus polio di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024). ANTARA/Abdu Faisal
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), menjelaskan kelumpuhan pada tuberkulosis (TB) tulang belakang tidak sama dengan kasus polio.
Itu dijelaskan kepada kader posyandu agar tidak salah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencanangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Jakarta Pusat, Selasa.
"Kalau polio, dia bisa lumpuh tapi lumpuhnya mendadak dan itu enggak bisa disembuhkan. Kalau TBC tulang penyakit terakhir, karena kalau TBC itu awal yang kena itu paru-paru, kalau enggak diobati, lama-lama jadi TBC tulang," kata Rini di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat.
Baca juga: IDAI: Imunisasi modal Indonesia bangun generasi berkualitas
Baca juga: IDAI: Kesehatan anak-anak bukan hal yang bisa dinegosiasikan
Ia menjelaskan, kelumpuhan bisa terjadi pada TBC berat, misalnya TBC tulang belakang.
Namun, kelumpuhan karena TBC tulang belakang dapat dicegah sejak dini dengan imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG).
"Imunisasi BCG itu pencegahan untuk TBC berat, ini bisa diberikan saat usia anak 0-1 bulan dengan cara suntikan di lengan kanan atas, itu BCG," kata Rini.
Anak yang sudah disuntik BCG biasanya menimbulkan efek samping berupa benjolan mengeras yang muncul setelah penyuntikan yang disebut "scar BCG". Bekas luka kecil itu umumnya akan memudar dalam beberapa minggu.
Imunisasi BCG dan polio penting untuk melindungi bayi dari penyakit berbahaya. Pastikan bayi mendapatkan semua dosis imunisasi secara lengkap dan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
Orang tua dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai imunisasi yang efektif mencegah penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan permanen itu.
Cakupan imunisasi pada anak sempat menurun drastis pada tahun 2021 sebagai imbas dari pandemi COVID-19.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio tahap kedua di 27 provinsi.
PIN polio tahap kedua ini dilaksanakan karena Indonesia masih dalam kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit polio.
KLB polio terjadi di Papua sejak tahun 2022. Total cakupan imunisasi polio pada tahap kali ini ditargetkan mencapai 95 persen untuk mewujudkan kekebalan kelompok.
"Cakupan imunisasi yang tinggi dapat mengendalikan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi jika cakupannya menurun di bawah 60 persen, Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat muncul kembali," ujar Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso.
Baca juga: IDAI: Suplemen tak bisa gantikan imunisasi
Baca juga: Satgas IDAI sebut polio intai Indonesia
Baca juga: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
Itu dijelaskan kepada kader posyandu agar tidak salah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencanangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Jakarta Pusat, Selasa.
"Kalau polio, dia bisa lumpuh tapi lumpuhnya mendadak dan itu enggak bisa disembuhkan. Kalau TBC tulang penyakit terakhir, karena kalau TBC itu awal yang kena itu paru-paru, kalau enggak diobati, lama-lama jadi TBC tulang," kata Rini di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat.
Baca juga: IDAI: Imunisasi modal Indonesia bangun generasi berkualitas
Baca juga: IDAI: Kesehatan anak-anak bukan hal yang bisa dinegosiasikan
Ia menjelaskan, kelumpuhan bisa terjadi pada TBC berat, misalnya TBC tulang belakang.
Namun, kelumpuhan karena TBC tulang belakang dapat dicegah sejak dini dengan imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG).
"Imunisasi BCG itu pencegahan untuk TBC berat, ini bisa diberikan saat usia anak 0-1 bulan dengan cara suntikan di lengan kanan atas, itu BCG," kata Rini.
Anak yang sudah disuntik BCG biasanya menimbulkan efek samping berupa benjolan mengeras yang muncul setelah penyuntikan yang disebut "scar BCG". Bekas luka kecil itu umumnya akan memudar dalam beberapa minggu.
Imunisasi BCG dan polio penting untuk melindungi bayi dari penyakit berbahaya. Pastikan bayi mendapatkan semua dosis imunisasi secara lengkap dan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
Orang tua dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai imunisasi yang efektif mencegah penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan permanen itu.
Cakupan imunisasi pada anak sempat menurun drastis pada tahun 2021 sebagai imbas dari pandemi COVID-19.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio tahap kedua di 27 provinsi.
PIN polio tahap kedua ini dilaksanakan karena Indonesia masih dalam kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit polio.
KLB polio terjadi di Papua sejak tahun 2022. Total cakupan imunisasi polio pada tahap kali ini ditargetkan mencapai 95 persen untuk mewujudkan kekebalan kelompok.
"Cakupan imunisasi yang tinggi dapat mengendalikan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi jika cakupannya menurun di bawah 60 persen, Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat muncul kembali," ujar Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso.
Baca juga: IDAI: Suplemen tak bisa gantikan imunisasi
Baca juga: Satgas IDAI sebut polio intai Indonesia
Baca juga: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: