CORE: Enam tantangan ekonomi yang perlu diantisipasi Indonesia
23 Juli 2024 18:17 WIB
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berbicara dalam CORE Midyear Economic Review 2024: Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa (23/7/2024). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan ada enam tantangan atau risiko ekonomi baik di tingkat global maupun domestik yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan perlu diantisipasi menjelang pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Ada enam risiko eko di tataran global dan juga berpengaruh terhadap perdagangan luar negeri di Indonesia dan konsumsi domestik," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal dalam CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa.
Faisal menuturkan enam tantangan ekonomi tersebut adalah pelemahan permintaan dan oversupply di China, penurunan kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS), penguatan harga energi dan ancaman inflasi, pertumbuhan ekspor yang sangat lambat, lonjakan impor dan pelebaran defisit dengan China, serta pelemahan konsumsi domestik.
China dan Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama Indonesia, sehingga pelemahan permintaan domestik di China dan penurunan kinerja ekonomi AS akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Di samping itu, oversupply atau kelebihan produksi yang terjadi di China dapat berdampak pada meningkatnya impor dari China ke Indonesia. Ketika kinerja ekspor menurun sementara impor meningkat akan menyebabkan surplus perdagangan menyempit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 tercatat sebesar 2,39 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Mei 2024 sebesar 2,92 miliar dolar AS.
Di sisi lain, meski harga komoditas terutama komoditas andalan ekspor Indonesia sudah mulai mengalami peningkatan atau rebound, pertumbuhan ekspor Indonesia masih lambat.
Faisal mengatakan salah satu penyebab ekspor Indonesia melambat adalah ketergantungan ekspor yang besar terhadap China, namun permintaan domestik di China melemah sehingga berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke China. Sementara, impor dari China ke Indonesia kembali meningkat sejak awal 2024, terutama pada tekstil dan produk tekstil.
Selain itu, setelah masa pemilihan umum (Pemilu) dan Lebaran, konsumsi domestik khususnya konsumsi rumah tangga mengalami penurunan. Pemerintah perlu mengantisipasi risiko melemahnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 4,91 persen pada triwulan I-2024 utamanya ditopang oleh momentum Ramadhan serta Pemilu 2024.
Baca juga: CORE: Kinerja ekspor RI melemah dipengaruhi pelemahan permintaan China
Baca juga: CORE proyeksikan pertumbuhan ekonomi RI 2024 berkisar 4,9-5 persen
Baca juga: CORE: Tekanan daya beli dan konsumsi gerus permintaan kredit UMKM
"Ada enam risiko eko di tataran global dan juga berpengaruh terhadap perdagangan luar negeri di Indonesia dan konsumsi domestik," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal dalam CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa.
Faisal menuturkan enam tantangan ekonomi tersebut adalah pelemahan permintaan dan oversupply di China, penurunan kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS), penguatan harga energi dan ancaman inflasi, pertumbuhan ekspor yang sangat lambat, lonjakan impor dan pelebaran defisit dengan China, serta pelemahan konsumsi domestik.
China dan Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama Indonesia, sehingga pelemahan permintaan domestik di China dan penurunan kinerja ekonomi AS akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Di samping itu, oversupply atau kelebihan produksi yang terjadi di China dapat berdampak pada meningkatnya impor dari China ke Indonesia. Ketika kinerja ekspor menurun sementara impor meningkat akan menyebabkan surplus perdagangan menyempit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 tercatat sebesar 2,39 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Mei 2024 sebesar 2,92 miliar dolar AS.
Di sisi lain, meski harga komoditas terutama komoditas andalan ekspor Indonesia sudah mulai mengalami peningkatan atau rebound, pertumbuhan ekspor Indonesia masih lambat.
Faisal mengatakan salah satu penyebab ekspor Indonesia melambat adalah ketergantungan ekspor yang besar terhadap China, namun permintaan domestik di China melemah sehingga berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke China. Sementara, impor dari China ke Indonesia kembali meningkat sejak awal 2024, terutama pada tekstil dan produk tekstil.
Selain itu, setelah masa pemilihan umum (Pemilu) dan Lebaran, konsumsi domestik khususnya konsumsi rumah tangga mengalami penurunan. Pemerintah perlu mengantisipasi risiko melemahnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 4,91 persen pada triwulan I-2024 utamanya ditopang oleh momentum Ramadhan serta Pemilu 2024.
Baca juga: CORE: Kinerja ekspor RI melemah dipengaruhi pelemahan permintaan China
Baca juga: CORE proyeksikan pertumbuhan ekonomi RI 2024 berkisar 4,9-5 persen
Baca juga: CORE: Tekanan daya beli dan konsumsi gerus permintaan kredit UMKM
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: