CORE: Kinerja ekspor RI melemah dipengaruhi pelemahan permintaan China
23 Juli 2024 17:20 WIB
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berbicara dalam CORE Midyear Economic Review 2024: Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa (23/7/2024). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan kinerja ekspor Republik Indonesia melemah dipengaruhi oleh pelemahan permintaan di China.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, salah satu penyebab ekspor Indonesia tumbuh melambat adalah ketergantungan ekspor yang besar terhadap China sementara penetrasi ekspor ke China melemah sejak 2023.
"Salah satu penyebab ekspor kita lambat dalam pandangan kami adalah kita punya ketergantungan ekspor yang besar terhadap China padahal permintaan domestiknya sangat rendah berdampak pada penurunan impornya dan ini mempengaruhi ekspor kita ke China," kata Faisal dalam CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa.
Ketika ketergantungan ekspor ke China sangat tinggi dan pada saat yang bersamaan negara tujuan ekspor, China, mengalami pelemahan permintaan domestik, maka akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia.
"Itu sebabnya ekspornya berjalan lambat dan ini terjadi pada berbagai macam andalan ekspor kita terutama di manufaktur. Ini saya ambil highlight itu besi dan baja. Ini ternyata sampai dengan kuartal kedua terus mengalami kontraksi pertumbuhan ekspor ke China-nya minus 26,9 persen, yang naik itu hanya ekspor komoditas yang bahan bakar mineral dan juga CPO," tuturnya.
Faisal menuturkan ketergantungan ekspor Indonesia ke China lebih besar dibandingkan dengan negara-negara peer countries seperti Thailand, Malaysia dan Filipina.
"Thailand, Malaysia dan Filipina tingkat ketergantungan terhadap pasar China untuk ekspor itu sebenarnya tidak sebesar kita. Kita sampai dengan 2024 Indonesia proporsi daripada ekspor ke China 22,5 persen, sementara negara-negara tetangga-tetangga tadi masih di antara 10 sampai 12 persen," ujarnya.
Sebaliknya, impor dari China kembali meningkat sejak awal 2024. Lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China mencapai 35,5 persen pada kuartal II-2024 secara year on year (yoy).
"Impor dari China mencapai 35,5 persen di kuartal kedua ini padahal ekspornya jauh lebih rendah dibanding impor itu ke China, hanya 2,6 persen. Dan pangsa pasar daripada impor dari China di pasar Indonesia itu 41,3 persen untuk produk-produk tekstil dan pakaian jadi umumnya," ujarnya.
Sebaliknya impor dari Cina kalau tadi sebaliknya impor dari Cina kalau tadi ekspornya itu terkontraksi, impor dari china justru kembali meningkat sejak awal 2024 ini dan terutama di kuartal kedua.
"Rata-rata di kuartal kedua impor kita mengalami peningkatan tapi yang terutama kelihatan dari yang paling tinggi salah satunya selain ASEAN adalah China," katanya.
Nilai ekspor ke China sepanjang Januari hingga November 2023 mencapai 56,57 miliar dolar AS, turun sekitar 2 persen dari tahun sebelumnya. Didi menyebut penurunan itu terjadi seiring dengan koreksi pada harga komoditas global.
Sementara pada Juni 2024, ekspor Indonesia tercatat sebesar 20,84 miliar dolar AS. Nilai ini turun 6,65 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), tetapi tetap mengalami peningkatan sebesar 1,17 persen dibanding Juni tahun sebelumnya (YoY).
Pelemahan ekspor pada Juni 2024 dipicu pelemahan ekspor nonmigas sebesar 6,20 persen dan migas sebesar 13,24 persen dibandingkan Mei 2024 (MoM).
Tiongkok, Amerika Serikat, dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia pada Juni 2024 dengan total mencapai 8,46 miliar dolar AS. Ketiga negara ini memiliki kontribusi sebesar 43,14 persen terhadap total ekspor nonmigas nasional.
Baca juga: CORE proyeksikan pertumbuhan ekonomi RI 2024 berkisar 4,9-5 persen
Baca juga: Mendag: Penurunan harga komoditas global pengaruhi nilai ekspor Juni
Baca juga: Kemenperin: Sawit sumbang 70 persen kinerja ekspor industri makanan
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, salah satu penyebab ekspor Indonesia tumbuh melambat adalah ketergantungan ekspor yang besar terhadap China sementara penetrasi ekspor ke China melemah sejak 2023.
"Salah satu penyebab ekspor kita lambat dalam pandangan kami adalah kita punya ketergantungan ekspor yang besar terhadap China padahal permintaan domestiknya sangat rendah berdampak pada penurunan impornya dan ini mempengaruhi ekspor kita ke China," kata Faisal dalam CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa.
Ketika ketergantungan ekspor ke China sangat tinggi dan pada saat yang bersamaan negara tujuan ekspor, China, mengalami pelemahan permintaan domestik, maka akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia.
"Itu sebabnya ekspornya berjalan lambat dan ini terjadi pada berbagai macam andalan ekspor kita terutama di manufaktur. Ini saya ambil highlight itu besi dan baja. Ini ternyata sampai dengan kuartal kedua terus mengalami kontraksi pertumbuhan ekspor ke China-nya minus 26,9 persen, yang naik itu hanya ekspor komoditas yang bahan bakar mineral dan juga CPO," tuturnya.
Faisal menuturkan ketergantungan ekspor Indonesia ke China lebih besar dibandingkan dengan negara-negara peer countries seperti Thailand, Malaysia dan Filipina.
"Thailand, Malaysia dan Filipina tingkat ketergantungan terhadap pasar China untuk ekspor itu sebenarnya tidak sebesar kita. Kita sampai dengan 2024 Indonesia proporsi daripada ekspor ke China 22,5 persen, sementara negara-negara tetangga-tetangga tadi masih di antara 10 sampai 12 persen," ujarnya.
Sebaliknya, impor dari China kembali meningkat sejak awal 2024. Lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China mencapai 35,5 persen pada kuartal II-2024 secara year on year (yoy).
"Impor dari China mencapai 35,5 persen di kuartal kedua ini padahal ekspornya jauh lebih rendah dibanding impor itu ke China, hanya 2,6 persen. Dan pangsa pasar daripada impor dari China di pasar Indonesia itu 41,3 persen untuk produk-produk tekstil dan pakaian jadi umumnya," ujarnya.
Sebaliknya impor dari Cina kalau tadi sebaliknya impor dari Cina kalau tadi ekspornya itu terkontraksi, impor dari china justru kembali meningkat sejak awal 2024 ini dan terutama di kuartal kedua.
"Rata-rata di kuartal kedua impor kita mengalami peningkatan tapi yang terutama kelihatan dari yang paling tinggi salah satunya selain ASEAN adalah China," katanya.
Nilai ekspor ke China sepanjang Januari hingga November 2023 mencapai 56,57 miliar dolar AS, turun sekitar 2 persen dari tahun sebelumnya. Didi menyebut penurunan itu terjadi seiring dengan koreksi pada harga komoditas global.
Sementara pada Juni 2024, ekspor Indonesia tercatat sebesar 20,84 miliar dolar AS. Nilai ini turun 6,65 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), tetapi tetap mengalami peningkatan sebesar 1,17 persen dibanding Juni tahun sebelumnya (YoY).
Pelemahan ekspor pada Juni 2024 dipicu pelemahan ekspor nonmigas sebesar 6,20 persen dan migas sebesar 13,24 persen dibandingkan Mei 2024 (MoM).
Tiongkok, Amerika Serikat, dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia pada Juni 2024 dengan total mencapai 8,46 miliar dolar AS. Ketiga negara ini memiliki kontribusi sebesar 43,14 persen terhadap total ekspor nonmigas nasional.
Baca juga: CORE proyeksikan pertumbuhan ekonomi RI 2024 berkisar 4,9-5 persen
Baca juga: Mendag: Penurunan harga komoditas global pengaruhi nilai ekspor Juni
Baca juga: Kemenperin: Sawit sumbang 70 persen kinerja ekspor industri makanan
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: